> >

Pengakuan Eks Tentara Jepang: Kekerasan Seksual Jadi 'Keseharian' di Militer, Tuntut JSDF Bertindak

Kompas dunia | 19 Desember 2022, 23:05 WIB
Ilustrasi. Kapal induk pengangkut helikopter milik Angkatan Pertahanan Diri Maritim Jepang, JS Izumo (depan), dan kapal-kapal perang lainnya ambil bagian dalam sebuah peninjauan kembali oleh sebuah armada internasional di Teluk Sagami di sebelah selatan Tokyo, Minggu 6 November 2022. (Sumber: Kyodo News via AP)

TOKYO, KOMPAS.TV - Seorang mantan tentara perempuan Jepang menyebut kekerasan seksual sudah menjadi "bagian komunikasi sehari-hari" di unit militernya. Mantan tentara itu menuntut otoritas terkait untuk menginvestigasi kasus pelecehannya di Pasukan Bela Diri Jepang (JSDF).

Mantan tentara itu, Rina Gonoi sempat melayangkan kasus itu ke Kementerian Pertahanan Jepang pada akhir 2021 lalu. Namun, militer Jepang memutuskan untuk tidak menindaklanjutinya.

Pada 2022, Gonoi meminta militer Jepang untuk menggelar investigasi atas kasusnya. Ia mengaku terpaksa mundur dari militer usai mengalami kekerasan seksual berkali-kali oleh sejumlah kolega laki-laki.

Baca Juga: Jepang Pilih Kata 'Perang' sebagai Huruf Kanji Tahun Ini untuk Rangkum 2022, Ini Alasannya

Militer Jepang sendiri telah mengakui secara terbuka sejumlah kasus yang dilaporkan Gonoi dan mengajukan permohonan maaf pada September 2022 lalu. Militer Jepang juga memecat lima tentara dan menghukum empat lainnya.

Di lain sisi, Kementerian Pertahanan Jepang mengumumkan investigasi organisasional interim yang menemukan lebih dari 100 komplain serupa dengan Gonoi dan kekerasan seksual yang berjumlah lebih dari 1.400 kasus.

Pada Senin (19/12/2022), Gonoi, sembari mengakui bahwa hukuman pada para pelaku terkait kasusnya "layak", menuntut militer Jepang mengadili mereka yang membiarkan pelecehan terjadi.

"Di unit tempat saya, pelecehan seksual begitu merajalela, itu dilakukan seolah telah menjadi bagian komunikasi sehari-hari dan ada semacam kehilangan sensitivitas," kata Gonoi dikutip Associated Press.

Gonoi pertama ditugaskan di unit militer Fukushima pada April 2020. Ia mengaku segera dijadikan target pelecehan seksual oleh kolega laki-laki.

Menurut Gonoi, senior laki-laki berulangkali menanyakan ukuran payudara, tiba-tiba memeluknya di lorong, dan membuat kontak fisik yang tak perlu.

Kata Gonoi, pada Juli 2021, dalam sebuah tenda di tempat latihan, payudaranya disentuh oleh senior yang juga memaksanya untuk menyentuh bagian privat laki-laki.

Kemudian, pada April 2021, Gonoi mengaku senior di unitnya mendesakkan bagian bawah tubuh mereka kepadanya dengan gestur seolah berhubungan seks.

Mereka memaksa Gonoi melebarkan kaki sembari dilihat dan ditertawakan lebih dari 10 laki-laki lain. Kata Gonoi, tidak ada kolega yang mencoba menghentikan pelecehan itu.

Aduan tentang kekerasan seksual di Jepang sendiri cenderung diabaikan. Menurut survei kesetaraan gender oleh Forum Ekonomi Dunia pada 2022, Jepang menempati peringkat 116 dari 146 negara yang disurvei.

Problem kekerasan seksual meluas di militer pun membuat kalangan pakar berpendapat JSDF bisa mengalami kekurangan personel lebih parah di tengah risiko yang meningkat di kawasan.

"Sebelum merekrut lebih banyak perempuan, saya ingin Pasukan Bela Diri (Jepang) untuk menciptakan lingkungan yang bisa menghapus pelecehan seksual," kata Gonoi.

Baca Juga: Aktivis Sebut Relasi Kuasa Putri Candrawati dan Yosua Jadi Alasan Keraguan Adanya Kekerasan Seksual


 

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Associated Press


TERBARU