Kisah Pekerja Pesan Antar Bermotor di China saat Lockdown Covid: Lelah Jiwa Raga, Pulang Tidak Bisa
Kompas dunia | 28 November 2022, 14:39 WIB
BEIJING, KOMPAS.TV – Malang tak dapat ditikung, mujur tak dapat dicegat. Begitulah kira-kira nasib pekerja jasa pesan antar bermotor di China di tengah maraknya penguncian wilayah karena merebaknya kasus Covid-19.
Sudah beban kerja besar, bayaran kecil, dan benar-benar muak, kini masalah Wang semakin runyam saat pihak berwenang tiba-tiba mengunci (lockdown) blok apartemen sewaannya di Beijing awal bulan ini.
Seperti dilaporkan France24, Senin (28/11/2022), para pejabat di Beijing menggandakan kebijakan nol-Covid yang khas negara itu dalam beberapa pekan terakhir.
Beijing merupakan salah satu dari serangkaian kota di China yang memberlakukan penguncian wilayah besar-besaran, melaksanakan tes massal, dan menerapkan kebijakan bekerja dari rumah karena beban kasus telah mencapai titik tertinggi sepanjang masa.
Yang merasa masygul dan nelangsa tidak hanya Wang.
Strategi nol-Covid tanpa kompromi yang diterapkan Partai Komunis yang berkuasa, sampai sekarang sudah berlaku selama sekitar tiga tahun dan telah memicu murka dan kebencian.
Hal itu memunculkan protes yang meluas dan terkadang disertai kekerasan yang dimulai di kota-kota besar China.
Kelelahan akibat pandemi makin memuncak beberapa waktu terakhir, seiring berkurangnya pembatasan akibat virus baru-baru ini yang bertepatan dengan rekor jumlah infeksi, mendorong tambal sulam pembatasan yang berat di beberapa kota besar.
China adalah ekonomi besar terakhir yang menganut strategi nol-Covid, tetapi mempertahankan jumlah kasus dan kematian yang relatif rendah yang berakibat menghambat pemulihan ekonominya, mengganggu rantai pasokan, dan mengganggu lapangan kerja.
Baca Juga: Demonstrasi Besar karena Lockdown Covid-19 di China, Sinyal Bahaya untuk Xi Jinping?
'Saya tidak punya pilihan'
Permintaan untuk pengiriman barang tentu melonjak setiap ada pengetatan kebijakan karena jutaan warga kota yang tinggal di rumah beralih mengandalkan layanan pasukan kurir bergaji rendah yang kebanyakan merantau dari provinsi lain untuk memasok makan siang yang dibawa pulang dan pesanan bahan makanan.
Tapi kali ini pembatasan merasuk jauh ke tempat-tempat di mana para pekerja pesan antar tinggal.
Kebijakan itu membuat mereka tidak bisa bekerja dan mendapatkan penghasilan sehingga terpaksa memilih antara memiliki tempat untuk tidur dan memperoleh cukup uang untuk bertahan hidup.
Wang, yang bolak-balik melintasi distrik keuangan yang mewah mengirimkan pesanan makanan untuk raksasa internet Meituan, mengatakan kompleks perumahannya ditutup 7 November setelah dua kasus Covid-19 ditemukan.
Tidak mau kehilangan penghasilannya, sekitar 250 yuan sehari atau setara Rp500 ribu, lelaki berusia 20 tahun itu melanggar aturan penguncian dengan melompati pagar untuk melakukan sif kerjanya.
Setelah selesai bekerja seharian, dia menyelusup pulang kembali di bawah tabir pekat kegelapan.
"Saya tidak punya pilihan. Jika saya tidak cari uang, saya tidak bisa membayar kontrakan," kata penduduk asli provinsi industri Shanxi di wilayah utara China itu.
"Banyak pengantar bermotor tidak punya tempat tinggal saat ini," katanya di luar blok kantor yang sepi pada sore musim dingin yang menggigilkan kalbu, minggu lalu, seperti dikutip France24.
"Saya benar-benar tidak puas dengan pemerintah China, karena negara lain tidak lagi ketat tentang Covid," katanya.
"Kita akan berusaha sangat keras... dan aku rasa itu tidak perlu, karena tidak ada yang mati karenanya."
Nama lengkap Wang dirahasiakan untuk melindunginya dari potensi dampak karena melanggar lockdown dan mengkritik negara.
Baca Juga: Protes atas Kerasnya Pengendalian Covid-19 di China Menyebar ke Shanghai dan Kota-Kota Lain
Tidur Menggelandang
Ketika lockdown membayangi kompleks perumahan Gu Qiang minggu lalu, pengemudi Meituan itu memilih untuk tidur di mobilnya.
"Menghabiskan 30 yuan untuk menjaga mesin menyala sepanjang malam masih lebih murah daripada membayar kamar hotel," kata penduduk asli wilayah China bagian timur laut itu.
"Beberapa teman saya tinggal di luar rumah, mereka tidak berani pulang."
Beberapa kurir yang diwawancarai menggambarkan beban kerja yang lebih berat dalam beberapa pekan terakhir karena lockdown membuat perusahaan mereka kekurangan tenaga kerja.
Sementara beberapa orang mengatakan mereka senang menerima pesanan ekstra yang menghasilkan uang.
Sebagian besar mengatakan mereka menjalani jam kerja yang lebih lama, stres yang meningkat, dan lebih banyak interaksi negatif dengan pelanggan.
Mereka juga mengatakan belum menerima dukungan tambahan dari Meituan atau perusahaan yang telah dialihdayakan layanan pengirimannya.
Pihak berwenang tahun lalu meluncurkan penyelidikan terhadap platform pengiriman makanan menyusul klaim praktik tenaga kerja yang eksploitatif termasuk algoritma yang secara efektif memaksa kurir untuk mengemudi secara berbahaya untuk memenuhi waktu pengiriman yang ketat.
Meituan tidak menanggapi permintaan komentar.
Tetapi perusahaan itu mengatakan kepada surat kabar yang dikelola pemerintah, China Daily, pekan lalu bahwa mereka membayar kamar hotel untuk beberapa pekerja yang telantar dan menerima permintaan bantuan dari kurir dalam situasi serupa.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV/France24