> >

Eks Menteri Kabinet Perang Gantz Makin Frontal: Netanyahu dan Kabinetnya Tidak Layak Memimpin

Kompas dunia | 13 Agustus 2024, 17:57 WIB
Mantan anggota Kabinet Perang Israel, Benny Gantz menyatakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan kabinetnya tidak mampu menjalankan tugas mereka, Selasa (13/8/2024). (Sumber: Anadolu)

TEL AVIV, KOMPAS.TV - Mantan anggota Kabinet Perang Israel, Benny Gantz menyatakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan kabinetnya tidak mampu menjalankan tugas mereka di tengah perang yang berkecamuk di Jalur Gaza, Selasa (13/8/2024).

Gantz menyampaikan komentarnya mengenai perselisihan terbaru antara Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, sebagaimana dilaporkan oleh radio lokal FM103.

Menurutnya, perbedaan antara Netanyahu dan Gallant tidak menguntungkan keduanya. 

Gantz, yang juga merupakan kepala partai oposisi National Unity, menyoroti bahwa pemerintahan Netanyahu tidak punya kapasitas untuk mencapai tujuan yang telah mereka tetapkan, yaitu "kemenangan mutlak" atas kelompok Hamas di Gaza, serta pembebasan tawanan Israel yang ditahan di wilayah tersebut. 

Ia juga menegaskan kembali dukungannya terhadap tercapainya kesepakatan dengan pihak Palestina yang memungkinkan pembebasan tawanan Israel di Gaza.

Hari Senin sebelumnya, Netanyahu dan Gallant terlibat dalam saling sindir mengenai perang yang berlangsung di Jalur Gaza.

Gallant menuduh Netanyahu menghalangi kesepakatan pertukaran tawanan dengan Palestina. Sementara itu, Netanyahu menuduh Gallant mengikuti narasi yang bertentangan dengan Israel.

Baca Juga: Netanyahu Bantah Gedung Putih: Palestina Belum Tanggapi Usulan, Gencatan Senjata Masih Jauh

Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant. Mantan anggota Kabinet Perang Israel, Benny Gantz menyatakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan kabinetnya tidak mampu menjalankan tugas mereka, Selasa (13/8/2024). (Sumber: Anadolu)

Pekan lalu, mediator dari Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat (AS) mendesak Israel dan Hamas untuk segera merampungkan rincian kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan tawanan tanpa ada lagi penundaan atau alasan.

Sementara Israel menyatakan akan mengirim delegasi ke pembicaraan tersebut, Hamas menuntut agar para mediator menyajikan rencana untuk menerapkan proposal gencatan senjata yang didukung oleh Presiden AS Joe Biden, yang telah mereka setujui pada 2 Juli lalu.

Perundingan tidak langsung yang dimediasi oleh AS, Qatar, dan Mesir gagal mencapai kesepakatan gencatan senjata permanen karena penolakan Netanyahu terhadap seruan Hamas untuk mengakhiri perang dan mengizinkan kembalinya warga Palestina yang mengungsi ke Gaza utara.

Israel, yang mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, terus menghadapi kecaman internasional akibat serangan brutalnya di Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

Serangan Israel ini telah menewaskan 40.000 orang, kebanyakan perempuan dan anak-anak, serta melukai lebih dari 92.000 orang lainnya, menurut otoritas kesehatan setempat.

Lebih dari sepuluh bulan setelah serangan tersebut, sebagian besar wilayah Gaza kini hancur, dengan blokade yang menghambat pasokan makanan, air bersih, dan obat-obatan.

Israel juga menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional ICJ, yang memerintahkan agar Israel segera menghentikan operasi militernya di kota Rafah, bagian selatan Gaza, tempat lebih dari satu juta warga Palestina berlindung dari perang sebelum daerah tersebut diinvasi pada 6 Mei lalu.

 

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Associated Press


TERBARU