> >

Warga Gaza Korban Serangan Israel Tunjukkan Kekuatan Istimewa saat Berbuka Puasa di Tengah Kelaparan

Kompas dunia | 13 Maret 2024, 07:51 WIB
Randa Baker, yang mengungsi akibat pengeboman Israel di Jalur Gaza, menggantungkan dekorasi dan lentera Ramadan bersama putrinya, memperingati awal bulan suci Ramadhan di tenda kamp darurat di daerah Muwasi, Gaza selatan, 11 Maret , 2024. (Sumber: AP Photo)

Dengan pasokan yang hanya menetes masuk ke wilayah Gaza, kelaparan merajalela. Banyak keluarga hidup dari satu kali makan sehari.

Di utara Gaza yang terisolasi, orang-orang kelaparan, dan banyak dari mereka harus makan pakan hewan. Beberapa orang dewasa hanya makan sekali sehari, menyimpan makanan apa pun yang mereka miliki untuk anak-anak mereka.

Islam memberikan pengecualian bagi beberapa orang dari kewajiban berpuasa. Jika perang berakhir, mereka yang kemudian menjadi mampu berpuasa harus melakukannya, mengganti hari-hari yang terlewatkan, kata Pusat Agama Islam Al-Azhar.

Di sana-sini, warga Palestina berupaya untuk tetap mempertahankan semangat Ramadan.

Baca Juga: Mencekam Jelang Ramadan, Israel Kerahkan Lebih Banyak Polisi di Masjid Al-Aqsa

Randa Baker, kanan, dan keluarganya, yang mengungsi akibat bombardir Israel di Jalur Gaza, berbuka puasa di hari pertama bulan suci Ramadhan di tenda kemah darurat di kawasan Muwasi, Gaza selatan, Maret 11 Agustus 2024. (Sumber: AP Photo)

Di sebuah sekolah yang dipenuhi oleh orang-orang yang mengungsi di Rafah, seorang penyanyi memimpin anak-anak dalam menyanyikan lagu-lagu Ramadan.

Setelah malam tiba, ummat berkumpul di sekitar puing-puing masjid untuk melaksanakan salat tarawih.

Seperti yang lain, Fayqa al-Shahri menggantungkan lampu-lampu meriah di sekitar tendanya di Muwasi dan memberikan lentera-lentera kecil kepada anak-anak, sebuah simbol Ramadan. Dia mengatakan ingin anak-anak itu "menemukan sedikit kegembiraan di tengah situasi depresi mereka."

Tetapi upaya untuk merayakan kegembiraan sebagian besar hilang dalam kesengsaraan dan kelelahan saat Palestina melalui perjuangan harian untuk mencari makanan.

Orang-orang memadati pasar terbuka di Rafah untuk berbelanja barang-barang yang tersedia.

Daging hampir tidak mungkin ditemukan, sayuran dan buah-buahan jarang, dan harga untuk segala sesuatu telah melonjak. Mayoritas, orang-orang hanya bisa makan makanan kaleng.

"Tidak ada seorang pun yang memancarkan binar kebahagiaan dari mata mereka. Semua rumah sedih. Di setiap keluarga ada martir," kata Sabah al-Hendi, seorang perempuan pengungsi dari kota selatan Khan Younis, saat dia berkeliling pasar Rafah. "Suasana Ramadan absen kali ini."

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Associated Press


TERBARU