> >

Mahkamah Internasional PBB Kembali Bersidang Malam Ini, Mengadili Serangan Israel di Rafah

Kompas dunia | 16 Mei 2024, 19:49 WIB
Kursi majelis hakim di Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) di Den Haag, Belanda, Rabu, 1 Mei 2024. (Sumber: AP Photo/Peter Dejong)

 

DEN HAAG, KOMPAS.TV - Mahkamah Internasional PBB atau International Court of Justice (ICJ) memulai sidang selama dua hari pada Kamis (16/5/2024) malam WIB, terkait operasi militer Israel ke Rafah di bagian selatan Jalur Gaza.

Sidang tersebut digelar atas permintaan Afrika Selatan yang mendesak agar Mahkamah Internasional memerintahkan Israel menghentikan serangannya ke wilayah yang menjadi tempat mengungsi bagi setengah penduduk Gaza itu.

Ini merupakan kali keempat Afrika Selatan meminta Mahkamah Internasional untuk mengambil tindakan darurat sejak mengajukan kasus yang menuduh Israel melakukan genosida di Gaza.

Afrika Selatan menilai perintah Mahkamah Internasional sebelumnya tidak cukup untuk mengatasi "serangan militer brutal di satu-satunya tempat perlindungan tersisa bagi warga Gaza."

Baca Juga: Pemimpin Hamas Sebut Perundingan Gencatan Senjata Buntu karena Israel: Mereka Pilih Serang Rafah

Israel menuding Rafah sebagai benteng terakhir kelompok perlawanan Palestina, mengabaikan peringatan Amerika Serikat dan sekutu-sekutu lainnya yang menilai operasi besar di kota tersebut akan menjadi bencana bagi warga sipil.

Afrika Selatan meminta ICJ untuk memerintahkan Israel mundur dari Rafah; mengambil langkah untuk memastikan akses tanpa hambatan bagi pejabat PBB, organisasi kemanusiaan, dan jurnalis ke Jalur Gaza; serta melaporkan kembali dalam satu minggu tentang bagaimana pemenuhan atas tuntutan-tuntutan tersebut.

Selama sidang awal tahun ini, Israel membantah melakukan genosida di Gaza dan mengatakan mereka berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari korban sipil dan hanya menargetkan militan Hamas.

Baca Juga: Israel Tolak Resolusi Majelis Umum PBB tentang Keanggotaan Palestina

Israel menuding anggota Hamas bersembunyi di area sipil sehingga membuatnya sulit menghindari korban sipil di Gaza, wilayah di mana sekitar 2,3 juta orang terjebak akibat blokade Israel yang diterapkan sejak 2007.

Pada Januari lalu, majelis hakim Mahkamah Internasional memerintahkan Israel untuk melakukan segala cara yang bisa dilakukan untuk mencegah kematian, kehancuran, dan tindakan genosida di Gaza.

Tetapi panel tersebut tidak memerintahkan penghentian ofensif militer yang telah meluluhlantakkan wilayah Palestina tersebut.

Baca Juga: Israel Ketar-ketir Mahkamah Internasional Akan Perintahkan Penghentian Serangan ke Rafah

Mahkamah Internasional PBB atau International Court of Justice (ICJ) memulai sidang selama dua hari pada Kamis (16/5/2024) malam WIB, terkait operasi militer Israel ke Rafah di bagian selatan Jalur Gaza. (Sumber: International Court of Justice)

Dalam perintah kedua pada Maret, Mahkamah Internasional menyatakan Israel harus mengambil langkah untuk memperbaiki situasi kemanusiaan di Gaza, termasuk membuka lebih banyak perbatasan darat untuk memungkinkan masuknya makanan, air, bahan bakar, dan pasokan lainnya.

Sebagian besar populasi Gaza yang berjumlah 2,3 juta orang telah mengungsi sejak serangan Israel dimulai.

Serangan Israel ke Gaza sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 35.000 orang, sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan.

Ini merupakan serangan besar Israel kelima ke Gaza sejak 2008.

Baca Juga: Palestina Peringati 76 Tahun Nakba di Tengah Pembantaian di Gaza

Israel berdalih serangan terbarunya adalah balasan atas serangan Hamas ke wilayahnya pada 7 Oktober tahun lalu yang menurutnya menewaskan sekitar 1.200 orang. Hamas juga dilaporkan membawa sekitar 250 orang ke Gaza.

Kelompok perlawanan Palestina itu mengatakan para tawanan tersebut akan digunakan dalam pertukaran tahanan dengan Israel, yang menahan ribuan warga Palestina termasuk perempuan dan anak-anak, bahkan sebelum serangan 7 Oktober.

Sementara itu, Afrika Selatan memulai proses hukum ini pada Desember 2023 dan melihatnya sebagai bagian dari identitasnya.

Partai yang berkuasa di Afrika Selatan, Kongres Nasional Afrika (African National Congress/ANC), telah lama membandingkan kebijakan Israel di Gaza dan Tepi Barat yang didudukinya dengan apartheid di Afrika Selatan. Apartheid berakhir pada 1994.

Baca Juga: Apa Itu Nakba? Pembersihan Etnis di Palestina yang Tidak Bermula atau Berakhir pada 1948

Pada Minggu (12/5/2024), Mesir mengumumkan rencananya untuk bergabung dalam kasus yang digulirkan Afrika Selatan.

Kementerian Luar Negeri Mesir mengatakan tindakan militer Israel “merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional, hukum kemanusiaan, dan Konvensi Jenewa Keempat 1949 tentang perlindungan warga sipil selama perang.”

Beberapa negara juga menyatakan niat mereka untuk berpartisipasi, tetapi sejauh ini hanya Libya, Nikaragua, dan Kolombia yang telah mengajukan permintaan resmi.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Associated Press/International Court of Justice


TERBARU