> >

Raja Yordania Murka: Bendera Biru PBB di Gaza Tak Berdaya Lindungi Warga Sipil dari Serangan Israel

Kompas dunia | 25 September 2024, 12:39 WIB
Raja Yordania Abdullah II bin Al Hussein menyampaikan pidato pada sidang ke-79 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa, Selasa, 24 September 2024. (Sumber: AP Photo)

NEW YORK, KOMPAS TV – Raja Abdullah II dari Yordania pada hari Selasa, 24 September 2024, menyampaikan pidato keras di Sidang Umum PBB. 

Dia menegaskan dalam seperempat abad terakhir, konflik regional terus menguji komunitas internasional. "Namun, saya tidak pernah mengingat masa yang lebih berbahaya dari ini," ujarnya.

Raja Abdullah II menyoroti krisis yang dihadapi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menurutnya mengancam runtuhnya kepercayaan global dan otoritas moral. 

"Selama hampir setahun, bendera biru PBB yang berkibar di atas tempat penampungan dan sekolah di Gaza tak berdaya melindungi warga sipil dari serangan militer Israel. Truk bantuan PBB hanya terdiam beberapa mil dari warga Palestina yang kelaparan. Para pekerja kemanusiaan yang dengan bangga mengenakan lambang PBB dihina dan menjadi sasaran. Keputusan Pengadilan Internasional PBB diabaikan, opini-opininya diremehkan,” kata Raja Abdullah II. 

Dia menambahkan, tidak mengherankan jika di dalam maupun di luar Sidang Umum PBB, kepercayaan terhadap prinsip-prinsip dasar organisasi ini mulai runtuh. Banyak yang melihat bahwa beberapa negara merasa berada di atas hukum internasional, dan keadilan global tunduk pada kekuatan politik.

Baca Juga: Kemlu RI Kecam Rencana Menteri Israel Bangun Sinagoge di Al-Aqsa, Yordania Minta PBB Bertindak

Pengungsi Palestina tiba di Gaza tengah setelah melarikan diri dari kota Rafah di Gaza selatan di Deir al Balah, Jalur Gaza, pada Kamis, 9 Mei 2024. Warga Palestina pada Rabu, 15 Mei 2024, menandai 76 tahun misa mereka pengusiran dari tempat yang sekarang menjadi Israel. (Sumber: AP Photo)

Raja Abdullah menegaskan bahwa skala teror yang dilepaskan di Gaza tidak dapat dibenarkan. Serangan Israel, katanya, telah menyebabkan tingkat kematian yang luar biasa cepat, kelaparan akibat perang, jumlah amputasi anak yang tinggi, dan tingkat kehancuran yang belum pernah terjadi sebelumnya. 

"Pemerintah Israel ini telah membunuh lebih banyak anak-anak, lebih banyak jurnalis, lebih banyak pekerja bantuan, dan lebih banyak petugas medis dibandingkan dengan perang lain dalam ingatan baru-baru ini," ujarnya.

Di Tepi Barat, sejak 7 Oktober, lebih dari 700 warga Palestina telah tewas, termasuk 160 anak-anak. Jumlah warga Palestina yang ditahan di pusat penahanan Israel lebih dari 10.700, termasuk 400 wanita dan 730 anak-anak. 

Lebih dari 4.000 warga Palestina telah diusir dari rumah mereka. Kekerasan pemukim bersenjata meningkat, memaksa penduduk desa mengungsi secara massal.

Di Yerusalem, pelanggaran terang-terangan terhadap status historis dan hukum situs suci Muslim dan Kristen terus berlangsung dengan perlindungan dan dorongan dari anggota pemerintah Israel. 

“Di Tepi Barat, bukan di Gaza, hampir 42.000 warga Palestina telah tewas sejak 7 Oktober. Jadi, apakah mengherankan jika banyak yang mempertanyakan, bagaimana perang ini tidak dianggap sebagai upaya yang disengaja untuk menargetkan warga Palestina?” ujar Raja Abdullah.

