Pemimpin Dunia Kutuk Tewasnya 18 Demonstran saat Unjuk Rasa Tolak Kudeta Myanmar
Kompas dunia | 1 Maret 2021, 08:48 WIBJENEWA, KOMPAS.TV - Pemimpin dunia mengutuk keras tewasnya 18 demonstran saat berunjuk rasa menolak kudeta Myanmar, Minggu (28/2/2021).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres memimpin kritikan pedas atas aksi junta militer tersebut.
Melalui juru bicara PBB, Stephane Dujarric, Guterres mengecam keras pembunuhan yang terjadi pada sebuah unjuk rasa damai.
Baca Juga: Hong Kong Mendakwa 47 Aktivis, Pencapaian Terbesar dari Undang-Undang Subversi yang Kontroversial
“Penggunaan kekuatan mematikan melawan unjuk rasa damai dan penangkapan sewenang-wenang tak bisa diterima,” ujar Djuarric dikutip dari Al-Jazeera.
“Sekjen meminta komunitas internasional datang bersama dan mengirimkan sinyal yang jelas kepada militer untuk menghormati keinginan masyarakat Myanmar yang sudah terlihat melalui pemilihan umum dan menghentikan tindakan represif,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Diplomatik Uni Eropa (UE), Josep Borrel menegaskan pihaknya akan mengambil tindakan sebagai respon perkembangan saat ini.
Baca Juga: Trump Isyaratkan Akan Kembali Maju Bersama Partai Republik Pada Pemilu 2024
“Otoritas militer harus secepatnya menghentikan penggunaan kekuatan melawan masyarakat sipil dan membiarkan rakyat menunjukkan kebebasan berpendapat dan berkumpul,” tutur Borrel.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Antony Blinken mengutuk apa yang disebutnya sebagai kekerasan menjujukkan pasukan Myanmar terhadap rakyatnya.
Baca Juga: Demonstrasi di Myanmar Semakin Panas, Polisi Tangkap Wartawan Media Asing
AS pun mengumumkan telah memberikan sanksi terbaru kepada dua orang jenderal yang terlibat pada kudeta 1 Februari, Senin (1/3/2021), setelah adanya demonstran yang tewas pekan lalu.
“Kami berdiri di posisi rakyat Birma dan mendukung semua negara untuk berbicara satu suara mendukung keinginan mereka,” cuit Blinken di Twitter.
Baca Juga: Vaksin Johnson & Johnson Sekali Suntik Mulai Digunakan di AS Minggu Ini
Sedangkan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Inggris, meminta kekerasan di Myanmar dihentikan dan demokrasi harus dikembalikan.
“Bekerja dengan AS dan Kanada, Inggris telah melakukan tindakan dengan memberikan sanksi kepada sembilan perwira militer Myanmar, termasuk panglima, atas peranan mereka saat kudeta,” ujarnya.
Badan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB melaporkan polisi dan militer telah melakukan kekerasan pada demonstrasi damai di beberapa lokasi di Myanmar.
Baca Juga: Israel Setuju Untuk Memvaksinasi Buruh di Tepi Barat
Akibatnya, sekitar 18 orang demonstran tewas dan 30 orang lainnya luka-luka.
“Dilaporkan adanya kematian karena peluru tajam di kerumunan di Yangon, Dawei, Mandalay, Myeik, Bago dan Pokokku,” bunyi pernyataan mereka.
Selain itu, militer dan kepolisian juga menggunakan gas air mata, granat cahaya dan granat setrum.
Penulis : Haryo-Jati
Sumber : Kompas TV