Sejarah Konflik Israel-Palestina: Perang 6 Hari Naksa dan Intifada Pertama yang Lahirkan Hamas (II)
Kompas dunia | 12 Oktober 2023, 09:05 WIBProtes menyebar dengan cepat ke Tepi Barat. Para pemuda Palestina melemparkan batu ke tank-tank dan tentara Israel.
Peristiwa ini kemudian memunculkan berdirinya gerakan Hamas, sebuah cabang dari Ikhwanul Muslimin yang terlibat dalam perlawanan bersenjata melawan pendudukan Israel.
Respons keras tentara Israel dirangkum dalam kebijakan "Patahkan Tulang Mereka” yang diperintahkan oleh Menteri Pertahanan saat itu, Yitzhak Rabin.
Aksi ini mencakup berbagai pembunuhan, penutupan universitas, deportasi aktivis, dan penghancuran rumah-rumah penduduk Palestina.
Intifada ini merupakan gerakan yang banyak dilakukan oleh kaum muda dan diarahkan oleh Kepemimpinan Nasional Terpadu Pemberontakan, sebuah koalisi faksi politik Palestina yang berkomitmen untuk mengakhiri pendudukan Israel dan membangun kemerdekaan Palestina.
Pada tahun 1988, Liga Arab mengakui PLO sebagai satu-satunya perwakilan rakyat Palestina.
Intifada dimulai dengan mobilisasi rakyat, protes massal, pembangkangan sipil, pemogokan yang terorganisir dengan baik, dan kerja sama komunal.
Baca Juga: Israel Tingkatkan Serangan di Gaza, YPSP Peringatkan Bencana Kemanusiaan Ancam Rakyat Palestina
Menurut organisasi hak asasi manusia Israel, B'Tselem, 1.070 warga Palestina dibunuh oleh pasukan Israel selama Intifada, termasuk 237 anak-anak.
Selain itu, setidaknya lebih dari 175.000 warga Palestina ditangkap. Pecahnya Intifada ini lantas mendorong komunitas internasional untuk mencari solusi atas konflik tersebut.
Intifada Pertama ini kemudian berakhir dengan penandatanganan Perjanjian Oslo pada tahun 1993.
Otoritas Palestina (PA), sebuah pemerintahan sementara yang diberikan pemerintahan mandiri terbatas di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Jalur Gaza, juga dibentuk.
PLO mengakui Israel berdasarkan solusi dua negara dan secara efektif meneken perjanjian yang memberi Israel kendali atas 60 persen Tepi Barat, serta sebagian besar sumber daya tanah dan air di wilayah tersebut.
Sementara, PA seharusnya menjadi pemerintah Palestina terpilih pertama yang menjalankan negara merdeka di Tepi Barat dan Jalur Gaza dengan ibu kotanya di Yerusalem Timur. Namun, hal tersebut tidak pernah terjadi.
PA dianggap sebagai subkontraktor korup bagi pendudukan Israel yang bekerja sama erat dengan militer Israel dalam menekan perbedaan pendapat dan aktivisme politik melawan Israel.
Pada tahun 1995, Israel membangun pagar elektronik dan tembok beton di sekitar Jalur Gaza guna menghentikan interaksi dan komunikasi antara wilayah Palestina yang terpecah.
Baca Juga: Pembangkit Listrik Gaza Terancam Berhenti Beroperasi karena Blokade, Palestina: Pembunuhan Massal
Penulis : Rizky L Pratama Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV/Al Jazeera/Associated Press