Setelah Sri Lanka, Negara-Negara Ini Berisiko Tinggi Dilanda Krisis Ekonomi, Indonesia Termasuk?
Kompas dunia | 7 Juli 2022, 05:05 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Sri Lanka dihantam krisis ekonomi terparah sepanjang sejarah negara itu dan membutuhkan bantuan segera. Kebutuhan pokok dan bahan bakar minyak langka. Upaya Kolombo untuk mendapatkan dana talangan Dana Moneter Internasional (IMF) pun dirintangi keparahan krisis finansial.
Akan tetapi, Sri Lanka bukanlah satu-satunya negara yang dijerat masalah ekonomi serius. Seiring meroketnya harga pangan, bahan bakar, dan barang-barang lain seiring perang Rusia-Ukraina, berbagai negara juga terancam krisis ekonomi.
Melansir Associated Press, sekitar 1,6 miliar orang di 94 negara menghadapi setidaknya satu dimensi krisis pangan, energi, dan sistem finansial. Sekitar 1,2 miliar dari mereka tinggal di negara-negara “berbadai sempurna”, sesuatu yang, menurut laporan Global Crisis Response Group Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sangat rentan terhadap krisis biaya hidup ditambah economic strain jangka panjang lain.
Baca Juga: Jadi Negara Bangkrut, Sri Lanka Kesulitan Dapat Dana Talangan IMF
Penyebab ancaman-ancaman tersebut bervariasi, tetapi semuanya terkait dengan meroketnya harga-harga pangan dan bahan bakar, yang dipicu lebih jauh oleh perang Rusia-Ukraina. Perang disebut mendisrupsi berbagai sektor bisnis yang tengah memulihkan diri dari dampak pandemi Covid-19.
Akibatnya, Bank Dunia memperkirakan, pendapatan per kapita di negara-negara berkembang akan menjadi 5 persen lebih sedikit dibanding pendapatan pra-pandemi.
Di lain sisi, bunga utang yang lebih tinggi untuk mendanai paket pemulihan pandemi telah menjejali negara-negara yang sudah kesulitan membayar utang dengan utang luar negeri yang lebih tinggi. Menurut PBB, lebih dari setengah negara-negara termiskin di dunia sudah dalam kondisi kesulitan utang atau berisiko tinggi terkena.
Sejumlah krisis terparah melanda negara-negara yang telah dihancurkan korupsi, perang sipil, kudeta, atau bencana lain.
Berikut beberapa negara yang berisiko tinggi mengalami kebangkrutan seperti Sri Lanka:
Afghanistan: Ancaman krisis usai Taliban berkuasa
Afghanistan sudah terguncang krisis ekonomi buruk sejak Taliban mendepak pemerintahan yang disokong Amerika Serikat (AS) pada Agustus 2021 lalu. Berkuasanya Taliban seiring kebijakan Washington dan sekutu NATO yang menarik pasukannya dari Afghanistan.
Baca Juga: Krisis Pangan Mengancam Dunia, FAO: 47 Juta Orang di Dunia Kena Dampak Krisis Pangan
Bantuan asing yang selama ini menjadi penopang ekonomi Afghanistan pun terhenti. Berbagai pemerintahan juga memberlakukan sanksi, menangguhkan transfer bank, melumpuhkan perdagangan, serta menolak mengakui pemerintahan Taliban.
Pemerintahan Joe Biden sendiri membekukan 7 miliar dolar AS cadangan mata uang asing Afghanistan yang berada di AS. Sekitar setengah populasi Afghanistan terancam kekurangan pangan yang parah dan kebanyakan pekerja publik, termasuk dokter dan guru, tidak dibayar selama berbulan-bulan.
Argentina: Jutaan orang andalkan dapur umum untuk makan
Sekitar empat dari 10 warga Argentina dalam kondisi miskin dan bank sentral di Buenos Aires kekurangan cadangan devisa di tengah melemahnya mata uang negara itu.
Inflasi di Argentina pun diproyeksikan melampaui 70 persen pada 2022. Jutaan warga Argentina dilaporkan mengandalkan dapur umum dan program-program kesejahteraan masyarakat yang disokong gerakan sosial kuat yang terkait partai berkuasa saat ini.
Baca Juga: Inflasi Tembus 60 Persen, Argentina Naikkan Suku Bunga Acuan 300 Basis Poin
Belakangan ini, kesepakatan Buenos Aires dengan IMF untuk merestrukturasi 44 miliar dolar AS utang luar negeri dipertanyakan atas konsesi yang dikritik justru menghalangi pemulihan ekonomi.
Mesir: 103 juta jiwa hidup berkubang kemiskinan
Tingkat inflasi Mesir meroket hingga hampir 15 persen pada April lalu. Hal tersebut mempersulit kondisi ekonomi Mesir yang 103 juta warganya berkubang dalam kemiskinan.
Warga Mesir sendiri telah menderita oleh program-program reformasi yang memuat kebijakan penghematan seperti pemangkasan subsidi bahan bakar, air, dan listrik.
Bank sentral negara itu telah menaikkan suku bunga untuk mengekang inflasi dan mendevaluasi mata uang, meningkatkan kesulitan membayar utang luar negeri Mesir yang sudah tinggi.
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Associated Press