Beijing Tak Mau Ikuti Cara Uni Eropa soal Isu Ukraina
Krisis rusia ukraina | 1 April 2022, 22:15 WIBBEIJING, KOMPAS.TV - Perdana Menteri China Li Keqiang mengatakan kepada para pemimpin Uni Eropa, bahwa Beijing akan mendorong perdamaian di Ukraina dengan caranya sendiri. Pernyataan ini dikeluarkan setelah Brussels mendesak jaminan dari China agar tidak akan memasok Rusia dengan senjata atau membantunya.
Dilaporkan Straits Times, Jumat (1/4/2022), Li Keqiang berbicara dengan presiden Komisi Eropa dan Dewan Eropa, Ursula von der Leyen dan Charles Michel, serta kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell selama hampir dua jam melalui link video di KTT Uni Eropa-China pertama dalam dua tahun.
Kepada para pemimpin Uni Eropa tersebut, PM China Li Keqiang mengatakan, bahwa China selalu mencari perdamaian dan memajukan perundingan serta bersedia terus memainkan peran konstruktif bersama-sama dengan masyarakat internasional, seperti dilaporkan CCTV hari Jumat.
Sementara pejabat Uni Eropa yang dekat dengan persiapan KTT tersebut mengatakan, bantuan apa pun yang diberikan kepada Rusia akan merusak reputasi internasional China dan membahayakan hubungan dengan mitra dagang terbesarnya, Eropa dan Amerika Serikat.
Seorang pejabat Uni Eropa mengatakan sikap China terhadap Rusia adalah "pertanyaan jutaan dolar" pada KTT hari Jumat.
Peserta KTT lain menekankan lebih dari seperempat perdagangan global China adalah dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat tahun lalu, melawan hanya 2,4 persen dengan Rusia.
"Apakah kita memperpanjang perang ini atau kita bekerja sama untuk mengakhiri perang ini? Itulah pertanyaan penting untuk KTT," kata pejabat itu.
China sendiri memiliki kekhawatiran bahwa negara-negara Eropa mengambil arahan kebijakan luar negeri garis keras dari Amerika Serikat, dan telah meminta UE untuk "mengecualikan campur tangan eksternal" dari hubungannya dengan China.
Baca Juga: Rusia Tidak Keberatan jika Ukraina Masuk Uni Eropa, Sementara Kiev Minta Jaminan Keamanan
Presiden China Xi Jinping, yang mengambil bagian dalam pertemuan virtual terpisah dengan dua pemimpin Uni Eropa pada hari Jumat, mengatakan dia berharap Uni Eropa dapat membentuk pandangannya tentang China "secara independen", lapor penyiar CCTV.
Wang Yiwei, pakar Eropa di Universitas Renmin Beijing, mengatakan China dan Uni Eropa ingin perang berakhir.
"Saya membayangkan China ingin menggunakan KTT ini untuk berdiskusi dengan Uni Eropa bagaimana menciptakan kondisi yang dapat diterima oleh Putin agar dia turun dari posisinya saat ini," katanya.
Hubungan antara China dan Uni Eropa sudah tegang sebelum perang Ukraina.
Uni Eropa tiba-tiba beralih pada tahun 2019 dari bahasa diplomatik yang lembut untuk menyebut China sebagai saingan sistemik, tetapi melihatnya sebagai mitra potensial dalam memerangi perubahan iklim atau pandemi.
Brussels dan Beijing menyimpulkan perjanjian investasi pada akhir 2020, yang dirancang untuk menyelesaikan beberapa kekhawatiran Uni Eropa tentang akses pasar timbal balik.
Namun, sekarang ditunda setelah sanksi Brussel terhadap pejabat China atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Xinjiang. Sanksi ini pun mendorong Beijing untuk memasukkan individu dan entitas Uni Eropa ke daftar hitam.
China sejak itu menangguhkan impor dari Lithuania setelah negara Uni Eropa di wilayah Baltik itu mengizinkan Taiwan membuka kedutaan de facto di ibu kotanya. Hal ini sontak membuat marah Beijing yang menganggap pulau Taiwan sebagai wilayahnya sendiri.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Straits Times