> >

Legislator AS Gulirkan RUU yang Serukan Penghentian Pendudukan Israel terhadap Wilayah Palestina

Kompas dunia | 24 September 2021, 13:54 WIB
Tentara Israel menyerang warga Palestina yang akan berunjuk rasa mendukung Nabi Muhammad di Masjid Al-Aqsa, Jumat (18/6/2021). (Sumber: AP Photo/Mahmoud Illean)

WASHINGTON, KOMPAS.TV – Sejumlah legislator dari Partai Demokrat di Amerika Serikat (AS) menggulirkan rancangan undang-undang (RUU) yang akan memperkuat dukungan terhadap solusi dua negara dalam masalah Israel-Palestina.

Namun, pegiat hak asasi manusia Palestina menilai RUU tersebut kurang kuat dalam menekan Israel.

RUU yang dijuluki Undang-Undang Solusi Dua Negara tersebut juga meminta dilakukannya “pengawasan yang ketat” terhadap bantuan militer AS untuk Israel guna memastikan uang tersebut tidak digunakan untuk melanggar hak asasi manusia.

RUU tersebut diajukan oleh anggota Kongres Andy Levin pada Kamis (23/9/2021) dan akan memperjelas perbedaan antara Israel dan wilayah Palestina yang didudukinya termasuk Yerusalem Timur.

“RUU ini memperjelas bahwa bantuan untuk membantu Israel menangani tantangan-tantangan keamanannya yang sangat riil mesti dilanjutkan tanpa berkurang 1 dolar pun,” ujar Levin dalam konferensi pers di Washington seperti dikutip dari Al Jazeera.

“Tapi ini tidak dapat digunakan dengan cara melanggar hak asasi manusia yang diakui secara internasional, atau untuk aktivitas-aktivitas yang akan melanggengkan pendudukan atau memungkinkan pencaplokan wilayah secara de facto atau de jure,” imbuhnya.

Baca Juga: Sendok Jadi Simbol Perlawanan Baru Palestina Usai Kaburnya 6 Tahanan dari Penjara Angker Israel

Levin yang mewakili negara bagian Michigan mengatakan, masalah Kongres berhak untuk mempertanyakan bagaimana uang hasil pajak akan digunakan bukanlah sesuatu yang baru. Tapi dalam kasus ini, sambungnya, hal ini “penting jika kita serius ingin mewujudkan solusi dua negara dan menjunjung hak asasi manusia warga Israel dan Palestina.”

RUU yang diajukan Levin tersebut muncul di tengah perdebatan tentang bantuan AS untuk Israel. Sejumlah legislator menyerukan diterapkan syarat atas pemberian bantuan militer sebesar 3,8 miliar dolar per tahun kepada pemerintah Israel.

RUU tersebut juga menyeru kepada pemerintah AS untuk mempertahankan hubungan diplomatik dengan Palestina dengan membuka kembali kantor Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di Washington, dan konsulat AS di Yerusalem Timur. Keduanya ditutup oleh mantan Presiden AS Donald Trump.

Baca Juga: Israel Penjarakan Ribuan Warga Palestina termasuk Anak-Anak, Sebagian Tanpa Proses Pengadilan

Joe Biden pernah berjanji akan membuka kembali hubungan dengan Palestina. Namun hingga delapan bulan sejak dilantik menjadi presiden AS, konsulat di Yerusalem Timur yang berada di bawah pendudukan Israel, masih belum dibuka.

Pemerintah AS selama ini menyatakan dukungan terhadap solusi dua negara yang akan mewujudkan negara Palestina yang meliputi Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Namun, para pembela hak asasi manusia Palestina selama bertahun-tahun memandang solusi dua negara sebagai sesuatu yang mustahil.

Pasalnya, Israel terus memperluas pembangunan permukiman khusus Yahudi di wilayah Palestina yang didudukinya. Akibatnya, banyak pihak memandang solusi dua negara sebagai cara Israel untuk mempertahankan status quo.

Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), lebih dari 680.000 pemukim Israel saat ini tinggal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang berada di bawah pendudukan.

RUU Levin memandang permukiman khusus Yahudi di Tepi Barat “inkonsisten dengan hukum internasional” dan menyerukan “penghentian pendudukan Israel terhadap wilayah Palestina.”

Israel menduduki Gaza dan Tepi Barat termasuk Yerusalem Timur dalam perang 1967. Israel lalu mencaplok Yerusalem Timur pada 1980.

Baca Juga: PM Israel Tolak Pembentukan Negara Palestina, Dianggap Kesalahan Buruk

Kampanye AS untuk Hak-Hak Warga Palestina (US Campaign for Palestinian Rights/USCPR), Kamis, menilai RUU Levin tidak cukup kuat untuk menekan Israel.

“Permintaan warga Palestina telah sangat jelas, hentikan keterlibatan AS dalam pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan Israel dan tinggalkan tindakan yang membahayakan dan kekerasan,” kata USCPR dalam pernyataannya.

“Undang-Undang Solusi Dua Negara tidak lolos dalam dua persyaratan dasar itu. Karena itu, tidak dapat disebut sebagai RUU yang progresif tentang Palestina.”

Sementara itu, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett yang menggelar pertemuan dengan Biden di Washington pada bulan lalu, mengatakan tidak akan membiarkan berdirinya negara Palestina di bawah pemerintahannya.

Penulis : Edy A. Putra Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Al Jazeera


TERBARU