Bos Uni Eropa Tegur Israel, Tingginya Kematian dan Kerusakan di Gaza Tidak Bikin Israel Lebih Aman
Kompas dunia | 23 Januari 2024, 15:33 WIBBRUSSELS, KOMPAS.TV - Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell menegaskan bahwa peningkatan jumlah kematian dan kerusakan yang lebih besar di Gaza tidak akan memberikan keamanan lebih bagi Israel, Senin (22/1/2024).
Pernyataan ini diungkapkan usai pertemuan Dewan Menteri Luar Negeri di Brussels, di mana Borrell memimpin pertemuan tersebut, mengumpulkan menteri luar negeri dari Uni Eropa serta tamu dari negara-negara Timur Tengah.
Dalam kaitannya dengan situasi tersebut, Borrell menyatakan, "Saya pikir lebih banyak kematian, lebih banyak kerusakan, lebih banyak kesulitan bagi rakyat Gaza, bagi rakyat Palestina, tidak akan membantu mengalahkan Hamas, atau ideologinya. Ini tidak akan membawa keamanan lebih banyak bagi Israel," seperti dilaporkan oleh Anadolu, Selasa (23/1/2024).
Dia mengajak Uni Eropa untuk bekerja menuju solusi yang berkelanjutan dan tahan lama. Borrell menambahkan, semua peserta setuju untuk mendukung UNRWA, Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina.
Borrell juga mengecam situasi kemanusiaan yang sangat buruk di Gaza dan menambahkan Uni Eropa terus bekerja untuk menerapkan sanksi terhadap para pemukim Israel ekstremis yang melakukan serangan terhadap warga Palestina di Tepi Barat.
"Saya pikir kita tidak boleh lagi berbicara tentang proses perdamaian di Timur Tengah. Saya pikir kita seharusnya mulai berbicara secara khusus tentang proses implementasi solusi dua negara," kata perwakilan Uni Eropa.
Borrel mencatat posisi bersama Uni Eropa saat ini adalah jeda kemanusiaan. "Belum ada keseragaman, tidak ada kesepakatan di tingkat Dewan Eropa untuk mendukung gencatan senjata."
Dalam pertemuan tersebut, menteri luar negeri Uni Eropa berpendapat bahwa pembentukan negara Palestina adalah satu-satunya cara yang kredibel untuk mencapai perdamaian di Timur Tengah. Mereka juga menyatakan keprihatinan terhadap penolakan ide tersebut oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Baca Juga: Uni Eropa: Palestina Merdeka Jalan Perdamaian di Timur Tengah, Penolakan Netanyahu Mengkhawatirkan
"Pernyataan Benjamin Netanyahu mengkhawatirkan. Akan ada kebutuhan untuk negara Palestina berdaulat dengan jaminan keamanan bagi semua," kata Menteri Urusan Luar Negeri Prancis, Stephane Sejourne, kepada wartawan di Brussels, di mana para menteri berkumpul untuk membahas perang di Gaza.
Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, dan rekan sejawat Palestina, Riad Malki, juga hadir di ibu kota Belgia untuk pembicaraan tersebut. Isu masa depan Gaza telah mempertemukan Israel dengan Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutunya di dunia Arab yang berusaha memediasi untuk mengakhiri pertempuran di wilayah Palestina yang terkepung.
Menteri Israel menolak memberikan tanggapan saat ditanya tentang kemungkinan pendirian negara Palestina. Sambil memperlihatkan gambar tawanan Israel, dia mengatakan bahwa dia datang untuk mencari dukungan bagi kampanye Israel untuk membongkar Hamas.
"Kami harus mengembalikan keamanan kami. Prajurit kami bertempur dalam kondisi yang sangat sulit," kata Katz kepada wartawan, menekankan tujuan pemerintah Israel untuk mengembalikan tawanan dan mengembalikan keamanan bagi warganya.
Menteri Uni Eropa mengadakan pertukaran informasi informal terpisah dengan menteri dan perwakilan dari berbagai negara, termasuk Menteri Urusan Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba, Sekretaris Jenderal Liga Negara Arab Ahmed Aboul Gheit, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud, Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry, Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi, dan Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki.
Israel telah melancarkan serangan udara dan darat tanpa henti ke Jalur Gaza sejak serangan lintas perbatasan oleh Hamas yang menurut Tel Aviv menewaskan 1.200 orang.
Setidaknya 25.295 warga Palestina sejak itu telah tewas, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan 63.000 terluka, menurut otoritas kesehatan Palestina.
Serangan Israel telah membuat 85% dari populasi Gaza mengungsi secara internal di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan, sementara 60% dari infrastruktur enklaf tersebut rusak atau hancur, menurut PBB.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Anadolu / Associated Press