Hampir 20.000 Bayi Lahir di Neraka Perang Gaza Dalam Kondisi Memilukan, Mati Satu Tumbuh Seribu
Kompas dunia | 20 Januari 2024, 07:17 WIBJENEWA, KOMPAS.TV - Perserikatan Bangsa-Bangsa hari Jumat, (19/1/2024) menyatakan hampir 20.000 bayi lahir dalam kondisi "di luar nalar" di Gaza sejak perang meletus lebih dari tiga bulan yang lalu.
Juru bicara Tess Ingram, yang baru saja pulang dari kunjungan ke Jalur Gaza, menggambarkan ibu-ibu yang meninggal karena kehabisan darah dan seorang perawat yang melakukan operasi caesar darurat pada enam perempuan yang sudah meninggal, seperti laporan Straits Times, Jumat, (19/1/2024).
Hampir 20.000 bayi lahir selama perang yang dimulai setelah serangan Hamas di dalam Israel pada 7 Oktober, menurut Badan PBB untuk anak-anak UNICEF.
"Itu artinya ada bayi yang lahir ke dalam neraka perang mengerikan ini setiap 10 menit," kata Ingram kepada wartawan di Jenewa melalui video link dari Oman.
"Menjadi seorang ibu seharusnya menjadi saat untuk merayakan," kata juru bicara PBB Tess Ingram, "Di Gaza, itu adalah anak lain yang lahir ke dalam neraka."
Masalah akses bantuan yang kronis menyebabkan operasi caesar dilakukan tanpa anestesi, sementara perempuan lain tidak dapat melahirkan bayi mereka yang meninggal karena staf medis kewalahan, kata badan PBB tersebut.
Ingram menekankan perlunya tindakan internasional segera, "Melihat bayi baru lahir menderita, sementara beberapa ibu meninggal karena kehilangan darah, seharusnya membuat kita semua tidak bisa tidur," katanya.
Baca Juga: Hamas Diperingatkan, Israel Kemungkinan Pasang Pelacak di Obat-obatan untuk Sandera Israel di Gaza
Serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 menyebabkan kematian sekitar 1.140 orang di Israel, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil, menurut perhitungan berdasarkan angka resmi seperti laporan Straits Times.
Israel bersumpah untuk "menghancurkan" Hamas sebagai tanggapan atas serangan tersebut.
Serangannya yang tanpa henti, baik udara maupun darat, telah membunuh dan membantai setidaknya 24.762 warga Palestina, sekitar 70 persen dari mereka adalah perempuan, anak-anak, dan remaja, menurut data dari kementerian kesehatan yang dikelola oleh Hamas.
Ingram menggambarkan pertemuan "menghancurkan hati" dengan banyak perempuan yang terjebak dalam kekacauan.
Seorang perempuan, Mashael, sedang hamil ketika rumahnya terkena serangan dan suaminya terkubur di bawah reruntuhan selama beberapa hari, dan bayinya berhenti bergerak.
"Ia mengatakan sekarang, sekitar sebulan kemudian, bahwa bayinya sudah mati," kata Ingram. Namun, tambahnya, "Dia masih menunggu perawatan medis."
Mashael mengatakan padanya bahwa "sebaiknya bayi tidak dilahirkan ke dalam mimpi buruk ini," katanya.
Baca Juga: Penyintas Genosida Srebrenica Bosnia Desak Mahkamah Internasional Hentikan Kejahatan Israel di Gaza
Ingram juga bercerita tentang seorang perawat bernama Webda, yang mengatakan ia telah melakukan operasi caesar darurat pada enam wanita yang sudah meninggal dalam delapan minggu terakhir.
"Ibu menghadapi tantangan yang tak terbayangkan dalam mengakses perawatan medis yang memadai, nutrisi, dan perlindungan sebelum, selama, dan setelah melahirkan," kata Ingram.
"Situasi perempuan hamil dan bayi baru lahir di Jalur Gaza di luar nalar, dan ini memerlukan tindakan intensif dan segera."
Ingram menyoroti bahwa Rumah Sakit Emirati di Rafah kini melayani sebagian besar wanita hamil di Gaza, "Bertarung dengan kondisi penuh sesak dan sumber daya yang terbatas, staf terpaksa mengeluarkan ibu dalam waktu tiga jam setelah operasi caesar," katanya.
"Kondisi ini membuat ibu berisiko mengalami keguguran, kelahiran mati, persalinan prematur, kematian ibu, dan trauma emosional."
Perempuan hamil dan menyusui serta bayi hidup dalam kondisi "tidak manusiawi," termasuk tempat penampungan darurat, dengan gizi buruk dan air yang tidak aman, tambah Ingram, yang "mengancam sekitar 135.000 anak di bawah usia dua tahun dengan risiko malnutrisi parah."
"Kemanusiaan tidak dapat membiarkan versi normal yang terdistorsi ini berlangsung lebih lama. Ibu dan bayi baru lahir membutuhkan gencatan senjata kemanusiaan," ujarnya.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Straits Times / United Nations