> >

Inilah Kekuasaan Besar Raja Malaysia, Bisa Tunjuk Perdana Menteri Bila Politik Buntu

Kompas dunia | 23 November 2022, 17:01 WIB
Raja Malaysia, yaitu Kebawah Duli Yang Maha Mulia Seri Paduka Baginda Yang di-Pertuan Agong XVI Al-Sultan Abdullah Riayatuddin Al-Mustafa Billah Shah Ibni Almarhum Sultan Haji Ahmad Shah Al-Mustain Billah atau Sultan Abdullah bin Sultan Ahmad Shah. (Sumber: The Jakarta Post)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Raja Malaysia Yang di-Pertuan Agong Sultan Pahang Abdullah Sultan Ahmad Shah menjadi sorotan saat dia mempertimbangkan siapa yang akan menjadi perdana menteri berikutnya, setelah pemilihan tidak menghasilkan partai dengan mayoritas di parlemen dan gagalnya perundingan pembentukan koalisi.

Sultan Abdullah pada Selasa (22/12/2022) mengatakan dia akan segera memutuskan siapa yang akan menjadi Perdana Menteri, apakah pemimpin koalisi Pakatan Harapan Anwar Ibrahim atau pemimpin koalisi Perikatan Nasional Muhyiddin Yassin. 

Hal itu terjadi setelah tidak ada politisi maupun kubu politik mendapat dukungan yang cukup untuk membentuk koalisi setelah pemilihan pada Sabtu (19/11) lalu.

Ini akan menjadi ketiga kalinya raja memilih perdana menteri hanya dalam waktu dua tahun, dan pertama kalinya terjadi setelah pemilihan. 

Apa saja kekuasaan Raja Malaysia? Simak laporan Kompas TV,  Rabu (23/11/2022).

Siapa Raja Malaysia Sultan Abdullah bin Sultan Ahmad Shah?

Raja Malaysia Sultan Abdullah bin Sultan Ahmad Shah naik takhta tahun 2019 di usia 59 tahun, Raja Malaysia ke-16 sejak Malaysia merdeka dari Inggris tahun 1957.

Malaysia menerapkan monarki konstitusional yang unik, di mana raja dipilih secara bergiliran dari keluarga kerajaan 9 negara bagian, dan masing-masing memerintah selama lima tahun.

Sultan Abdullah naik takhta setelah raja sebelumnya turun takhta secara mengejutkan.

Sebagai Sultan Pahang di pantai timur Malaysia, Sultan Abdullah terkenal karena citranya yang membumi, kerap terlihat mengantre bersama rakyat biasa saat membeli ayam goreng di KFC, dan membantu korban kecelakaan di jalan raya.

Baca Juga: Barisan Nasional Masih Terpecah Mau Dukung Siapa, Minta Pertemuan dengan Raja Malaysia Diundur

Raja Malaysia Abdullah bin Sultan Ahmad Shah. Mantan koalisi penguasa Malaysia Barisan Nasional hari Rabu, (23/11/2022) menginginkan lebih banyak waktu untuk memutuskan siapa yang akan didukung sebagai perdana menteri berikutnya (Sumber: Straits Times)

Apakah Raja Malaysia selalu memilih Perdana Menteri?

Tidak, karena pemilu menentukan siapa yang akan menjadi perdana menteri Malaysia di bawah sistem parlementer.

Tetapi, konstitusi memberi sultan atau Yang di-Pertuan Agong otoritas untuk menunjuk perdana menteri yang dia yakini mampu memimpin mayoritas anggota parlemen.

Raja Malaysia jarang menggunakan kekuasaan itu. Tetapi, ketidakstabilan politik dalam dua tahun terakhir mendorong raja untuk memilih seorang perdana menteri.

Monarki memainkan peran yang lebih berpengaruh sejak tahun 2020 di tengah anjloknya aliansi Barisan Nasional yang pernah dominan, termasuk partai utamanya, Organisasi Nasional Melayu Bersatu UMNO.

Barisan Nasional memimpin setiap pemerintahan sejak kemerdekaan dari Inggris tahun 1957 hingga kekalahan tahun 2018 saat Barisan Nasional hancur lebur menyusul skandal miliaran dolar di dana negara 1MDB.

