> >

AS Akhiri Operasi Tempur di Irak, Siapkan Ini untuk Habisi Sisa-sisa ISIS

Kompas dunia | 10 Desember 2021, 09:07 WIB
Pasukan Amerika Serikat di Semalka, perbatasan antara Irak dan Suriah. Militer Amerika Serikat hari Kamis (09/12/2021) mengumumkan berakhirnya operasi tempur di Irak dan memulai transisi dari misi tempur di Irak ke misi dukungan (Sumber: Straits Times)

BAGHDAD, KOMPAS.TV - Militer Amerika Serikat hari Kamis (9/12/2021) mengumumkan berakhirnya operasi tempur di Irak dan memulai transisi dari misi tempur ke misi dukungan untuk "memberi nasihat, membantu, dan memungkinkan" pasukan Irak menghabisi sisa-sisa Negara Islam Irak dan Suriah ISIS.

Sementara pengumuman itu menandakan pergeseran terbaru dalam misi di Irak sejak invasi Amerika Serikat 18 tahun lalu.

Langkah itu tidak mengurangi jumlah pasukan AS di Irak, alih-alih, tetap mempertahankan jumlah tentara yang sama, kira-kira 2.500 tentara di lapangan dalam peran dukungan operasi tempur.

"Kami menempuh perjalanan jauh sejak koalisi menjawab permintaan bantuan (Irak)," kata Mayor Jenderal John Brennan, Dansatgas kelompok anti-ISIS di Irak, dalam sebuah pernyataan. "Dalam fase baru ini, kemitraan transformatif kami dengan Irak melambangkan perlunya kewaspadaan terus-menerus."

Bagi pemerintah Irak, berakhirnya operasi tempur AS dianggap sebagai kemenangan politik untuk menangkis tekanan partai politik dan milisi dukungan Iran yang menentang kehadiran pasukan AS.

Keputusan ini adalah hasi pembicaraan antara Presiden Joe Biden dan PM Irak Mustafa al-Kadhimi bulan Juli, setelah presiden Joe Biden berkomitmen untuk menghapus semua pasukan tempur dari Irak pada akhir tahun.

Langkah itu dilihat oleh pejabat AS pada saat itu sebagai upaya untuk mengurangi tekanan pada Al-Kadhimi, sekutu AS yang harus menyeimbangkan hubungan dengan Iran untuk mempertahankan posisinya.

Pasukan AS dan Irak mengadakan upacara sederhana di Baghdad pada Kamis sore menandai transisi ke misi "menasihati dan membantu", sebuah pernyataan bahwa sebagian besar pasukan AS akan terus memainkan peran yang sama sejak penaklukan ISIS tiga tahun lalu.

Militer AS menarik diri dari Irak tahun 2011 setelah gagal merundingkan perjanjian status pasukan dengan pemerintah Irak. Tiga tahun kemudian, pemerintah Irak meminta pasukan AS kembali untuk membantu mengusir kelompok ISIS, yang menguasai sepertiga wilayah Irak dan sebagian besar Suriah.

Baca Juga: Serangan Bom ISIS di Irak Tewaskan 5 Pejuang Kurdi

Pos pemeriksaan polisi di kota Baghdad. Tiga belas polisi Irak tewas dalam serangan kelompok Negara Islam ISIS terhadap pos pemeriksaan di utara negara itu pada Minggu pagi (05/09/2021) (Sumber: Ahmad al-Rubaye/France24/AFP)

Masih belum jelas apakah pengumuman hari Kamis akan cukup untuk menenangkan kelompok-kelompok milisi dukungan Iran yang mendesak penarikan penuh pasukan AS .

Satu kelompok milisi yang sekarang menjadi bagian dari pasukan keamanan pemerintah Irak mengatakan "tidak percaya pada janji apa pun" yang dibuat oleh Amerika Serikat.

"Jika pasukan AS tidak mundur pada akhir tahun, itu hanya dapat didefinisikan sebagai pendudukan," kata Harakat Hizbullah al-Nujaba dalam sebuah pernyataan.

Milisi itu adalah salah satu pasukan paramiliter yang dimobilisasi pada tahun 2014 untuk melawan ISIS dan kemudian diserap ke dalam pasukan keamanan resmi Irak.

"Menargetkan pendudukan AS di Irak adalah suatu kehormatan besar, dan kami mendukung faksi yang menargetkannya," kata kelompok itu.

Pernyataan AS hari Kamis menegaskan, sementara pasukan koalisi AS di Irak tidak memiliki peran tempur, mereka mempertahankan hak untuk membela diri.

Amerika Serikat berulang kali menyalahkan milisi yang didukung Iran atas serangan terhadap Kedutaan Besar AS dan pangkalan AS di pangkalan Irak yang lebih besar.

Baca Juga: Tiga Anggota ISIS Berusaha Kabur dari Penjara Irak, Satu Ditembak Mati dan Dua Menyerah

Para demonstran mengangkat poster Abu Mahdi al-Muhandis (kanan), wakil kepala pasukan paramiliter Irak Hashd Shaabi, dan komandan militer Iran Qassem Soleimani, yang sama-sama tewas akibat serangan drone Amerika Serikat setahun lalu. (Sumber: Xinhua)

Kelompok-kelompok milisi mengatakan mereka membalas pembunuhan Mayor Jenderal Qassem Soleimani, komandan keamanan dan intelijen tertinggi Iran dan seorang komandan keamanan senior Irak, dalam serangan pesawat tak berawak AS di Baghdad tahun lalu.

Ketegangan di Irak telah meningkat seiring sengketa pemilihan parlemen pada bulan Oktober lalu.

Partai-partai utama yang didukung Iran di negara itu, beberapa di antaranya adalah senjata politik milisi, muncul dengan kursi yang jauh lebih sedikit, sementara gerakan Muqtada al-Sadr, seorang ulama Syiah, memperoleh tambahan kursi.

Pejuang Sadr berperang melawan pasukan AS selama pendudukan AS di Irak, tetapi dia sekarang dipandang sebagai seorang nasionalis dan kekuatan penyeimbang melawan faksi-faksi yang lebih pro-Iran.

Kelompok-kelompok yang kehilangan kursi menyebut pemilihan itu curang, meningkatkan prospek kekerasan jika pengadilan federal hari Senin mengesahkan hasil seperti yang diharapkan.

Sementara kekerasan oleh dan di antara faksi-faksi Syiah bersenjata yang bersaing menjadi perhatian paling mendesak di Irak, kelompok ISIS terus menimbulkan ancaman.

Brennan, dalam komentarnya Kamis, menggambarkan kelompok teroris sebagai "down but not out."

Meskipun ISIS tidak lagi menguasai wilayah, mereka mempertahankan sel-sel tidur di Irak dan Suriah. Baru-baru ini mereka muncul kembali di wilayah Irak yang diklaim oleh pemerintah federal dan pasukan Irak Kurdi.

Sementara pasukan Irak semakin mahir dalam memerangi ISIS, mereka masih mengandalkan koalisi pimpinan AS untuk bantuan intelijen, perencanaan operasional, dan dukungan udara.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV/Straits Times


TERBARU