> >

Ramai-ramai Kunjungi Metaverse Ka'bah, Turki: Bukan Haji yang Sah

Kompas dunia | 8 Februari 2022, 11:36 WIB
Diyanet Turki menjelaskan bahwa mengunjungi Ka'bah di metaverse tidak dihitung ibadah Haji. (Sumber: AP Photo/Amr Nabil)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Keputusan Arab Saudi membawa Ka'bah ke metaverse nyatanya menimbulkan pertanyaan baru.

Melansir Hurriyet Daily News, Arab Saudi membawa Ka'bah ke metaverse pada Desember 2021 yang memungkinkan umat Islam melihatnya secara virtual.

Metaverse ini disebut "Inisiatif Batu Hitam Virtual" di mana pengguna dapat melihat Hajar Aswad secara virtual.

Hajar Aswad merupakan batu hitam yang diletakkan di salah satu sudut Ka'bah, yang terletak di Masjid Agung Mekah.

“Ini memungkinkan umat Islam untuk merasakan Hajar Aswad secara virtual sebelum ziarah ke Mekah,” kata pejabat Arab Saudi dalam sebuah pernyataan dikutip Selasa (8/2/2022).

Baca Juga: Mewujudkan Metaverse di Indonesia Perlu Waktu Lama, Ini Alasannya

Proyek ini direalisasikan oleh Badan Urusan Pameran dan Museum Arab Saudi, bekerja sama dengan Universitas Umm al-Qura.

Proyek ini diperkenalkan dalam sebuah upacara pada 14 Desember 2021, dengan kehadiran Abdul-Rahman al-Sudais, presiden umum Haramain.

Namun, nyatanya metaverse Ka'bah itu menimbulkan kontroversi di antara umat Muslim di seluruh dunia.

Tak sedikit yang mempertanyakan di media sosial apakah mengunjungi Ka'bah di metaverse dapat dianggap sebagai ibadah haji.

Dalam hal ini direktur Departemen Layanan Haji dan Umrah Turki, Remzi Bircan (Diyanet) angkat bicara.

Menurut Bircan, melakukan ibadah haji di metaverse tidak mungkin dapat terjadi.

"Orang-orang Islam dapat mengunjungi Ka'bah di metaverse, tetapi itu tidak akan pernah dianggap sebagai haji yang nyata," kata Remzi Brican.

"Kaki orang harus menyentuh tanah," lanjutnya.

Menurut Bircan, ibadah Haji harus dilakukan dengan pergi ke kota suci Mekah dalam kehidupan nyata.

Dalam hal ini, Bircan berpendapat bahwa inisiatif Saudi membawa Ka'bah ke Metaverse mungkin sebagai ajang promosi.

Baca Juga: Menkominfo Sebut Indonesia Berpeluang Kembangkan Metaverse Dunia karena Punya Kearifan Lokal

“Seperti berkeliling museum dengan kacamata VR (Virtual Reality), orang Saudi memulai program perjalanan virtual ini untuk mempromosikan Ka'bah," ujar Bircan memberi contoh.

Akademisi dari Fakultas Teologi Universitas Istanbul, Abdullah T rabzon juga sependapat dengan Diyanet.

Menurutnya, virtual dan realitas harus dibedakan. Tirabzon juga menjelaskan bahaya dan risiko metaverse dalam istilah agama.

“Virtual dan realitas tidak akan pernah bisa sama. Setelah Anda melakukan kunjungan virtual ke Ka'bah, Anda bukan haji atau umrah sejati, ”kata T rabzon.
 
“Jika seseorang muncul dengan ide 'haji di metaverse' hari ini, maka besok yang lain bisa muncul dengan ide 'sholat di metaverse.' Ini semua adalah pikiran yang kadaluwarsa," lanjutnya.

Sebagai informasi, metaverse adalah realitas virtual yang dibuat semirip mungkin dengan dunia nyata yang berada di internet.

 

Penulis : Dian Nita Editor : Purwanto

Sumber : Hurriyetdailynews.com


TERBARU