KTT ASEAN ke 38 Dimulai Secara Virtual, Kursi Myanmar Kosong
Kompas dunia | 26 Oktober 2021, 12:21 WIBBANDAR SERI BEGAWAN, KOMPAS.TV - KTT ASEAN ke 38 dimulai hari ini, Selasa (26/10/2021) tanpa perwakilan Myanmar, setelah pemimpin junta militer tidak diundang pada pertemuan karena gagal mengikuti kesepakatan damai regional, sementara junta militer yang berkuasa menolak untuk mengirim perwakilan junior.
Dalam KTT secara virtual yang diwakili pemimpin setiap negara ASEAN itu, kursi Myanmar kosong dan hanya tampak layar bertuliskan nama negara anggota, yaitu Myanmar.
Seperti dilansir Straits Times yang mengutip Reuters, baik ketua ASEAN saat ini, Brunei Darussalam, maupun sekretaris jenderal ASEAN tidak menyebutkan ketidakhadiran dalam sambutan pembukaan pada pertemuan virtual tersebut.
ASEAN pada 15 Oktober lalu memutuskan untuk mengecualikan pemimpin junta Min Aung Hlaing, yang menggulingkan pemerintah sipil pada 1 Februari, karena kegagalannya untuk menerapkan proses perdamaian yang dia setujui dengan ASEAN pada April untuk mengakhiri krisis berdarah negara itu.
Langkah tersebut merupakan langkah berani yang jarang dilakukan oleh ASEAN yang dikenal karena prinsip non-intervensi dan kebijakan engagementnya.
Brunei mengatakan ASEAN hanya akan mengundang perwakilan non-politik dari Myanmar, tetapi tidak ada konfirmasi mengenai hal ini dengan pembukaan KTT.
Junta Myanmar pada Senin malam mengatakan hanya akan menyetujui kepala negara atau perwakilan menteri menghadiri KTT, memberi sinyal kursi mereka akan kosong pada KTT tersebut.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden akan menghadiri sesi bersama melalui tautan video.
Baca Juga: Junta Militer Myanmar Kembali Protes karena ASEAN Hanya Izinkan Pejabat Menengah Jadi Wakil di KTT
KTT ASEAN hari ini selain pertemuan antara pemimpin negara Asia Tenggara memiliki tiga agenda terpisah, yaitu pertemuan antara ASEAN dengan presiden Amerika Serikat, Joe Biden, pemimpin China, dan pemimpin Korea Selatan.
ASEAN terdiri dari Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam.
Seperti dilansir Straits Times, Senin (25/10/2021), dalam siaran pers yang diedarkan pada malam KTT ASEAN ke-38 dan ke-39 yang dimulai pada hari Selasa, Kementerian Luar Negeri Myanmar di bawah junta militer mengeluarkan pernyataan, “Myanmar sebagai negara anggota ASEAN memiliki hak penuh untuk berpartisipasi dalam KTT ASEAN mendatang dan KTT terkait .... karena Piagam ASEAN menjamin kesetaraan semua negara anggota ASEAN dan dengan demikian tingkat keterwakilan yang sama di Pertemuan ASEAN dengan pijakan yang sama dengan sesama Negara Anggota ASEAN.”
Brunei Darussalam, ketua ASEAN tahun ini, secara efektif melarang pemimpin junta militer Myanmar Min Aung Hlaing untuk hadir di KTT ASEAN dengan mengirimkan undangan ke "perwakilan nonpolitik" dari Myanmar, menyusul keputusan pertemuan darurat menteri luar negeri pada 15 Oktober lalu.
Ini sebagai tanggapan atas sangat sedikitnya upaya junta militer mendorong dialog di dalam negeri di tengah krisis politik Myanmar.
Kementerian Luar Negeri junta militer Myanmar mengatakan, merendahkan partisipasi Myanmar dengan membatasi perwakilan negara menjadi hanya sekretaris tetap kementerian, melanggar piagam ASEAN.
Junta militer menambahkan pihaknya hanya akan menerima partisipasi "kepala negara atau kepala pemerintahan atau perwakilan tingkat menterinya" dan akan "mengejar proses hukum di bawah piagam ASEAN" untuk menyelesaikan perbedaan.
Baca Juga: Jokowi Minta ASEAN Percepat Koridor Perjalanan, Dorong Pariwisata dan Ekonomi Pasca Pandemi Covid-19
Michael Vatikiotis, direktur Asia dari Pusat Dialog Kemanusiaan yang berbasis di Jenewa, mengatakan junta Myanmar "mungkin peduli karena dibekukan dari KTT", meskipun Myanmar memiliki sejarah bertahan dari isolasi internasional.
"Pertanyaannya sekarang adalah apakah para pemimpin regional akan setuju untuk terlibat dengan Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) secara lebih formal, seperti yang telah mulai dilakukan Amerika Serikat dan Uni Eropa," katanya.
NUG adalah aliansi kelompok pro-demokrasi dan tentara etnis minoritas yang dibentuk setelah kudeta.
Sementara itu, Gedung Putih mengatakan pada Senin malam bahwa Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan pada hari sebelumnya bertemu dengan perwakilan NUG.
Dalam pertemuan virtual itu, Sullivan menegaskan kembali dukungan AS untuk gerakan pro-demokrasi di Myanmar dan membahas upaya berkelanjutan untuk memulihkan jalan menuju demokrasi dengan perwakilan NUG Duwa Lashi La dan Zin Mar Aung, kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan.
Sullivan menyatakan keprihatinan atas kekerasan militer dan mengatakan "Amerika Serikat akan terus mempromosikan akuntabilitas atas kudeta militer tersebut".
Dia menyatakan keprihatinan khusus atas penangkapan aktivis pro-demokrasi Ko Jimmy baru-baru ini dan mencatat bahwa Amerika Serikat akan terus mengadvokasi pembebasannya.
Sullivan dan pejabat NUG juga membahas pandemi Covid-19 di Myanmar dan upaya AS yang sedang berlangsung untuk memberikan bantuan kemanusiaan langsung kepada rakyat Myanmar.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV/Straits Times