Di Afghanistan, Lonjakan Covid-19 Varian Omicron Hantam Sistem Kesehatan yang Sudah Runtuh
Kompas dunia | 10 Februari 2022, 04:35 WIBHingga hari Selasa, WHO mencatat 7.442 kematian dan hampir 167.000 infeksi sejak dimulainya pandemi selama dua tahun ini.
Baca Juga: PBB Ungkap Putra Osama Bin Laden Bertemu Taliban, Kelompok Teroris Ditakutkan Bebas di Afghanistan
Sementara itu, pihak pemerintahan baru Taliban mengatakan sedang mencoba untuk mendorong vaksinasi Covid-19 pada populasi yang skeptis dan berpandangan vaksin berbahaya.
Dengan stok 3,2 juta dosis vaksin, Hazhir mengatakan, pemerintah meluncurkan kampanye vaksinasi melalui masjid lewat ulama dan klinik vaksin keliling untuk membuat lebih banyak orang disuntik vaksin Covid-19.
Saat ini, hampir 27 persen dari 38 juta orang Afghanistan telah menjalani vaksinasi Covid-19.
Vaksin itu sebagian besar dengan vaksin Johnson dan Johnson dosis tunggal.
"Di warga Afghanistan untuk mengikuti protokol keselamatan minim, seperti mengenakan masker dan menjaga jarak sosial, hampir tidak mungkin," kata Liwal.
Baca Juga: Taliban Memohon Negara Islam Mengakui Pemerintahannya di Afghanistan
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Masyarakat Afghanistan menjalankan kampanye penyadaran tentang pentingnya mengenakan masker dan menjaga jarak sosial, tetapi kebanyakan orang tidak peduli.
Bahkan di rumah sakit Afghanistan-Jepang, yang banyak memiliki tanda peringatan wajib masker, kebanyakan orang duduk di aula rumah sakit tanpa mengenakan masker.
Di unit perawatan intensif, di mana setengah dari 10 pasien di bangsal menggunakan ventilator, dokter dan petugas hanya mengenakan masker bedah dan gaun pelindung saat mereka berpindah dari tempat tidur ke tempat tidur pasien lain.
Kepala unit perawatan intensif di RS, Dr. Naeemullah mengatakan, dia membutuhkan lebih banyak ventilator dan yang lebih mendesak adalah butuh dokter yang terlatih untuk menggunakan ventilator.
Walaupun Naeemullah kewalahan dan jarang dibayar upahnya, tetapi merasa berkewajiban untuk melayani pasiennya.
Tetapi Liwal mengatakan, beberapa dokter telah meninggalkan Afghanistan.
Sebagian besar dari 200 karyawan rumah sakit datang untuk bekerja secara teratur walaupun berbulan-bulan tanpa bayaran.
Pada bulan Desember, sebuah badan amal berbasis di Amerika Serikat yang berafiliasi dengan Universitas Johns Hopkins menyediakan dana.
Tetapi hanya mampu menutupi kebutuhan selama dua bulan, yakni memberi staf rumah sakit gaji bulan Desember dan janji untuk memberi gaji di bulan Januari.
Baca Juga: Pameran Foto Pengungsi Afghanistan Bertajuk Albania from My Eyes, Gambarkan Kebaikan Albania
Untuk itulah, kini Kementerian Kesehatan masyarakat setempat dalam perundingan dengan WHO untuk mengambil alih biaya menjalankan rumah sakit hingga bulan Juni.
Liwal melanjutkan, rumah sakit Kabul lainnya dulu dapat menampung beberapa pasien, tetapi sekarang tidak lagi memiliki sumber daya.
"Dengan kurangnya dana dan staf yang pergi, 33 fasilitas yang menawarkan perawatan COVID-19 secara nasional telah ditutup," katanya.
Satu-satunya ahli mikrobiologi rumah sakit Afghanistan-Jepang, Dr. Faridullah Qazizada, berpenghasilan kurang dari $1.000 sebulan sebelum Taliban mengambil alih kekuasaan.
Namun begitu, dia hanya menerima gaji satu bulan sejak Agustus.
Peralatan dan fasilitas untuk bekerja menyelamatkan nyawa manusia hampir tidak memadai.
“Seluruh sistem kesehatan telah hancur,” katanya.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV/Associated Press