Hampir 20.000 Bayi Lahir di Neraka Perang Gaza Dalam Kondisi Memilukan, Mati Satu Tumbuh Seribu
Kompas dunia | 20 Januari 2024, 07:17 WIBIngram menggambarkan pertemuan "menghancurkan hati" dengan banyak perempuan yang terjebak dalam kekacauan.
Seorang perempuan, Mashael, sedang hamil ketika rumahnya terkena serangan dan suaminya terkubur di bawah reruntuhan selama beberapa hari, dan bayinya berhenti bergerak.
"Ia mengatakan sekarang, sekitar sebulan kemudian, bahwa bayinya sudah mati," kata Ingram. Namun, tambahnya, "Dia masih menunggu perawatan medis."
Mashael mengatakan padanya bahwa "sebaiknya bayi tidak dilahirkan ke dalam mimpi buruk ini," katanya.
Baca Juga: Penyintas Genosida Srebrenica Bosnia Desak Mahkamah Internasional Hentikan Kejahatan Israel di Gaza
Ingram juga bercerita tentang seorang perawat bernama Webda, yang mengatakan ia telah melakukan operasi caesar darurat pada enam wanita yang sudah meninggal dalam delapan minggu terakhir.
"Ibu menghadapi tantangan yang tak terbayangkan dalam mengakses perawatan medis yang memadai, nutrisi, dan perlindungan sebelum, selama, dan setelah melahirkan," kata Ingram.
"Situasi perempuan hamil dan bayi baru lahir di Jalur Gaza di luar nalar, dan ini memerlukan tindakan intensif dan segera."
Ingram menyoroti bahwa Rumah Sakit Emirati di Rafah kini melayani sebagian besar wanita hamil di Gaza, "Bertarung dengan kondisi penuh sesak dan sumber daya yang terbatas, staf terpaksa mengeluarkan ibu dalam waktu tiga jam setelah operasi caesar," katanya.
"Kondisi ini membuat ibu berisiko mengalami keguguran, kelahiran mati, persalinan prematur, kematian ibu, dan trauma emosional."
Perempuan hamil dan menyusui serta bayi hidup dalam kondisi "tidak manusiawi," termasuk tempat penampungan darurat, dengan gizi buruk dan air yang tidak aman, tambah Ingram, yang "mengancam sekitar 135.000 anak di bawah usia dua tahun dengan risiko malnutrisi parah."
"Kemanusiaan tidak dapat membiarkan versi normal yang terdistorsi ini berlangsung lebih lama. Ibu dan bayi baru lahir membutuhkan gencatan senjata kemanusiaan," ujarnya.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Straits Times / United Nations