Raja Abdullah menyatakan perang ini telah memaksa dunia untuk lebih memperhatikan penderitaan warga Palestina. Menurutnya, Israel yang selama ini dikagumi dari kejauhan kini dilihat melalui mata korbannya. 

Baca Juga: Menteri Yordania Yakin Netanyahu Ingin Perang di Timur Tengah Meluas, Ini Ditakutkan Jadi Tujuannya

Foto kamp pengungsian Jabalia di Jalur Gaza, wilayah Palestina yang diduduki Israel sejak 1967 dan diblokade sejak 2007, usai dibom Israel, Rabu (1/11/2023). (Sumber: Hatem Moussa/Associated Press)

Abdullah II mengingatkan bahwa pemerintah Israel sedang menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional, dan seruan untuk sanksi semakin keras.

"Sekarang, kita harus memastikan perlindungan bagi rakyat Palestina. Ini adalah tanggung jawab moral komunitas internasional untuk menegakkan mekanisme perlindungan di seluruh wilayah pendudukan," ujarnya.

Berbicara tentang wacana Yordania sebagai 'tanah air alternatif' bagi Palestina, Raja Abdullah menolak keras gagasan tersebut, menegaskan bahwa pengusiran paksa warga Palestina adalah kejahatan perang. "Tidak ada negara di kawasan ini yang diuntungkan dari eskalasi konflik. Kami sudah melihat perkembangan berbahaya di Lebanon dalam beberapa hari terakhir. Ini harus dihentikan," katanya.

Raja Abdullah mengingatkan bahwa selama bertahun-tahun, dunia Arab telah menawarkan perdamaian melalui Inisiatif Perdamaian Arab, memberikan pengakuan penuh kepada Israel sebagai imbalan untuk perdamaian. 

Namun, Israel terus menolak perdamaian dan memilih konfrontasi. "Selama lebih dari 57 tahun, warga Palestina telah menanggung pendudukan dan penindasan. Selama periode ini, pemerintah Israel terus melanggar batas-batas hukum internasional," ujarnya.

Baca Juga: Saat PM Palestina Minta Tolong Gerakan Non-Blok Bertindak Nyata, Desak Israel Bertanggungjawab

Raja Yordania Abdullah II menyampaikan pidato pada sidang ke-79 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa, Selasa, 24 September 2024. (Sumber: AP Photo)

Raja juga menekankan pentingnya perdamaian yang adil berdasarkan hukum internasional, keadilan, kesetaraan hak, dan pengakuan bersama. 

Dia memperingatkan bahwa setiap eskalasi konflik diikuti dengan jeda, hanya untuk disusul dengan kekerasan yang lebih besar. Menurutnya, jalan perlawanan yang ditempuh komunitas internasional selama ini hanya memperburuk situasi.

"Dunia sedang menyaksikan, dan sejarah akan menghakimi kita berdasarkan keberanian yang kita tunjukkan. Bukan hanya masa depan yang akan meminta pertanggungjawaban kita, tetapi juga rakyat saat ini," kata Raja Abdullah.

Raja Abdullah menyerukan agar semua negara bergabung dengan Yordania untuk membentuk Gerbang Kemanusiaan Gaza, guna mengirimkan bantuan besar-besaran seperti makanan, air bersih, obat-obatan, dan pasokan penting lainnya bagi mereka yang sangat membutuhkan. "Bantuan kemanusiaan tidak boleh digunakan sebagai alat perang," katanya.

"Apapun pandangan politik kita, satu kebenaran tak terbantahkan: tidak ada orang yang harus menanggung penderitaan yang begitu luar biasa, ditinggalkan dan sendirian. Dunia telah gagal secara politik, tetapi kemanusiaan kita tidak boleh gagal dalam membantu rakyat Gaza," tuturnya.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti

Sumber : WAFA Palestine


TERBARU