12 Ribu Pasien Covid-19 di Brazil Meninggal dalam 3 Hari, Bolsonaro Disebut Lakukan Genosida
Kompas dunia | 10 April 2021, 20:01 WIBRIO DE JANEIRO, KOMPAS.TV - Mantan Presiden Brazil Dilma Rousseff menyebut cara pemerintahan Jair Bolsonaro saat ini menghadapi pandemi Covid-19 seperti melakukan genosida atau pembunuhan massal.
Melansir Guardian, kematian di Brazil karena Covid-19 mencetak rekor baru. Dalam tiga hari terakhir ada lebih dari 12 ribu pasien Corona meninggal dunia.
Hal ini membuat Rousseff gelisah. Ia menyebut, Brazil saat ini seperti tak memiliki pemerintahan.
Baca Juga: Penyintas Holocaust Sebut Donald Trump Mirip dengan Adolf Hitler
“Kami melihat 4.200 kematian per hari sekarang dan semuanya menunjukkan bahwa jika tidak ada perubahan, kami akan mencapai 5.000. Namun ada normalisasi yang benar-benar menjijikkan dari kenyataan yang sedang berlangsung ini,” ujar Rousseff terkait rekor kasus kematian Covid-19 pada Selasa (6/4/2021).
Rousseff dan banyak warga Brazil percaya, kebijakan Bolsonaro yang antisains dan menyebut Covid-19 sebagai “flu kecil” adalah penyebab bencana ini.
Presiden perempuan pertama di Brazil itu juga mengklaim Bolsonaro menyabotase usaha menekan penyebaran virus Corona dan vaksinasi.
Bolsonaro menolak melakukan karantina wilayah atau lockdown dan gagal memberikan bantuan ekonomi pada warga Brazil.
“Saya tidak mengatakan Brasil tidak akan mengalami kematian (dengan respons kebijakan yang berbeda). Semua negara menderita. Saya berpendapat sebagian dari jumlah kematian di Brazil pada dasarnya akibat keputusan politik yang salah, yang masih diambil," kata Rousseff pada Guardian.
Ia juga menyoroti kemunculan berbagai varian virus Covid-19 di Brazil. Beberapa negara Amerika Selatan sampai menutup perbatasan dari Brazil karena takut dengan varian Corona P1 yang lebih menular.
Baca Juga: Perdana Menteri Australia Ucapkan Belasungkawa Mendalam atas Meninggalnya Pangeran Philip
“Saya menggunakan kata itu (genosida). Yang menjadi ciri tindakan genosida adalah ketika Anda memiliki peran kesengajaan terkait kematian suatu populasi dalam skala besar,” tegas Rousseff.
Rousseff mengatakan, mestinya Brazil bisa menghindari angka kematian karena Covid-19 yang tinggi itu.
Di Brazil lebih dari 66 ribu warga meninggal karena Covid-19 pada bulan Maret 2021 saja. Ada perkiraan, angka kematian itu akan melampaui 100 ribu jiwa pada April 2021 saja.
Sebagai perbandingan, angka kematian Covid-19 di Indonesia sejak awal pandemi hingga 10 April 2021 mencapai 42.433 orang.
Angka kematian di Brazil dalam satu bulan saja melampaui angka kematian di Indonesia dalam satu tahun.
“Ini putus asa. Sejujurnya, saya tidak bisa tidur nyenyak. Saya pergi tidur dengan angka-angka dan simulasi di kepala saya dan saya tidak bisa berpikir jernih,” kata Miguel Nicolelis, ilmuwan terkenal di Brazil.
Nicolelis pernah membuat proyeksi kasus Covid-19 di Brazil akan makin bertambah mengerikan. Perkiraannya terus terbukti benar.
Ia takut angka kematian di Brazil akan melampaui Amerika Serikat di mana lebih dari 5 ribu orang meninggal tiap harinya. Nicolelis memperkirakan, klinik-klinik dan jalan-jalan Brazil akan segera penuh dengan mayat pasien Covid-19.
Bolsonaro menolak melakukan lockdown karena takut ekonomi akan lumpuh. Keputusan ini muncul karena ia masih ingin mencalonkan diri pada pemilu 2022.
Baca Juga: Penyintas Holocaust Sebut Donald Trump Mirip dengan Adolf Hitler
“(Aku pernah disebut) homofobik, rasis, fasis, penyiksa. Sekarang aku pembunuh massal. Apa ada hal yang tidak dituduhkan padaku di Brazil,” kata Bolsonaro dengan enteng sambil tersenyum.
Rousseff sendiri setuju Bolsonaro bukan satu-satunya pihak yang bersalah dalam bencana Covid-19 di Brazil.
Menurutnya, konglomerat, pejabat militer, politisi dan konglomerat media juga ikut andil memenangkan kelompok populis sayap kanan di Brazil. Bolsonaro adalah politis populis sayap kanan.
“Orang-orang harus bertanggung jawab atas bencana yang telah direkayasa di Brasil,” ujar Dilma Rousseff.
Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV