Dmitry Medvedev: Rusia Menjadi Target Senjata Nuklir NATO, Moskow Tak Boleh Diam, Harus Membalas
Krisis rusia ukraina | 18 Juli 2022, 14:45 WIBVOLGOGRAD, KOMPAS.TV - Wakil Ketua Dewan Keamanan Nasional Rusia Dmitry Medvedev mengatakan Rusia tidak bisa tinggal diam atas ekspansi NATO yang diklaim mengancam negara federal itu.
Ketika berbicara dalam forum veteran Rusia di Volgograd, Minggu (17/7/2022), Medvedev menyebut ekspansi NATO ke timur berbahaya karena aliansi itu punya senjata canggih yang diarahkan ke Rusia.
“Ini terjadi setelah Pakta Warsawa (aliansi pimpinan Uni Soviet) bubar. Tetangga kita, anggota-angota NATO, tidak bubar tetapi terus berkonsolidasi,” kata Medvedev dikutip TASS.
“Mereka tidak membuat langkah simetris (pengaturan sumber daya yang setara) apa pun dan, kendati berbagai janji yang mereka buat tiga puluh tahun terkini, malah memasukkan lebih banyak negara ke aliansi Atlantik Utara dan berekspansi lebih dekat ke perbatasan kita.”
“Tujuan mereka tidak berubah, senjata-senjata canggih mereka masih diarahkan ke negara kita,” sambung presiden Rusia periode 2008-2012 tersebut.
Baca Juga: Ukraina Berani Serang Rusia, Dmitry Medvedev Janjikan ‘Hari Pembalasan’ untuk Kiev
Medvedev mengklaim bahwa Rusia selama ini menjadi target dari senjata-senjata nuklir milik NATO.
Akibatnya, sekutu Vladimir Putin ini menegaskan bahwa Moskow mesti “membalas” dan tidak mengabaikan “ancaman” NATO.
“Kita tidak bisa cuek dengan itu (sikap NATO). Kendati upaya kita untuk membina hubungan bersahabat, hidup seperti ini adanya. Krisis Rudal Kuba pada 1960-an, perkembangan-perkembangan lain di planet ini, serta situasi terkini menunjukkannya,” kata Medvedev.
“Apabila Anda tidak membalas, jika Anda membiarkan ancaman seperti itu, ini akan berakhir sangat menyedihkan,” lanjut politikus berusia 56 tahun tersebut.
Krisis Rudal Kuba yang dirujuk Medvedev adalah konfrontasi antara Amerika Serikat (AS) dengan Uni Soviet pada Oktober-November 1962. Krisis ini umum dianggap sebagai peristiwa yang hampir membuat Perang Dingin berubah menjadi perang nuklir berskala besar.
Lebih lanjut, Medvedev menegaskan bahwa Federasi Rusia mesti “mempertahankan diri” agar terus eksis. Ia merujuk sejarah Uni Soviet pada abad 20 untuk membuktikan argumennya.
“Kita harus belajar dari sejarah, tetapi kita harus bersiap menghadapi fakta bahwa sekelompok negara mengabaikan pelajaran ini,” pungkas Medvedev.
Sejak perang Rusia-Ukraina meletus pada 24 Februari lalu, Medvedev kerap mengirim pernyataan keras yang diarahkan ke Barat dan Kiev.
Pada Maret lalu, Medvedev mendamprat pernyataan Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire sekaligus mengancam bahwa Moskow dan Paris bisa perang betulan.
Ketika berbicara dengan forum veteran Rusia pada Minggu (17/7), Medvedev pun mengirim ancaman ke Ukraina. Ia menjanjikan “hari pembalasan” terhadap Kiev karena serangan balik ke wilayah Rusia serta separatis.
Baca Juga: Jenderal Inggris: Moral Tentara Rusia di Ukraina Turun, Putin Kesulitan Persenjatai Mereka
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Purwanto
Sumber : TASS