Kelaparan dan Jurang Kehancuran Ekonomi Membayangi Berlarutnya Pandemi Covid-19 di Nigeria
Kompas dunia | 16 Juli 2021, 03:45 WIBMenurut Hassa jaring pengaman sosial yang sangat terbatas di negara itu hanya mampu memberi sangat sedikit bantuan bagi jutaan orang. "Kejahatan sebenarnya meroket setiap hari, karena orang berusaha memenuhi kebutuhan dasar."
Baca Juga: 45 Warga Sipil Tewas Dibantai Kelompok Militan di Faru, Nigeria
Pada Sabtu sore dengan mendung menggantung hitam, lusinan wanita berbaris di lingkungan Oworonshoki di tepi kota Lagos saat lembaga Lagos Food Bank Initiative membagikan paket beras, minyak, dan kebutuhan pokok lainnya.
Presiden lembaga tersebut, Michael Sunbola, mengatakan kebutuhan saat ini 40 persen lebih tinggi dari sebelum pandemi.
Itu adalah kali pertama lembaga tempat Michael Sunbola bekerja mendistribusikan makanan di wilayah Oworonshoki.
Wilayah itu dikenal sebagai wilayah campuran, di mana blok apartemen berdampingan dengan gubuk-gubuk bobrok.
"Keluarga kelas menengah, orang yang biasanya tidak pernah membayangkan sampai harus mengantre untuk mendapat bahan makanan, sekarang masuk dalam kategori orang yang kami layani," kata Sunbola.
Bank Dunia memperkirakan guncangan harga pada tahun 2020 mendorong tambahan 7 juta orang Nigeria ke dalam kemiskinan, dan jumlah itu adalah peningkatan hampir 10 persen.
Marco Hernandez, ekonom utama Bank Dunia untuk Nigeria, mengatakan melemahnya mata uang naira, pembatasan perdagangan dan penutupan perbatasan darat untuk mencegah penyelundupan juga mendorong harga naik tajam.
Kenaikan biaya juga memukul bank makanan pemberi bantuan; sekantong kacang 100 kg yang sebelum Covid-19 melanda harganya 30.000 naira sekarang harganya jadi 65.000 naira, memaksa lembaga tersebut memotong jumlah makanan di setiap bungkusnya.
Kacang dan bahan pokok lainnya ditanam terutama di utara Nigeria yang semakin situasi keamanannya makin tidak stabil.
Baca Juga: Gerombolan Bersenjata Culik 150 Murid dari Pesantren di Nigeria
Para legislator memperingatkan pada bulan April bahwa negara itu "terbakar" karena gelombang kekerasan dan pelanggaran hukum.
Pada bulan November, gerilyawan garis keras Islam memenggal kepala puluhan petani di negara bagian Borno timur laut.
Sementara di barat laut, geng-geng bersenjata menculik untuk meminta uang tebusan sehingga membuat para petani meninggalkan ladang mereka.
Seorang pejabat di negara bagian Kaduna barat laut memperingatkan, ketidakamanan sudah memukul telak hasil panen dan "mempercepat krisis pangan".
Kembali di Lagos, Gbadebo si tukang cukur mengatakan istrinya, yang saat ini berada di rumah bersama ketiga anak mereka, termasuk seorang bayi berusia satu bulan, akan segera mulai bekerja untuk membantu menghidupi keluarga.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Straits Times