> >

Tandatangani Perubahan Undang-Undang, Putin Bisa Berkuasa Dua Kali Lagi

Kompas dunia | 6 April 2021, 05:00 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin. (Sumber: Associated Press)

MOSKOW, KOMPAS.TV – Presiden Rusia Vladimir Putin (68) pada Senin (5/4/2021) menandatangani undang-undang yang memungkinkannya untuk memegang kekuasaan hingga 2036. Dilansir dari The Associated Press pada Selasa (6/4/2021), langkah ini meresmikan perubahan konstitusi yang disahkan dalam pemungutan suara tahun lalu.

Ketentuan mengatur ulang batas masa jabatan Putin sebelumnya ini termasuk dalam pemungutan suara konstitusional pada 1 Juli tahun lalu. Perubahan ini memungkinkan Putin mencalonkan diri sebagai presiden sebanyak dua kali lagi. Perubahan itu disahkan oleh badan legislatif yang dikendalikan Kremlin, dan undang-undang terkait yang ditandatangi oleh Putin diunggah di portal resmi informasi hukum pada Senin (5/4/2021).

Baca Juga: Wow, Vladimir Putin Terpilih Sebagai Pria Paling Seksi Rusia

Terkait pertanyaan tentang apakah akan kembali mencalonkan diri lagi saat masa jabatan 6 tahunannya berakhir, Putin yang telah memegang kekuasaan selama lebih dari dua dekade – lebih lama dari pemimpin Kremlin lainnya sejak diktator Soviet Josef Stalin – menyatakan bahwa ia akan memutuskan nanti.

Menurut Putin, mengatur ulang masa jabatannya diperlukan agar para letnannya tetap fokus pada pekerjaan mereka, alih-alih sibuk melirik ke sana kemari mencari sosok suksesor pengganti Putin.  

Baca Juga: Putin Sebut Rusia Akan Capai Kekebalan Kelompok Atas Covid-19 di Akhir Musim Panas Tahun Ini

Perubahan konstitusional itu juga menekankan keutamaan hukum Rusia di atas norma-norma internasional, melarang pernikahan sesama jenis dan menyebut “kepercayaan kepada Tuhan” sebagai nilai inti. Hampir 78% pemilih menyetujui perubahan konstitusional selama pemungutan suara yang berlangsung selama seminggu dan berakhir pada  1 Juli lalu. Jumlah pemilih sendiri sebanyak 68%.

Menyusul perubahan itu, para pembuat kebijakan hukum Rusian telah memodifikasi undang-undang nasional secara metodis, dengan menyetujui undang-undang yang sesuai.

Pihak oposisi mengkritik pemungutan konstitusional ini. Mereka menyebut, mengutip laporan yang telah tersebar secara luas, bahwa pemungutan konstitusional telah tercemar dengan adanya tekanan terhadap para pemilih dan sejumlah penyimpangan lain. Kurangnya transparansi dan hambatan terhadap pengawasan independen juga disebutkan.

Baca Juga: Parlemen Rusia Loloskan RUU yang Mungkinkan Putin Kembali jadi Presiden hingga 2036

Beberapa bulan sejak pemungutan suara itu, Rusia telah menjebloskan figur oposisi paling vokal di negara itu, Alexei Navalny (44), ke dalam penjara.

Navalny yang merupakan penentang Presiden Vladimir Putin paling keras, ditangkap pada 17 Januari sepulangnya dari Jerman. Navalny menghabiskan 5 bulan di Jerman untuk memulihkan diri setelah keracunan zat saraf yang ditudingnya telah dilakukan Kremlin. Pihak berwenang Rusia menolak tuduhan ini.

Baca Juga: Protes Layanan Kesehatan yang Buruk di Penjara, Pemimpin Oposisi Rusia Alexei Navalny Mogok Makan

Pada Februari, Navalny dihukum 2,5 tahun penjara karena melanggar ketentuan pembebasan bersyaratnya saat berobat di Jerman. Hukuman ini berasal dari dakwaan penggelapan tahun 2014 yang ditolak Navalny karena menurutnya telah dibuat-buat. Bahkan Pengadilan HAM Eropa pun menyebut hukuman ini melanggar hukum.

Penulis : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU