Apa Itu Teknologi Rudal Bahan Bakar Padat dan Kenapa Korea Utara Mengembangkannya untuk Rudal Nuklir
Kompas dunia | 15 April 2023, 02:30 WIBSEOUL, KOMPAS.TV - Korea Utara mengeklaim berhasil menguji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) baru dengan bahan bakar padat, yang merupakan penggunaan pertama kali dari propelan ini pada proyektil jarak jauh.
Namun, apa sebenarnya rudal berbahan bakar padat dan mengapa hal ini penting untuk dimiliki Korea Utara? Simak laporannya seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat (14/4/2023).
Apa itu teknologi bahan bakar padat?
Bahan bakar padat adalah campuran bahan bakar dan oksidator. Bubuk logam seperti aluminium sering digunakan sebagai bahan bakar, dan ammonium perchlorate atau garam asam perchloric dan amonia, adalah oksidator paling umum.
Bahan bakar dan oksidator diikat bersama oleh bahan karet yang keras dan dipadatkan ke dalam sebuah casing logam.
Saat bahan bakar padat terbakar, oksigen dari ammonium perchlorate bergabung dengan aluminium untuk menghasilkan jumlah energi yang besar dan suhu lebih dari 5.000 derajat Fahrenheit (2.760 derajat Celsius), menciptakan dorongan dan mengangkat peluru kendali dari landasan peluncuran.
Baca Juga: Korut Uji Coba Rudal Berbahan Bakar Padat, Diduga Senjata Terkuat yang Mereka Miliki
Apa keuntungan dari teknologi bahan bakar padat pada roket atau rudal?
Bahan bakar padat bersifat padat dan terbakar dengan cukup cepat, menghasilkan dorongan dalam waktu singkat. Secara terpisah, dapat tetap disimpan dalam waktu yang lama tanpa degradasi atau kerusakan, yang mana merupakan masalah umum dengan bahan bakar cair.
Vann Van Diepen, mantan ahli senjata pemerintah Amerika Serikat (AS) yang sekarang bekerja dengan proyek pemantauan Korea Utara yang berbasis di Washington, 38 North, mengatakan bahwa misil bahan bakar padat lebih mudah dan aman untuk dioperasikan. Mereka juga membutuhkan dukungan logistik yang lebih sedikit, menjadikannya lebih sulit dideteksi dan lebih mampu bertahan daripada senjata bahan bakar cair.
Menurut Joseph Dempsey, seorang peneliti di Institut Internasional untuk Studi Strategis, salah satu keuntungan utama adalah bahwa misil bahan bakar padat dapat "diisi bahan bakar dari titik pembuatan".
"Oleh karena itu, mereka memungkinkan operator untuk mempertahankan tingkat kesiapan yang tinggi dan potensi untuk diluncurkan dalam hitungan menit," tulis Dempsey dalam analisisnya awal tahun ini.
Sebaliknya, ICBM berbahan bakar cair harus mengalami proses pengisian bahan bakar sebelum diluncurkan, kata Dempsey. Itu bisa memakan waktu berjam-jam, memberikan waktu bagi musuh untuk mengidentifikasi, bereaksi, dan menetralkannya sebelum diluncurkan.
Baca Juga: Gelar Uji Coba, Jangkauan Tembakan Rudal Milik Korut Capai 990 Km Dalam Ketinggian 5.700 Km!
Apa Selanjutnya?
Kementerian Pertahanan Korea Selatan mencoba merendahkan pengujian ini, mengatakan bahwa Korea Utara akan membutuhkan "waktu dan usaha ekstra" untuk menguasai teknologi ini.
Ankit Panda, seorang fellow senior di Carnegie Endowment for International Peace yang berbasis AS, mengatakan bahwa Korea Utara dapat menghadapi kesulitan memastikan agar rudal besar ini tidak hancur ketika diameter pendorong menjadi lebih besar.
Meskipun Hwasong-18 mungkin tidak akan menjadi "pengubah permainan", katanya, kemungkinan akan mempersulit perhitungan AS dan sekutunya selama konflik.
"Penting bagi AS dan sekutunya untuk mengurangi risiko penggunaan nuklir dan eskalasi yang berasal dari kepemilikan senjata ini oleh Korea Utara," ujar Panda.
Setelah peluncuran Korea Utara pada Jumat, Korea Selatan dan AS melakukan latihan udara bersama yang melibatkan pembom B-52 AS.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Al Jazeera