Apakah Raja Malaysia memilih perdana menteri pernah terjadi sebelumnya?

Ya. Raja Al-Sultan Abdullah menunjuk dua perdana menteri sebelumnya.

Raja menunjuk Muhyiddin Yasin sebagai perdana menteri pada Februari 2020 karena perdana menteri saat itu, Mahathir Mohamad, mundur akibat pertikaian koalisi.

Kurang dari setahun kemudian, setelah koalisi Muhyiddin sendiri bubar, raja kembali menunjuk perdana menteri, yaitu Ismail Sabri Yaakob.

Baca Juga: Pertarungan Politik Malaysia Buntu, Raja Minta Pembentukan Pemerintah Persatuan

Hasil pemilu Malaysia 2022.  (Sumber: Newswav/Wikipedia)

Apa sajakah otoritas atau kekuasaan Raja Malaysia?

Seperti dilansir The Star Malaysia, Minggu (20/11), pakar hukum Emeritus Prof Datuk Dr Shad Saleem Faruqi mengatakan, raja memiliki peran di ketiga cabang pemerintahan (eksekutif, hukum, dan yudikatif), serta dalam hubungannya dengan Islam.

“Berbagai kekuasaan yang dimiliki oleh Yang di–Pertuan Agong, jika ditafsirkan secara harfiah, menimbulkan kesan bahwa monarki adalah pusat kekuasaan yang sebenarnya Malaysia. Namun, realitas hukumnya berbeda,” kata Shad Saleem Faruqi.

Dalam hal peran eksekutifnya, Yang di-Pertuan Agong adalah kepala formal cabang eksekutif.

“Dalam kapasitas ini, Yang di-Pertuan Agong atau Raja melakukan serangkaian fungsi politik dan hukum seperti pengangkatan dan pemberhentian perdana menteri dan kabinet,” kata Shad Saleem.

Raja adalah panglima tertinggi seremonial angkatan bersenjata, tambahnya.

Selain itu, raja punya kekuasaan untuk mengangkat dan memberhentikan pegawai negeri, anggota Komisi Konstitusi dan jabatan khusus lainnya di bawah Konstitusi.

Raja juga punya kekuasaan untuk mengumumkan keadaan darurat, melindungi posisi khusus orang Melayu dan penduduk asli Sabah dan Sarawak, dan menentukan otoritas publik mana yang harus menyerahkan laporan kepada auditor jenderal.

Sehubungan dengan peradilan, meskipun secara kelembagaan terpisah dari peradilan, raja mengangkat hakim pengadilan tinggi dan juga memberhentikan, memensiunkan atau menskors mereka.

Raja boleh meminta pendapat penasihat Pengadilan Federal dan memberikan pengampunan, penangguhan hukuman, dan kelonggaran kepada orang-orang yang dihukum oleh pengadilan.

Baca Juga: Keturunan Jawa sampai Batak di Pemilu Malaysia, Berkiprah Bentuk Pemerintahan Baru

Anwar Ibrahim bersaing ketat dengan Muhyiddin Yassin pada Pemilu Malaysia, yang bisa menyebabkan parlemen menggantung untuk pertama kalinya dalam sejarah. (Sumber: Associated Press)

Sehubungan dengan Parlemen, Raja dapat memanggil atau membubarkan parlemen, berpidato di salah satu atau kedua dewan dan menunjuk 44 senator yang dicalonkan, kata Shad Saleem.

Yang di-Pertuan Agong juga menunjuk para panitera di kedua Kamar Parlemen tersebut.

Selain itu, raja dapat mengumumkan tata cara selama Keadaan Darurat kecuali berdasarkan Pasal 66(4A), di mana persetujuannya diperlukan sebelum RUU parlemen menjadi undang-undang.

“Sebelum memberikan persetujuannya, dia dapat menunda undang-undang selama 30 hari,” jelas Shad Saleem.

Dalam kaitannya dengan Islam, raja adalah pemimpin agama di delapan wilayah, tiga wilayah federal, negara bagian asalnya, ditambah Melaka, Penang, Sabah dan Sarawak.

