Uni Eropa Perluas Sanksi Atas Junta Militer Myanmar Menjelang KTT ASEAN
Kompas dunia | 20 April 2021, 16:54 WIBBANGKOK, KOMPAS.TV — Uni Eropa memperluas sanksi terhadap pemimpin-pemimpin militer Myanmar serta berbagai perusahaan yang dikendalikan militer.
Hal itu dilakukan menjelang pertemuan regional Asia Tenggara yang akan membahas situasi yang memburuk di Myanmar menyusul kudeta militer sejak 1 Februari lalu, seperti dilansir Associated Press, Selasa (20/04/2021)
Sanksi Dewan Uni Eropa ini menyasar 10 individu dan 2 perusahaan yang dikendalikan militer Myanmar. Sebelumnya mereka juga sudah mendapat sanksi AS, Inggris, dan beberapa negara lain.
Belum jelas apakah langkah itu akan menghasilkan dampak positif atau tidak. Pasalnya, junta militer Myanmar meningkatkan upaya mereka melibas oposisi yang menentang pengambilalihan kekuasaan.
Ekonomi Myanmar sendiri saat ini sudah kadung krisis, diperparah oleh pandemi Covid-19 dan pembangkangan massal yang muncul setelah kudeta 1 Februari.
Uni Eropa mengatakan, individu yang mendapat sanksi kini menjadi 35 orang. Mereka dianggap bertanggung jawab merusak demokrasi dan supremasi hukum atas tindakan represif dan atas pelanggaran serius HAM yang dillakukan.
Baca Juga: Sekjen PBB Desak Para Pemimpin Negara ASEAN: Tingkatkan Upaya Cari Solusi Damai di Krisis Myanmar
Dua perusahaan yang dikendalikan militer, Myanma Economic Holdings Public Company Ltd. (MEHL) and Myanmar Economic Corp. (MEC), memiliki banyak unit usaha di banyak sektor industri dan selama ini membantu membiayai militer Myanmar.
Semua usaha tersebut akan dibekukan asetnya, perjalanan pejabatnya dilarang, serta hukuman lain akan menimpa mereka. Warga Uni Eropa dan kalangan usahanya dilarang berdagang dengan mereka, termasuk menyediakan dana kepada mereka tanpa izin khusus.
"Keputusan hari ini adalah pertanda dari kesatuan Uni Eropa dan keyakinan untuk mengutuk aksi brutal junta militer, serta bermaksud mengubah kepemimpinan junta," tutur pernyataan Uni Eropa tersebut
"Keputusan hari ini juga merupakan pesan yang jelas kepada junta militer: melanjutkan langkah saat ini hanya akan menambah kenestapaan dan tidak akan pernah menghasilkan legitimasi," tambah pernyataan tersebut.
Baca Juga: Kementerian Luar Negeri Buka Suara Soal Kunjungan Pimpinan Junta Militer Myanmar ke Jakarta
Sejak kudeta militer, pasukan keamanan Myanmar sudah membunuh setidaknya 738 pengunjuk rasa yang merupakan rakyat Myanmar sendiri, menurut sebuah lembaga independen pemantau penangkapan jumlah korban, The Assistance Association for Political Prisoners.
Lembaga itu melaporkan, setidaknya 3.200 orang masih ditahan, di antaranya pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dan presiden Myanmar terguling, Win Myint.
Uni Eropa sudah memberlakukan embargo penjualan senjata dan perlengkapan militer yang dapat digunakan untuk penindasan, pelarangan ekspor barang yang bisa memiliki kegunaan militer bagi tentara dan penjaga perbatasan, pembatasan ekspor untuk peralatan yang memonitor komunikasi dan bisa digunakan untuk represi, serta pelarangan pelatihan militer termasuk kerja sama militer.
Mantan Sekjen PBB, Ban Ki-moon, pada Senin (19/04/2021) kemarin mendesak agar Dewan Keamanan PBB bertindak segera untuk menghadang tindak kekerasan dan melindungi warga sipil.
Sejauh ini, DK PBB belum mengambil tindakan apa-apa, karena bila diambilpun, berisiko dihadang China dan Rusia.
ASEAN yang akan melaksanakan KTT bulan ini tetap menjaga kebijakan bersama untuk 'tidak ikut campur' dalam urusan politik masing-masing, dan menolak ide pemberlakuan sanksi terhadap junta militer.
Ban Ki-moon mendesak ASEAN untuk mengirim delegasi tingkat tinggi ke Myanmar. Dia sendiri mengaku sudah berusaha tapi gagal.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Eddward-S-Kennedy
Sumber : Kompas TV