Putin Pertimbangkan Akui Wilayah Separatis Donetsk dan Luhansk di Ukraina sebagai Negara Merdeka
Kompas dunia | 22 Februari 2022, 05:15 WIBMOSKOW, KOMPAS.TV - Presiden Rusia Vladimir Putin, Senin (21/2/2022), bertemu dengan pejabat tinggi Kremlin untuk mempertimbangkan pengakuan kemerdekaan Donetsk dan Luhansk, wilayah separatis di Ukraina timur.
Langkah tersebut akan meningkatkan ketegangan antara Rusia dan Barat di tengah kekhawatiran bahwa Kremlin akan meluncurkan invasi ke Ukraina dalam waktu dekat, seperti dilaporkan Associated Press, Senin.
Pertemuan Dewan Keamanan kepresidenan itu terjadi di tengah lonjakan pertempuran di Ukraina timur yang diyakini Barat sedang disiapkan oleh Rusia sebagai dalih untuk menginvasi Ukraina, yang selama ini menentang upaya Moskow untuk menarik Ukraina kembali ke dalam orbit Rusia.
Dengan perkiraan 150.000 tentara Rusia berkumpul di tiga sisi Ukraina, Amerika Serikat memperingatkan bahwa Moskow sudah mengambil keputusan untuk menyerang.
Namun, Presiden AS Joe Biden dan Putin secara tentatif dilaporkan menyetujui kemungkinan pertemuan tingkat tinggi dalam upaya terakhir untuk menghindari perang.
Jika Rusia menyerang, pertemuan Biden dan Putin tentu akan batal, tetapi prospek pertemuan puncak tatap muka antara keduanya menghidupkan kembali harapan bahwa diplomasi dapat mencegah konflik, yang akan membawa korban dan kerusakan ekonomi besar di seluruh Eropa, yang sangat bergantung pada suplai energi Rusia.
Keputusan Putin untuk mempertimbangkan pengakuan kemerdekaan wilayah separatis Donetsk dan Luhannsk di Ukraina Timur hanya akan akan menyiram bensin ke dalam api angkara murka Ukraina dan Barat.
Baca Juga: Rusia Tuduh Tentara Ukraina Bunuhi Warga Sipil, Disebut Usaha untuk Mengesahkan Serangan ke Ukraina
Para pemimpin wilayah Donetsk dan Luhansk sebelumnya merilis pernyataan di televisi, memohon kepada Putin untuk mengakui mereka sebagai negara merdeka dan menandatangani perjanjian persahabatan yang mempertimbangkan bantuan militer untuk melindungi mereka dari apa yang mereka gambarkan sebagai serangan militer Ukraina.
Majelis rendah parlemen Rusia juga membuat permohonan yang sama minggu lalu.
Pihak berwenang Ukraina menyangkal telah melakukan serangan, dan menuduh Rusia melakukan provokasi.
Kremlin awalnya mengisyaratkan keengganannya untuk mengakui wilayah tersebut sebagai wilayah merdeka, dengan alasan hal itu akan secara efektif menghancurkan kesepakatan damai 2015.
Pasalnya, Ukraina timur merupakan kudeta diplomatik besar-besaran yang dilakukan Moskow. Perjanjian damai 2015 mengharuskan Ukraina menawarkan pemerintahan sendiri dengan kedaulatan luas bagi wilayah yang ingin memisahkan diri.
Namun dalam pertemuan keamanan pada Senin, Putin dan pejabat lainnya berpendapat pihak berwenang Ukraina tidak menunjukkan keinginan untuk mengimplementasikan kesepakatan itu.
Dengan prospek perang yang membayangi, Presiden Prancis Emmanuel Macron bergegas untuk menengahi pertemuan antara Biden dan Putin.
Rusia mengatakan tuntutan mereka sederhana, hanya ingin jaminan Barat bahwa NATO tidak akan mengizinkan Ukraina dan negara-negara bekas Soviet lainnya untuk bergabung sebagai anggota.
Rusia juga hanya menuntut NATO menghentikan penyebaran senjata di Ukraina dan menarik mundur pasukannya dari Eropa Timur.
Tuntutan Rusia tersebut ditolak mentah-mentah oleh Barat.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV/Associated Press