> >

Thailand Sita 315 Kilogram Heroin yang akan Dikirim ke Australia, Diduga Berasal dari Myanmar

Kompas dunia | 7 Juli 2021, 07:58 WIB
Petugas bea cukai Thailand memajang paket-paket berisi heroin seberat hampir 315 kilogram yang disembunyikan dalam ember-ember cat akrilik, di Bangkok, Thailand, Selasa (6/7/2021). (Sumber: AP Photo/Sakchai Lalit)

BANGKOK, KOMPAS.TV – Bea cukai Thailand melakukan penyitaan heroin terbesar tahun ini, sekitar 315 kilogram senilai USD29 juta (atau sekitar Rp420 miliar) pada Selasa (6/7/2021). Penyitaan heroin itu membuat total heroin yang disita sepanjang tahun ini menjadi 2 ton.

Melansir Associated Press, pihak berwenang tidak menyebutkan asal heroin yang disita tersebut. Namun, diduga heroin itu diproduksi di Myanmar, pemasok utama narkoba di Thailand, menyusul ketidakstabilan yang terjadi di negara itu usai kudeta militer pada Februari lalu.

Baca Juga: Myanmar Bakar Narkoba Sitaan Senilai Hampir 1 Miliar Dolar, Termasuk Membakar Ganja

Direktur Jenderal Departemen Bea Cukai Thailand Parchara Anuntasilpa menyatakan, pihaknya mengungkap temuan sebanyak 134 paket heroin berbungkus plastik masing-masing seberat 2,4 kilogram yang disembunyikan dalam ember cat akrilik. Paket-paket heroin ini, sedianya akan dikirimkan ke Australia.

Petugas bea cukai Thailand menunjukkan bagaimana paket-paket heroin masing-masing seberat 2,4 kilogram yang terbungkus kontainer plastik disembunyikan dalam ember berisi cat akrilik kental. (Sumber: AP Photo/Sakchai Lalit)

Heroin itu, kata Anuntasilpa, ditemukan pada Senin (5/7/2021) saat ember-ember cat itu melalui pemeriksaan X-ray. Tentu saja, paket-paket berbentuk kotak dalam ember cat itu menarik perhatian.

Seorang tersangka telah ditangkap, kata Wichai Chaimongkol, sekretaris jenderal Dewan Pengendalian Narkotika. Seorang tersangka lain juga sudah teridentifikasi, namun berhasil melarikan diri ke Laos.

Kawasan Golden Triangle, atau Segitiga Emas, lokasi pertemuan perbatasan Myanmar, Laos dan Thailand, merupakan kawasan produksi utama opium. Di kawasan itu, banyak laboratorium yang mengubah opium menjadi heroin.

Baca Juga: Kucing Putih Lucu Ternyata Digunakan untuk Menyelundupkan Narkoba ke dalam Penjara

Thailand hampir berhasil memusnahkan seluruh produksi heroin dan pertanian opium. Langkah ini ditiru Myanmar, yang sayangnya, kawasan perbatasannya tak pernah dijaga dengan baik. Heroin dan obat-obatan terlarang lainnya kerap diselundupkan melalui Laos ke Thailand, dan sebagian besar lalu dikirim melalui kapal ke aneka tujuan luar negeri, seperti Australia.

Selama dua dekade belakangan, narkoba jenis methamphetamine yang mudah diproduksi sempat merajai pasar narkoba di kawasan itu bagi konsumsi domestik dan ekspor, menggantikan opium dan heroin.

“Meski permintaan opium terus menurun lantaran pasar obat-obatan sintetis berkembang dan beragam, organisasi kejahatan terorganisir yang memperdagangkan heroin masih mendapatkan keuntungan besar. Dan produksi dan perdagangan heroin jadi yang terbesar dari nilai itu,” papar Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan dalam Survei Opium Myanmar, laporan tahunannya yang diterbitkan pada Januari.

Baca Juga: Raja Narkoba Inggris Ditangkap di Dubai Setelah Menjadi Buronan Internasional Selama 8 Tahun

Dalam sebuah laporan di bulan Maret, Institut Kebijakan Strategis Australia mencatat bahwa “perdagangan narkoba Australia tengah meluas dan berkembang”.

“Meskipun para penegak hukum telah mengupayakan yang terbaik, penggunaan matamphetamine dan heroin terus meningkat hingga 17 persen dari tahun ke tahun. Penurunan harga di Asia Tenggara tampaknya akan tetap mendorong angka itu naik, sementara harga dan kemurnian obat di Australia tetap relatif stabil,” terang laporan itu.

Lebih lanjut Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan memperingatkan, pergolakan politik di Myanmar dapat berakibat meluasnya perdagangan narkoba dan obat-obatan terlarang.

Baca Juga: Penggerebekan Bandar Narkoba di Rio de Janeiro, 25 Orang Tewas dan Salah Satunya Polisi

Ada 3 faktor yang dapat memicu kenaikan perdagangan narkoba, kata laporan PBB itu. Pertama, tumbangnya tata pemerintahan yang baik.

Kedua, runtuhnya pasar tanaman normal. Dan ketiga, keinginan para milisi pemberontak etnis – sebagian telah memiliki hubungan lama dengan perdagangan narkoba – untuk meningkatkan pendapatan mereka untuk membiayai kegiatan mereka selama ketidakstabilan politik berlangsung.  

Penulis : Vyara Lestari Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU