> >

Kebangkitan ISIS Ternyata Telah Diprediksi Intelijen AS Dua Tahun Lalu

Kompas dunia | 17 September 2022, 05:30 WIB
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris menghadiri rapat bersama tim keamanan nasional AS di Gedung Putih, Washington, 2 Februari 2022. (Sumber: Adam Schultz/Publikasi Gedung Putih via AP)

WASHINGTON, KOMPAS.TV - Intelijen Amerika Serikat (AS) ternyata telah memprediksi kebangkitan kelompok ekstremis ISIS di kawasan Timur Tengah dan sekitarnya sejak dua tahun lalu.

Hal tersebut terungkap dalam laporan rahasia yang dirilis pada Mei 2020, kemudian dideklasifikasi lalu dipublikasikan oleh Kantor Direktur Intelijen Nasional AS (ODNI) pekan lalu.

Menurut laporan tersebut, kekuatan ISIS diyakini akan bangkit beserta pengaruh globalnya. Salah satu alasannya adalah jika AS dan sekutu Barat-nya mengurangi upaya melawan kelompok ekstremis tersebut.

Associated Press melaporkan, kalangan analis menyebut prediksi tahun 2020 itu terlihat tepat jika menilik kondisi saat ini. Serangan ISIS dilaporkan marak kembali di berbagai wilayah, termasuk Afghanistan yang ditinggalkan pasukan koalisi AS per 2021.

ISIS memang tidak lagi menguasai wilayah luas atau mengirim serangan ke teritori AS seperti ketika masa puncaknya. Namun, ISIS disebut mulai membangun sejumlah kapabilitas penting di Irak dan Suriah.

Baca Juga: ISIS Tembak Mati 6 Milisi Pemberontak Suriah yang Didukung AS

Kelompok ekstremis yang terlibat Perang Sipil Suriah itu pun meningkatkan serangan ke otoritas sejumlah negara, termasuk Taliban, pemerintah baru Afghanistan.

“Apabila Amerika Serikat dan mitra-mitra kita menarik diri atau mundur lebih jauh di area tempat ISIS aktif, trajektori grup tersebut akan meningkat, tergantung kemauan dan kapabilitas pemerintah setempat untuk mengisi kekosongan (pengamanan) yang ada,” tulis laporan tersebut.

Laporan intelijen AS ini awalnya diterbitkan sebagai dokumen rahasia setelah pemerintahan Donald Trump bersepakat dengan Taliban tentang penarikan pasukan AS dari Afghanistan.

Laporan itu memprediksi bahwa cabang-cabang ISIS di dunia kemungkinan akan meningkatkan “kapabilitas meluncurkan serangan di banyak wilayah di dunia, termasuk di Barat.”

Akan tetapi, di teritori AS, serangan kemungkinan besar terjadi oleh orang yang terinspirasi ideologi ekstremis dibanding plot serangan yang direncanakan atau didukung ISIS.

Baca Juga: Bom Bunuh Diri Guncang Kedubes Rusia di Kabul, Dua Diplomat Moskow dan Sejumlah Warga Tewas

Kalangan pakar umumnya sepakat dengan prediksi laporan tersebut. Pakar kontraterorisme asal AS, Colin Clarke merujuk sejumlah insiden yang menunjukkan kebangkitan ISIS belakangan ini.

Dua insiden yang disorot Clarke adalah pengeboman Kedutaan Besar Rusia di Kabul serta pertempuran antara pasukan pemberontak Suriah yang didukung AS lawan ISIS di sebuah kamp.

Walaupun telah menarik pasukan dari Afghanistan, Presiden AS Joe Biden mengeklaim pihaknya masih memiliki kapasitas kontraterorisme “di atas horison.”

Dewan Keamanan Nasional AS pun dilaporkan berupaya menjegal kebangkitan Afghanistan dengan cara memblokir akses pendanaan serta menghalau kombatan luar negeri yang ingin mencapai Afghanistan dan sekitarnya.

Mengenai ancaman ISIS, AS juga masih aktif meluncurkan operasi antiteror, salah satunya adalah membunuh pemimpin Al-Qaida, Ayman Al-Zawahri, di barat laut Suriah pada Februari lalu.

“Fakta dari adanya operasi-operasi itu, saya kira, mencerminkan betapa seriusnya lingkungan ancaman (terorisme) ini,” kata Direktur Pusat Kontra-Terorisme Nasional AS Christy Abizaid.

Baca Juga: HUT ke-77 TNI AL, Tampilkan Aksi Denjaka Tangkap Teroris Hingga Pembebasan Sandera di Atas Kapal

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Associated Press


TERBARU