AS dan Israel Makin Tegang, Gedung Putih Tegaskan Solusi Dua Negara Tetap Jalan Keluar Satu-satunya
Kompas dunia | 19 Januari 2024, 14:31 WIBWASHINGTON, KOMPAS TV - Gedung Putih hari Kamis, (18/1/2024) menegaskan komitmen Presiden Joe Biden terhadap solusi dua negara dalam konflik Israel-Palestina setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, menyatakan penolakan terhadap adanya negara Palestina.
"Tidak ada yang berubah mengenai keinginan Presiden Biden bahwa solusi dua negara benar-benar dalam kepentingan terbaik tidak hanya bagi rakyat Israel tetapi tentu saja, rakyat Palestina," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional, John Kirby, kepada wartawan di atas Air Force One, hari Kamis, (18/1/2024), "Sebenarnya, ini dalam kepentingan terbaik bagi wilayah ini."
Kirby mengatakan AS tidak akan berhenti bekerja menuju tujuan tersebut, seperti laporan Anadolu, Jumat, (19/1/2024).
"Dan ini bukanlah komentar baru oleh Perdana Menteri Netanyahu. Tentu saja, kami melihatnya dengan cara yang berbeda. Kami percaya Palestina memiliki hak untuk hidup dalam negara yang merdeka dengan perdamaian dan keamanan," kata Kirby.
Juru bicara tersebut mengatakan AS saat ini fokus untuk memastikan Israel punya dukungan yang diperlukan untuk membela diri dari Hamas dan bantuan kemanusiaan terus mencapai orang-orang yang membutuhkan di Gaza.
"Tetapi akan ada Gaza pasca-konflik. Dan kami sangat jelas tentang bagaimana kami ingin melihatnya. Kami menginginkan pemerintahan di Gaza yang mencerminkan aspirasi rakyat Palestina. Mereka memiliki suara dan pemilihan, dan ... tidak ada pendudukan ulang atas Gaza," kata Kirby.
Netanyahu sebelumnya mengatakan, ia memberitahu AS bahwa Israel menentang pendirian negara Palestina sebagai bagian dari skenario pasca perang.
Perdana Menteri Israel berjanji untuk melanjutkan kampanye militer sampai Israel mencapai kemenangan mutlak melawan Hamas, sesuatu yang banyak analis katakan tidak mungkin.
Baca Juga: Netanyahu Kian Bertingkah, Tolak Upaya AS agar Negara Palestina Berdiri usai Perang di Gaza
Kementerian luar negeri AS hari Kamis, (18/1/2024) menjabarkan bahwa "tidak ada cara" untuk mengatasi tantangan jangka panjang dan pendek Israel tanpa adanya negara Palestina.
"Tidak ada cara untuk mengatasi tantangan jangka panjang mereka untuk memberikan keamanan yang berkelanjutan, dan tidak ada cara untuk mengatasi tantangan jangka pendek untuk membangun kembali Gaza dan membentuk pemerintahan di Gaza serta memberikan keamanan bagi Gaza tanpa pendirian negara Palestina," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, kepada wartawan.
"Ini jelas akan menjadi pembicaraan," kata Miller. "Kami telah melakukan pembicaraan langsung dengan dia, dan sekarang kami sedang melakukan pembicaraan publik juga."
"Ada peluang bersejarah yang dimiliki Israel untuk menghadapi tantangan yang telah dihadapinya sejak pendiriannya, dan kami berharap negara itu akan memanfaatkan peluang itu," kata Miller.
"Tanpa jalur nyata menuju pendirian negara Palestina, tidak ada mitra lain di wilayah ini yang akan maju dan membantu dengan rekonstruksi Gaza," ujarnya.
Merujuk pada pertanyaan mengenai apakah dukungan AS terhadap Israel berisiko, Miller mengatakan, "Dukungan kami terhadap Israel tetap kokoh. Tetapi itu tidak berarti bahwa tidak ada perbedaan antara kedua negara, dan tidak akan ada perbedaan di masa depan antara kedua negara kami."
Perdana Menteri Benyamin Netanyahu hari Kamis, (18/1/2024), menolak seruan Amerika Serikat untuk mengurangi intensitas serangan militer Israel di Jalur Gaza atau mengambil langkah-langkah menuju pendirian negara Palestina setelah perang, yang langsung mendapat teguran dari Gedung Putih.
Pertukaran pendapat tegang itu mencerminkan kesenjangan yang luas antara kedua sekutu tersebut mengenai cakupan perang Israel dan rencananya untuk masa depan wilayah yang terbelit masalah ini.