“Dia adalah kepala negara yang seremonial dan bermartabat, tetapi sebagian besar kekuasaan eksekutif berada di tangan Perdana Menteri. Hal ini karena ketentuan konstitusional yang mengesampingkan dalam Pasal 40(1) dan 40(1A) bahwa dalam menjalankan semua fungsinya di bawah Konstitusi dan undang-undang, Yang di–Pertuan Agong akan bertindak atas nasihat, kecuali di wilayah-wilayah di mana Konstitusi menganugerahkan kebijaksanaan.

“Meskipun dia bertindak atas saran, kemampuannya untuk menunda, memoderasi, dan mendamaikan tidak diragukan lagi. Yang di-Pertuan Agong adalah kepala negara, tetapi bukan kepala pemerintahan. Dia memerintah tetapi tidak memerintah,” jelas Shad Saleem.

Baca Juga: Usai Pemilu Malaysia, Pakatan Harapan dan Barisan Nasional Belum Capai Kata Sepakat untuk Koalisi

Pemimpin Perikatan Nasional Muhyiddin Yassin. Raja Malaysia akan menunjuk perdana menteri baru setelah pergumulan kekuasaan pasca pemilu menemui jalan buntu. (Sumber: AP Photo )

Tentang keunikan lembaga kerajaan federal, dia menggambarkannya sebagai perpaduan yang kaya antara konvensi Inggris dan tradisi kerajaan Melayu.

“Sistem rotasi yang unik ini didasarkan pada sejarah Negri Sembilan Kepala Adat (Undang) dari berbagai distrik (Luak) secara bergiliran menduduki jabatan Yang di-Pertuan Besar.

“Kantor federal Yang di-Pertuan Agong menunjukkan banyak fitur unik lainnya,” katanya.

Raja dipilih oleh dan dari antara penguasa sembilan negara bagian Melayu.

Raja dipilih untuk jangka waktu lima tahun dan tidak dapat dipilih kembali untuk masa jabatan berturut-turut.

Selain Yang di-Pertuan Agong, ada wakil Yang di-Pertuan Agong yang bertindak atas nama raja jika raja tidak dapat menjalankan fungsinya karena sakit atau tidak ada.

Tetapi jika raja meninggal saat menjabat, wakilnya tidak menjadi raja secara otomatis, juga tidak mengisi sisa masa jabatan mendiang raja. Dia mengisi jabatan sampai Konferensi Penguasa memilih raja dan wakil baru.

Baca Juga: Pembentukan Koalisi Malaysia Masih Sengit, Pakatan Harapan dan Barisan Nasional Rundingkan Koalisi

Ketua Pakatan Harapan Anwar Ibrahim dan rekannya dari Barisan Nasional Zahid Hamidi bertemu pada Senin pagi (21/11/2022). (Sumber: Straits Times)

Tidak seperti di Inggris, di mana monarki tidak mengenal putus dan aksesi raja baru selalu mundur ke tanggal kematian penguasa sebelumnya, di Malaysia, selang waktu mungkin ada antara akhir satu pemerintahan dan awal yang lain.

Di bawah Konstitusi Federal, raja memanggul beberapa cacat hukum.

Misalnya, selama dia adalah raja federal, dia tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai Penguasa Negara, kecuali dalam kaitannya dengan perannya sebagai kepala Islam, amandemen Konstitusi Negaranya dan penunjukan Bupati atau Dewan Kabupaten.

Sejak tahun 1993, raja tidak menikmati kekebalan dalam hukum perdata atau pidana. Raja dapat dipindahkan dari jabatannya melalui tiga cara langsung atau tidak langsung:

Pemberhentian oleh Konferensi Penguasa – ketentuan unik pertanggungjawaban Raja kepada saudaranya Penguasa.

Dia berhenti menjadi penguasa negaranya sesuai dengan Konstitusi Negaranya.

Jika dia didakwa melakukan tindak pidana di Pengadilan Khusus, dia diskors sementara dari jabatannya. Jika dibebaskan, dia kembali menjabat.

Jika terbukti bersalah, dia dapat diampuni oleh Konferensi Penguasa. Jika tidak diampuni, agaknya dia kehilangan jabatannya.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV/Jakarta Post/The Star Malaysia


TERBARU