> >

Pakar Hubungan Internasional: 2 Pihak yang Berkonflik di Ukraina Ingin Redakan Ketegangan, tapi...

Krisis rusia ukraina | 29 Juni 2022, 23:29 WIB
Pakar menyebut dua pihak yang bertikai di Ukraina mempunyai keinginan untuk meredakan ketegangan, tetapi tidak mungkin menyatakan karena khawatir dianggap kalah oleh pihak lawan. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Dua pihak yang bertikai di Ukraina mempunyai keinginan untuk meredakan ketegangan, tetapi tidak mungkin menyatakan karena khawatir dianggap kalah oleh pihak lawan.

Penilaian itu disampaikan oleh Pakar Hubungan Internasional, Dinna Prapto Raharja, menjawab pertanyaan mengenai probabilitas atau peluang terjadinya gencatan senjata setelah Presiden RI, Joko Widodo atau Jokowi berkunjung ke Ukraina dan Rusia.

“Saya punya optimisme besar karena beberapa faktor,” jelas Dinna dalam program Satu Meja The Forum di Kompas TV, Rabu (29/6/2022) malam.

“Pertama, dalam situasi di mana kedua belah pihak sama-sama panas, sebenarnya di dalam hati mereka punya keinginan untuk meredakan ketegangan, tapi nggak mungkin yang bicara itu mereka, karena akan dianggap sebagai kekalahan oleh pihak lawan.”

Baca Juga: Jokowi dan Zelenskyy Berbincang di Meja Bundar, Akankah Perdamaian Rusia-Ukraina Tercapai?

Ini, kata Dinna, merupakan kesematan dan peluang untuk Presiden Jokowi, dan akan lebih keren jika nantinya setelah kembali ke Tanah Air, mantan Gubernur DKI Jakarta itu melakukan pertemuan dengan negara lain di kawasan Asia untuk membahas hal itu.

“Mungkin di Asia atau di ASEAN, sehingga dukungannya kelihatan semakin luas,” lanjutnya.

“Bahwa dukungannya bukan hanya suara Indonesia, tetapi kawasan kita ini betul-betul peduli untuk mencoba menciptakan perdamaian di bawah leadership Presiden Jokowi.”

Dinna juga menjelaskan, saat ini pandangan Eropa fokus pada yang disampaikan oleh Amerika Serikat sebagai komandan dari NATO.

Kemudian, dalam pertemuan G7 disepakati adanya konsolidasi anggota NATO, yang hasilnya sudah dapat dilihat, yakni mulai ada kesepakatan agar Swedia dan Finlandia bergabung dengan NATO.

Sementara, Ukraina dalam posisi tertutupi oleh wacana tersebut.

“Negara-negara lain melihat bahwa Ukraina sangat tidak diuntungkan, dalam posisi yang sangat dirugikan.”

“Betul terjadi pelanggaran terhadap integritas terirotial. Tapi masalah penyelesaiannya, apalagi masalah sanksi-sanksinya tidak sepakat bahwa cara yang dipakai oleh negara-negara NATO dan EU adalah cara yang tepat untuk mengubah perilaku Rusia,” urainya.

Karena, negara-negara yang memberikan sanksi berharap bahwa seluruh sanksi akan mengubah perilaku.

Namun, saat ini sudah mulai ada pemecahan pandangan, bahwa antara Rusia dan Putin adalah dua hal yang berbeda.

“Jadi, kita memberi sanksi Rusia dengan seluruh masyarakatnya, tetapi Putin tetap survive dan dia tidak mengubah strategi sama sekali.”

Karena, lanjut Dinna, sistemnya berbeda. Ia melihat bahwa Barat cenderung melihat bahwa cara yang ampuh diterapkan pada dirinya, akan ampuh pula diterapkan di negara lain.

“Kan kita lihat, metode ini kan nggak pernah berhasil sebenarnya, sama Iran, sama China, sama North Korea.”

Yang harus dilakukan oleh Jokowi, menurut dia adalah melakukan distraksi terlebih dulu, untuk menunjukkan bahwa dunia itu tidak seperti yang mereka bayangkan.

“Menurut saya, mereka harus sadar betul, Ukraina, Rusia, maupun negara-negara barat bahwa penopang stabilitas dan ekonomi dunia bukan hanya mereka,” tuturnya.

“Dan selesai mereka bertengkar ini, apa yang akan terjadi? Mereka harus membangun semuanya bersama-sama yang lain.”

Baca Juga: Momen Presiden Jokowi Tiba di Istana Maryinsky, Langsung Disambut Volodymyr Zelenskyy

Di sisi lain,  Dinna juga melihat bahwa yang sedang didorong saat ini adalah polarisasi.

Ia mengaku senang melihat bahwa Jokowi menunjukkan bahwa Asia punya suara berbeda, independen, dan tidak bisa ditarik ke sana  ke mari.

“Menurut saya ini menghidupkan kembali gerakan nonblok sebelum ada perang dingin.”

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU