Bagaimana Kebijakan Luar Negeri RI tentang China dan Asia Pasifik di Era Prabowo? Ini Analisis Pakar
Kompas dunia | 17 Februari 2024, 01:15 WIBTetapi investasi China di beberapa area Indonesia juga mendapat banyak sorotan atas masalah termasuk jumlah besar pekerja China yang terlibat dalam proyek-proyek ini, dampak lingkungan, dan masalah keamanan pekerja, seperti pada kasus pengoperasian pabrik nikel yang dioperasikan oleh China, yang mengalami beberapa kecelakaan dan kematian dalam beberapa tahun terakhir.
Ahmad Rizky Umar, dosen di Sekolah Ilmu Politik dan Studi Internasional di University of Queensland Australia, mengatakan pemeriksaan intensif seperti itu mendorong tim ekonomi Prabowo "untuk mencari sumber investasi lain" guna mendiversifikasi portofolio negara. Namun, ia mencatat selama investasi China tetap kuat, kemungkinan besar akan tetap berlanjut.
Baca Juga: Prabowo Diunggulkan Jadi Presiden Indonesia, Pengamat: Kebijakan Luar Negerinya Sulit Diprediksi
Laut yang Diperebutkan
Satu isu yang pasti dihadapi Prabowo adalah Laut China Selatan, yang hampir seluruhnya diklaim Beijing sebagai miliknya. Namun, dalam perannya sebagai menteri pertahanan, Prabowo menyatakan preferensi untuk menggunakan diplomasi dalam menangani sengketa wilayah antara China dan anggota ASEAN di perairan yang kaya sumber daya tersebut.
Dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan menteri pertahanan ASEAN-China pada tahun 2021, Prabowo mengatakan dialog dan konsultasi berdasarkan saling percaya bisa menyelesaikan semua masalah di perairan yang diperebutkan, dan ia mendukung negosiasi lanjutan mengenai Panduan Perilaku di Laut China Selatan (code of conduct) yang akan menetapkan klaim wilayah dan hak di antara semua pihak.
"Jika Laut China Selatan dikelola dengan baik, itu akan memperkuat kemitraan yang setara dan saling menguntungkan, yang sangat dibutuhkan untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas global," katanya dalam pernyataan itu.
Namun, ketika topik Laut China Selatan dibahas selama debat presiden pada bulan Januari, Prabowo menekankan Indonesia perlu memperkuat kemampuan pertahanan maritimnya agar dapat membela diri di Laut Natuna Utara.
Segmen yang diklaim China secara sepihak tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif Indonesia di dekat Kepulauan Natuna, dan China mengeklaim hak perikanan di perairan tersebut, hingga menyebabkan beberapa insiden bentrok di masa lalu.
Pembicaraan Prabowo mengenai peningkatan pertahanan maritim menunjukkan ia mungkin lebih tegas dalam menegakkan kedaulatan Indonesia di bagian tersebut dari lautan.
"Saya tidak melihat Prabowo akan memprovokasi perkelahian, tetapi akan menarik untuk melihat apa yang terjadi jika ada insiden lain [di Natuna], yang hampir pasti akan terjadi," kata Pepinsky dari Cornell.
Manifesto kampanye Prabowo juga menggambarkan Laut China Selatan sebagai tantangan strategis bagi Jakarta, dan konflik masa depan antara AS dan China atas jalur perairan yang diperebutkan tersebut seharusnya diantisipasi untuk meminimalkan potensi ancaman terhadap Indonesia.
Baca Juga: Media Asing Ramai Beritakan Prabowo Unggul di Pilpres 2024: Winter is Coming
Minimasi tersebut mungkin datang dalam bentuk diplomasi lebih lanjut. Pepinsky menyarankan jika China terus menyajikan tantangan strategis bagi tetangga Indonesia di Laut China Selatan, Prabowo mungkin akan mencoba berperan lebih "penuh perdamaian".
"Ia akan bersemangat untuk dilihat sebagai tipe orang yang dapat duduk bersama Xi Jinping atau kepala negara China lainnya," katanya.
Tentang kebijakan luar negeri secara umum, Umar dari University of Queensland mengatakan Prabowo ingin mengambil peran internasional yang lebih proaktif daripada pendahulunya.
Sebagai contoh, pada dialog keamanan di Singapura bulan Juni, Prabowo keluar dari skrip ketika mengusulkan perdamaian untuk perang di Ukraina tanpa berkonsultasi dengan Jokowi. Ukraina menggambarkan proposal Prabowo, yang mencakup referendum tentang wilayah yang diperebutkan, sebagai "rencana Rusia".
Umar juga berpendapat Prabowo ingin "memperkuat hubungan dengan AS di tingkat pertahanan, terutama dalam konteks Laut China Selatan". Seperti banyak jenderal Indonesia, Prabowo mendapatkan pengalaman luas di Barat sebagai bagian dari pelatihan militernya.
Ia menerima sebagian pendidikannya di Fort Bragg AS, sekarang disebut Fort Liberty, serta di Jerman, menggambarkan hubungan Indonesia selama puluhan tahun dengan AS dalam hal pertahanan, sesuatu yang tidak akan segera diulangi oleh China.
"Prabowo akan menjaga keseimbangan [dalam persaingan AS-China yang meningkat] dengan membangun hubungan yang lebih kuat dengan AS di sektor pertahanan, terutama dalam konteks modernisasi peralatan pertahanan Indonesia," kata Umar.
Memang, sesuatu yang sering dibicarakan oleh mantan jenderal tersebut, baik sebagai politisi maupun menteri pertahanan, adalah pentingnya memperkuat kekuatan militer Indonesia, menjadikannya negara yang kuat dan mampu membela kepentingannya sendiri.
Tetap menjadi tanda tanya apakah kepentingan yang diprioritaskan selama masa jabatannya sejalan atau bertentangan dengan kepentingan China.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : South China Morning Post