Junta Militer Myanmar Tidak Kasih Akses Penuh, Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar Belum Bisa Bertugas
Kompas dunia | 26 September 2021, 00:02 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Utusan Khusus Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara ASEAN untuk Myanmar Erywan Yusof belum dapat menjalankan tugasnya untuk membantu penyelesaian krisis yang dipicu kudeta militer di negara itu, kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, Sabtu, (25/09/2021)
Hal itu disampaikan Retno saat membahas perkembangan situasi terakhir di Myanmar dalam sejumlah pertemuan dengan para mitra Indonesia di sela-sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB di New York, Amerika Serikat.
“Dari aspek politik saya sampaikan Utusan Khusus ASEAN belum dapat menjalankan tugasnya karena beliau memerlukan akses untuk bertemu dengan semua pihak,” kata Menlu RI Retno Marsudi saat memberi keterangan pers secara virtual dari New York.
Menurut Menlu Retno, hal itu menyebabkan upaya penyelesaian krisis di Myanmar “belum menunjukkan kemajuan yang signifikan”.
Sebagai utusan khusus, Erywan Yusof mengatakan dirinya masih bernegosiasi dengan militer mengenai persyaratan kunjungannya ke Myanmar dan berupaya mendapatkan akses untuk menemui pemimpin pemerintah terpilih yang digulingkan, Aung San Suu Kyi.
“Ada kebutuhan mendesak untuk mengunjungi Myanmar sekarang. Tetapi saya pikir sebelum itu semua, saya perlu memiliki jaminan,” kata Menlu Brunei Darussalam itu kepada Reuters, awal September lalu.
Menurut Erywan, dia harus mendapat gambaran yang jelas tentang apa yang harus dia lakukan dan apa saja tindakan yang diperbolehkan oleh junta militer Myanmar ketika dia berkunjung.
Baca Juga: 30 Polisi dan Tentara Junta Militer Myanmar Membelot, Gabung dengan Gerakan Pembangkangan Sipil
Dia ingin mengunjungi Myanmar sebelum akhir Oktober ketika para pemimpin ASEAN bertemu, tetapi mengatakan belum ada tanggal final tentang rencana kunjungan itu.
“Mereka belum mengajukan syarat, tetapi mereka belum jelas tentang persyaratan itu,” tutur Erywan, merujuk pada junta militer Myanmar.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer merebut kekuasaan pada 1 Februari 2021.
Kudeta itu mengakhiri satu dekade pemerintahan demokratis di Myanmar dan memicu kemarahan di dalam dan luar negeri atas kembalinya kekuasaan militer.
Lebih dari 1.120 orang tewas sejak kudeta, menurut hitungan PBB. Banyak korban jatuh oleh tindakan keras pasukan keamanan terhadap pemogokan dan protes pro-demokrasi, sementara ribuan orang telah ditangkap.
Pasukan perlawanan bersenjata muncul di berbagai daerah. Mereka bentrok dengan militer sehingga ribuan orang terpaksa melarikan diri, termasuk ke negara tetangga India dalam beberapa hari terakhir
Krisis semakin diperparah dengan pandemi Covid-19, yang memicu desakan internasional untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi rakyat Myanmar.
Menlu Retno mengatakan, bantuan kemanusiaan dari Indonesia akan dikirim sebelum akhir September dan disalurkan oleh AHA Centre sebagai koordinator dukungan kemanusiaan di bawah ASEAN.
Sebelumnya, Indonesia telah menyumbangkan peralatan kesehatan senilai 200 ribu dolar AS atau setara 2,9 miliar rupiah berupa masker KN95, alat pelindung diri, serta sarung tangan medis untuk membantu rakyat Myanmar memerangi Covid-19.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV/Antara