Wawancara PM Sri Lanka: Terpaksa Beli Minyak Rusia, Tak Kapok Utang China
Kompas dunia | 12 Juni 2022, 14:29 WIBKalangan oposisi menuduh klan Rajapaksa, keluarga yang menduduki posisi tertinggi di pemerintahan, menerima suap dari utang China.
Proyek yang dikritik antara lain adalah pelabuhan di Hambantota, kota asal mantan presiden, Mahinda Rajapaksa. Juga, sebuah bandara di dekatnya yang menjadi bagian proyek Inisiatif Sabuk dan Jalan China. Proyek-proyek ini dianggap menelan biaya terlalu banyak dan menyumbang terlalu sedikit bagi ekonomi.
“Kami harus mengidentifikasi apa saja proyek kami perlukan untuk pemulihan ekonomi dan mengambil utang untuk proyek-proyek itu, apakah iitu dari China atau dari yang lain. Pertanyaannya adalah di mana kami akan menaruh sumber daya itu?” kata Wickremesinghe.
Wickremesinghe mengaku tengah berundingdengan China mengenai restrukturasi utang Sri Lanka. Sebelumnya, Beijing telah menawarkan lebih banyak utang ke Sri Lanka, tetapi enggan mengorting utang yang sudah ada, kemunginan karena khawatir peminjam lain akan meminta keringanan yang sama.
“China dan beberapa negara lain telah setuju memberi bantuan ke Sri Lanka, yang mana merupakan langkah awal. Ini artinya mereka harus setuju terhadap bagaimana potongannya dan dengan cara apa pitu dilakukan,” lanjut sang perdana menteri.
Selain China dan sejumlah negara lain, Sri Lanka juga mencari bantuan finansial dari Program Pangan Dunia (WFP). Kolombo pun meminta paket bailout dari Dana Moneter Internasional (IMF).
Akan tetapi, Wickremesinghe mengaku bahwa pihaknya menduga uangnya tidak akan cair hingga setidaknya Oktober 2022.
Baca Juga: PM Sri Lanka Peringatkan Soal Potensi Kekurangan Pangan di Tengah Upaya Mengatasi Krisis Ekonomi
Di lain sisi, Wickremesinghe mengakui bahwa krisis ekonomi Sri Lanka terjadi karena “salah sendiri”. Banyak pihak menyalahkan mismanejemen pemerintahan, potongan pajak yang besar pada 2019, blunder kebijakan yang memicu gagal panen, serta merosotnya pariwisata karena pandemi Covid-19.
Wickremesinghe juga menekankan perang Rusia-Ukraina yang memperparah krisis ekonomi Sri Lanka. Ia menyebut, perang telah mengacaukan rantai pasok global, mendorong harga pangan dan bahan bakar meroket tak terkendali.
Tentang perang Rusia-Ukraina
Wickremesinghe berpendapat, perang Rusia-Ukraina yang berkecamuk sejak 24 Februari lalu hingga sekarang memperparah kondisi ekonomi Sri Lanka.
Akibat perang, sang perdana menteri menyebut ekonomi Sri Lanka diprediksi makin menyusut sebelum mampu memulai pembangunan dan penggantirugian pada tahun depan.
“Krisis Ukraina telah memengaruhi kontraksi ekonomi kami,” kata Wickremesinghe.
“Saya pikir pada akhir tahun, Anda dapat melihat dampaknya (perang Rusia-Ukraina) di negara-negara lain juga. Terdapat kekurangan stok pangan di dunia. Negara-negara mulai tidak mengekspor panganan,” kata Wickremesinghe.
Di Sri Lanka, dampak perang menyebabkan harga sayuran naik hingga tiga kali lipat. Pada saat bersamaan, tingkat kultivasi padi di Sri Lanka berkurang sekitar sepertiga dari tingkat normal.
Kekurangan pangan di Sri Lanka memengaruhi setiap kelas sosial, turut memicu protes berbulan-bulan yang kerap berujung ricuh.
Wickremesinghe mengaku, sebagai perdana menteri sekaligus warga negara, ia prihatin melihat negaranya menderita.
Wickremesinghe menyatakan bahwa ia belum pernah melihat krisis separah ini di Sri Lanka. “Kami memang sempat melalui masa-masa sulit, tetapi tidak seperti ini. Saya belum pernah melihat orang-orang tanpa bensin, tanpa makanan,” pungkasnya.
Baca Juga: Selayang Pandang Krisis dan Ambruknya Ekonomi Sri Lanka
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Purwanto
Sumber : Associated Press