Baca Juga: Menteri Ultranasionalis Ingin Israel Duduki Jalur Gaza, Sanjung Aksi Pasukan IDF
"Kami jelas melihatnya dengan cara yang berbeda," kata juru bicara keamanan nasional Gedung Putih, John Kirby.
Netanyahu berbicara hanya sehari setelah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, mengatakan bahwa Israel tidak akan pernah memiliki "keamanan yang nyata" tanpa jalan menuju kemerdekaan Palestina. Pekan ini, Gedung Putih juga mengumumkan bahwa saatnya tepat bagi Israel untuk mengurangi intensitas serangan militer menghancurkan di Gaza.
Dalam konferensi pers yang disiarkan secara nasional, Netanyahu menunjukkan sikap tegas, berkali-kali menyatakan bahwa Israel tidak akan menghentikan serangannya sampai mencapai tujuannya menghancurkan kelompok Hamas di Gaza dan membawa pulang semua tawanan yang masih ditahan oleh Hamas, seperti laporan Associated Press, Jumat. (19/1/2024).
Ia menolak klaim dari sejumlah pengkritik Israel yang semakin bertambah bahwa tujuan-tujuan tersebut tidak dapat dicapai, berjanji untuk terus melanjutkan selama beberapa bulan ke depan, "Kami tidak akan menerima apa pun selain kemenangan mutlak," kata Netanyahu.
Biaya perang yang melonjak telah menimbulkan seruan meningkat dari komunitas internasional untuk menghentikan serangan ini.
Setelah awalnya memberikan dukungan penuh kepada Israel di awal perang, Amerika Serikat, sekutu terdekat Israel, mulai mengungkapkan keraguan dan mendorong Netanyahu untuk menjelaskan visinya mengenai Gaza pasca-perang.
Amerika Serikat mengatakan Otoritas Palestina yang diakui secara internasional, yang mengelola wilayah semi-otonom di Tepi Barat yang diduduki Israel, harus "diberdayakan kembali" dan kembali ke Gaza. Hamas menggulingkan otoritas dari Gaza pada tahun 2007.
AS juga telah menyerukan langkah-langkah menuju pendirian negara Palestina. Palestina menginginkan Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur untuk negaranya. Wilayah-wilayah tersebut diduduki Israel tahun 1967.
Baca Juga: Israel Akui Hamas Belum Kalah, Pembicaraan Gaza Tanpa Kelompok Perlawanan Palestina Terlalu Cepat
Berbicara pada Rabu di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, Blinken mengatakan solusi dua negara adalah cara terbaik untuk melindungi Israel, menyatukan negara-negara Arab moderat, dan mengisolasi musuh bebuyutan Israel, Iran.
Tanpa "jalur menuju negara Palestina," kata dia, Israel tidak akan mendapatkan "keamanan yang nyata."
Pada konferensi yang sama, menteri luar negeri Arab Saudi mengatakan kerajaan tersebut siap untuk menjalin hubungan penuh dengan Israel sebagai bagian dari kesepakatan politik yang lebih besar, "Tetapi itu hanya dapat terjadi melalui perdamaian bagi Palestina, melalui negara Palestina," katanya.
Netanyahu, yang memimpin pemerintahan sayap kanan yang menentang kemerdekaan Palestina, mengulangi penolakannya terhadap solusi dua negara. Ia mengatakan negara Palestina akan menjadi landasan peluncuran untuk serangan terhadap Israel.
Ia mengatakan Israel "harus memiliki kendali keamanan atas seluruh wilayah barat Sungai Yordan," seraya menambahkan, "Itu bertentangan dengan ide kedaulatan. Apa yang bisa kita lakukan?"
"Kebenaran ini saya katakan kepada teman-teman Amerika kami, dan saya menghentikan upaya untuk memaksa kami ke realitas yang akan membahayakan negara Israel," katanya.
Para komentator mulai mempertanyakan apakah tujuan Netanyahu realistis, mengingat lambatnya laju serangan dan kritik internasional yang semakin meningkat, termasuk tuduhan genosida di Pengadilan Dunia PBB, yang secara tegas ditolak oleh Israel.
Lawan-lawan Netanyahu menuduhnya menunda pembahasan skenario pasca-perang untuk menghindari penyelidikan kegagalan pemerintah Israel mencegah serangan Hamas, menjaga koalisinya tetap utuh, dan menunda pemilihan umum. Survei menunjukkan popularitas Netanyahu, yang sedang diadili atas tuduhan korupsi, anjlok tajam selama perang ini.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Anadolu / Associated Press