> >

Inflasi di Eropa Meroket ke Rekor 7,5 Persen Dipicu Tingginya Kebutuhan dan Sanksi atas Energi Rusia

Kompas dunia | 1 April 2022, 19:06 WIB
Antonia Kalantzi, 38, berbelanja di toko kelontong di Athena, Yunani, pada 16 Februari 2022. Inflasi di Eropa melonjak ke rekor lain, tanda baru bahwa kenaikan harga energi yang dipicu oleh perang Rusia di Ukraina menekan konsumen dan menambah tekanan pada bank sentral untuk menaikkan suku bunga. (Sumber: AP Photo/Petros Giannakouris)

Bank berusaha menyeimbangkan rekor inflasi dengan ancaman bahwa perang bisa merugikan ekonomi yang sebelumnya sudah berada di bawah tekanan. 

Bulan lalu, Bank Sentral Eropa mempercepat upaya keluar dari stimulus ekonomi untuk memerangi inflasi. Namun, Bank Sentral Eropa belum mengambil tindakan lebih drastis.

"Kami berpikir bahwa ECB (European Central Bank) akan segera menyimpulkan mereka tidak bisa menunggu lebih lama lagi sebelum mulai menaikkan suku bunga," Jack Allen-Reynolds, ekonom senior Eropa di Capital Economics, dalam sebuah laporan.

Baca Juga: Kremlin: Tidak Ada Kiriman Gas ke Eropa bila Tidak Bayar Pakai Rubel, Rusia Tak Kirim Gratisan

Uang kertas euro tergeletak di atas meja di Munich, Jerman, pada 30 Maret 2022. Inflasi di Eropa melonjak ke rekor lain, tanda baru bahwa kenaikan harga energi yang dipicu oleh perang Rusia di Ukraina menekan konsumen dan menambah tekanan pada bank sentral untuk menaikkan suku bunga. (Sumber: AP Photo/Matthias Schrader)

Bank sentral lain mulai menaikkan suku bunga. Ini termasuk Amerika Serikat, yang inflasinya melonjak ke level tertinggi dalam 40 tahun terakhir, sebesar 7,9 persen.

Negara-negara Eropa yang tidak menggunakan euro, termasuk Inggris, Norwegia, dan Republik Ceko juga melakukan hal yang sama, yaitu menaikkan suku bunga.

Di zona euro, ada kenaikan harga untuk kategori pengeluaran lain selain energi.

Biaya makanan, alkohol, dan tembakau naik 5 persen, dibandingkan dengan 4,2 persen di bulan sebelumnya. Sementara, harga barang-barang seperti pakaian, peralatan, mobil, komputer, dan buku naik 3,4 persen, naik dari 3,1 persen. Ongkos layanan naik 2,7 persen, dibandingkan 2,5 persen sebelumnya.

Perdana Menteri Italia Mario Draghi, mantan presiden Bank Sentral Eropa, menguraikan bagaimana masalah tersebut menimpa kalangan rumah tangga.

“Inflasi naik karena harga bahan baku naik, khususnya untuk bahan makanan. Merekalah (inflasi) yang paling memukul daya beli keluarga,'' kata Draghi kepada wartawan asing, Kamis (31/3).

“Kekurangan beberapa bahan baku menciptakan hambatan dalam produksi dan memaksa kenaikan harga lebih lanjut,” tambah Draghi.

Draghi mengatakan, selama inflasi tetap bersifat sementara, pemerintah dapat merespons dengan langkah-langkah anggaran. Misalnya, membantu keluarga berpenghasilan rendah dengan biaya pemanas dan listrik yang lebih tinggi.

Tetapi jika itu menjadi masalah jangka panjang, responsnya harus struktural, katanya.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Associated Press


TERBARU