Junta Militer Myanmar Janjikan Pembebasan Lebih dari 5.000 Tahanan Pengunjuk Rasa Penentang Kudeta
Kompas dunia | 18 Oktober 2021, 16:02 WIBYANGON, KOMPAS.TV - Kepala junta militer Myanmar menyatakan akan membebaskan lebih dari 5.000 orang yang dipenjara karena memprotes kudeta bulan Februari yang menggulingkan pemerintah sipil. Hal itu disampaikan kepala junta Min Aung Hlaing, Senin, (18/10/2021) seperti dilansir France24.
Sebanyak 5.636 tahanan akan dibebaskan untuk menandai festival Thadingyut pada Oktober nanti, kata Min Aung Hlaing, beberapa hari setelah dia dikeluarkan dari pertemuan puncak regional ASEAN atas kekecewaan terhadap komitmen pemerintahnya dalam meredakan krisis berdarah itu.
Myanmar terperosok dalam kekacauan sejak kudeta, dengan lebih dari 1.100 warga sipil tewas dalam tindakan berdarah terhadap perbedaan pendapat dan lebih dari 8.000 ditangkap menurut kelompok pemantau lokal.
Lebih dari 7.300 saat ini berada di balik jeruji besi di seluruh negeri, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.
Pemimpn junta militer Myanmar itu tidak memberikan rincian tentang siapa yang akan dimasukkan dalam daftar yang akan dibebaskan sementara dan otoritas penjara tidak menanggapi permintaan komentar media.
Pihak berwenang Myanmar membebaskan lebih dari 2.000 pengunjuk rasa anti-kudeta dari penjara di seluruh negeri bulan Juli lalu, termasuk wartawan yang kritis terhadap junta militer.
Mereka yang masih ditahan termasuk jurnalis Amerika Danny Fenster, yang telah ditahan sejak ditangkap pada 24 Mei.
Pengumuman amnesti datang setelah ASEAN hari Jumat memutuskan untuk mengecualikan Jenderal Senior Min Aung Hlaing dari pertemuan puncak mendatang akibat lambannya penanganan junta militer Myanmar terhadap krisis tersebut.
Para menteri luar negeri ASEAN sepakat "perwakilan non-politik" untuk Myanmar akan diundang ke KTT 26-28 Oktober sebagai gantinya.
Baca Juga: Pemimpin Junta Militer Myanmar Marah Tak Diundang dalam KTT ASEAN, Tegaskan Keberatannya
Blok tersebut, yang secara luas dikritik sebagai organisasi ompong, mengambil sikap tegas setelah junta menolak permintaan agar utusan khusus ASEAN bertemu dengan "semua pemangku kepentingan" di Myanmar, sebuah ungkapan ASEAN yang memberi pesan bahwa utusan khusus juga bermaksud untuk bertemu pemimpin sipil terguling Aung San Suu Kyi.
Pernyataan itu mencatat "kemajuan yang tidak memadai" dalam pelaksanaan rencana lima poin yang disepakati oleh para pemimpin ASEAN pada bulan April untuk mengakhiri kekacauan setelah kudeta.
Junta mengecam keputusan tersebut, menuduh ASEAN melanggar kebijakan non-intervensi dalam urusan dalam negeri negara-negara anggota.
Myanmar, yang sebagian besar diperintah oleh militer sejak kudeta tahun 1962, menjadi duri di dalam ASEAN sejak bergabung pada tahun 1997.
Pemerintahan Min Aung Hlaing membenarkan perebutan kekuasaannya dengan mengutip dugaan kecurangan suara dalam pemilihan tahun lalu, yang dimenangkan secara meyakinkan oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Suu Kyi.
Kudeta itu mematikan perkembangan yang sudah dicapai Myanmar di jalan demokrasi dan Suu Kyi yang berusia 76 tahun sekarang menghadapi serangkaian dakwaan di pengadilan junta militer yang bisa membuatnya dipenjara selama beberapa dekade.
Pekan lalu, kepala pengacaranya mengatakan dia telah dilarang oleh junta berbicara kepada wartawan, diplomat, atau organisasi internasional.
Peraih Nobel Suu Kyi, yang menghabiskan sebagian besar hidupnya melawan para jenderal Myanmar, dijadwalkan untuk bersaksi di pengadilan untuk pertama kalinya akhir bulan ini.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV/France24