> >

Soal Invasi Rusia ke Ukraina, Gedung Putih Bantah Tudingan Sebarkan Ketakutan Tak Beralasan

Kompas dunia | 8 Februari 2022, 15:18 WIB
Menlu Amerika Serikat Antony Blinken. Amerika Serikat membantah mereka bersikap "alarmisme", atau menyebarkan ketakutan atau peringatan bahaya yang tidak beralasan atas penumpukan pasukan Rusia di perbatasan Ukraina dan atas kemungkinan invasi Rusia ke negara itu. (Sumber: Brendan Smialowski/Pool via AP)

WASHINGTON, KOMPAS.TV - Dihadapkan dengan tuduhan "alarmisme" atas kemungkinan invasi Rusia ke Ukraina, Washington bersikap defensif atas kredibilitas peringatannya, bahkan ketika mereka menyimpan informasi tertentu, seperti dilansir Straits Times, Selasa, (8/2/2022).

"Ini bukan alarmisme. Ini hanya fakta," kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Senin (7/2/2022) dalam konferensi pers. Menurut kamus Merriam-Webster, alarmisme adalah ketakutan atau peringatan bahaya yang sering kali tidak beralasan.

Washington pada musim gugur mulai membunyikan alarm atas penumpukan besar-besaran pasukan Rusia di perbatasannya dengan Ukraina, menuduh Presiden Valdimir Putin merencanakan serangan besar-besaran atas Ukraina.

Dalam beberapa hari terakhir, pemerintahan Presiden Joe Biden meningkatkan peringatan, dengan membocorkan apa yang dianggap intelijen Amerika Serikat sebagai situasi terkini di perbatasan Rusia - Ukraina.

Rusia, menurut intelijen Amerika Serikat, sudah menggelar 110.000 tentara di perbatasan Ukraina, hampir 70 persen dari 150.000 tentara yang dibutuhkan untuk invasi skala penuh, yang dapat diluncurkan pada pertengahan Februari, menurut intelijen.

Tetapi negara-negara kunci di kawasan justru berusaha untuk mengurangi ketegangan atas informasi yang menakutkan tersebut.

"Jangan percaya prediksi apokaliptik (kiamat)," cuit Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba, Minggu (6/2/2022).

Dalam konsesi kecil, Gedung Putih pekan lalu kembali pada kualifikasi invasi potensial sebagai "dekat" dan bukan "segera". Ini tidak lama setelah otoritas Eropa telah menyatakan kejengkelan pada retorika Amerika Serikat tentang krisis tersebut.

"Kami tahu betul apa tingkat ancaman dan cara kami harus bereaksi, dan tidak diragukan lagi kami harus menghindari reaksi yang mengkhawatirkan," kata kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell pada akhir Januari.

Namun, pada hari Senin, berdampingan dengan Blinken di Washington, Borrell lebih selangkah dengan Amerika.

"Kami hidup, menurut pemahaman saya, pada saat paling berbahaya bagi keamanan di Eropa setelah berakhirnya Perang Dingin," kata Borrell.

"140.000 tentara berkumpul di perbatasan, bukan untuk pergi minum teh," kata Josep Borrell.

Baca Juga: Ukraina Tak Percaya Rusia Akan Segera Menyerang, Padahal AS Sudah Berikan Peringatan

Peta gelaran pasukan Rusia di sekitar perbatasan Ukraina. (Sumber: France24)

Bagi profesor hubungan internasional Nina Khrushcheva di New York's New School, Washington dalam bahaya. Ini diistilahkan oleh Khrusceva dengan perumpamaan 'serigala menangis', yang artinya adalah meneriakkan sesuatu atau menyebarkan kekhawatiran tanpa fakta yang kuat.

"Masalah dengan kredibilitas Amerika Serikat adalah mereka sudah tiga bulan berbicara tentang invasi yang akan segera terjadi," katanya seperti dikutip Straits Times.

"Intelijen Amerika Serikat, seperti kita tahu, mereka tidak hanya tak sempurna, tetapi mereka juga sering disesuaikan untuk sarana politik."

Dia mengutip contoh-contoh seperti dugaan senjata pemusnah massal yang digunakan untuk membenarkan serangan tahun 2003 di Irak yang tidak pernah ditemukan, dan baru-baru ini, kegagalan CIA untuk memprediksi keruntuhan cepat pemerintah Afghanistan setelah penarikan Amerika Serikat.

Saling tukar argumentasi pada konferensi pers harian Departemen Luar Negeri Kamis lalu menggambarkan kegelisahan tertentu di pihak pemerintah Amerika Serikat.

Washington baru saja mengeklaim punya bukti bahwa Moskow berencana untuk memfilmkan serangan palsu Ukraina terhadap Rusia, menciptakan dalih bagi Rusia untuk menyerang Ukraina.

Ditekan pada bukti plot seperti itu, juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price mengelak, hanya mengatakan informasi tersebut berasal dari intelijen AS dan keputusan untuk mempublikasikannya adalah tanda kesahihan.

"Jika Anda meragukan kredibilitas pemerintah Amerika Serikat, Inggris, serta pemerintah lain, dan ingin mencari pelipur lara atas informasi yang dikeluarkan Rusia...," kata Price dengan nada tegang.

Kurangnya rincian informasi dapat dimengerti oleh Khrushcheva. "Ini adalah intelijen, jadi, tentu saja, tidak ada bukti intelijen yang harus dibagikan," katanya.

Baca Juga: Putin Bersedia Kompromi dengan Barat Usai Berdiskusi dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron

Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bersedia berkompromi dengan Barat terkait ketegangan di sepanjang perbatasan dengan Ukraina, usai berdiskusi dengan presiden Prancis Emanuele Macron di Moskow (Sumber: France24)

"Sangat mungkin, tentu saja, Rusia sedang mempersiapkan operasi palsu atau semacam kampanye propaganda, kampanye disinformasi," tambahnya.

"Saat kamu sering meneriakkan tanda bahaya tanpa fakta yang sahih (cry wolf)... itu bukan berarti serigala (bahaya) tidak akan datang, tapi kamu harus berhati-hati pada berapa lama dan seberapa kuat kamu menangis (atau meneriakkan kekhawatiran)."

Terperangkap dalam kebingungan, Washington mencoba menjelaskan dirinya sendiri, tanpa mengungkapkan lebih banyak.

"Penangkal terbaik untuk disinformasi adalah informasi, dan itulah yang kami coba berikan dengan kemampuan terbaik kami," kata Blinken, Senin.

Juru bicaranya juga mencoba untuk memuluskan keruwetan tersebut, "Saya pasti tidak akan pernah bisa memberi Anda bukti yang Anda, saya yakin, menginginkannya," kata Price.

Pemerintah Amerika Serikat sedang "mencoba untuk mencapai keseimbangan yang sangat sulit" antara berkata terlalu banyak dan berkata terlalu sedikit, tambahnya.

“Bahkan ketika kami berusaha untuk mengekspos upaya Moskow, kami tidak ingin membahayakan atau berpotensi membahayakan kemampuan kami untuk mengumpulkan informasi semacam ini ke depan.”

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Straits Times


TERBARU