> >

Kisah WNI di Tengah Kudeta Myanmar, Pengunjuk Rasa Tidak Ada yang Rusak Fasilitas Umum atau Menjarah

Kompas dunia | 8 Februari 2021, 20:50 WIB
Sekuntum mawar merah di depan jajaran kepolisian Myanmar saat unjuk rasa warga hari Jumat, 05 Februari 2021 menentang kudeta militer Myanmar. WNI di Myanmar tercatat sekitar 600 orang dan sejauh ini sudah lebih dari 400 yang mendaftarkan diri secara online di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon (Sumber: AP Photo)

NYAPYIDAW, KOMPAS.TV - Unjuk rasa di Myanmar makin panas dan meluas. Junta militer baru saja mengeluarkan pernyataan pertama melalui saluran TV militer, dimana Jenderal Min Aung Hlaing membeberkan alasan kudeta dan memperingatkan pengunjuk rasa untuk tidak melanggar hukum. 

WNI di Myanmar tercatat sekitar 600 orang dan sejauh ini sudah lebih dari 400 yang mendaftarkan diri secara online di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon, salah satunya adalah Gerald Eman.

Menurut penuturan Gerald Eman, WNI ketua Kerukunan Indonesia Myanmar (KIM) yang telah tinggal di negara itu selama 17 tahun, mengatakan berdasarkan pengalamannya demonstrasi di negara itu belum pernah diwarnai kerusuhan dan penjarahan.

"(Sejauh pengalaman saya), karakternya (demonstrasi) tak anarkis. Kerusuhan, menjarah toko dan lain-lain belum pernah kita liat, kondisinya benar-benar politik," kata Gerald seperti dilansir dari Kompas.com, Senin (08/02/2021), seraya menambahkan, tak ada yang merusak, menjarah atau melawan aparat

Baca Juga: Kudeta Myanmar: TV Pemerintah Ancam Pendemo Akan Ditindak, Kaum LGBTQ Turun Gunung Berunjuk Rasa

Di Yangon, biksu mulai turun ke jalan menentang pemerintahan militer hari Senin, 8 Februari 2021. Ketegangan dalam konfrontasi antara pihak berwenang dan pengunjuk rasa yang menentang kudeta minggu lalu di Myanmar memanas pada hari Senin, ketika polisi menembakkan meriam air ke arah pengunjuk rasa damai di ibu kota Naypyitaw. (Foto AP) (Sumber: AP Photo)

Warga Indonesia yang tinggal di Yangon, Cecep Yadi menceritakan, dari apa yang dilihatnya dalam tiga hari terakhir ini, para demonstran tidak ada yang sampai merusak fasilitas umum.

"Mereka di sini tidak ada yang merusak fasilitas, menjarah toko ataupun melawan aparat keamanan. Semuanya berisik, berteriak, dan berorasi, tapi tidak ada yang takut."

"Tidak ada yang hanya menonton.. Kalaupun tinggal di rumah, mereka akan diam di depan rumah dan ikut mengangkat tangan tiga jari sebagai bentuk partisipasi demokrasi dan ikut membagikan makanan dan minuman ke setiap orang yang lewat," tambah Cecep.

"Berdasarkan dua hari kemarin, demo selesai jam 20.00, dan mereka kembali ke rumah masing-masing dan membuat suara bising selama kurang lebih 15 menit dengan memukul mukul alat alat dapur (panci atau wajan). Setelah itu sepi."

Baca Juga: Kudeta Myanmar: Tenaga Kesehatan, Biksu, Suku Minoritas, Bergabung Unjuk Rasa Menentang Militer

Pengunjuk rasa di Yangon hari Minggu. Hari ini unjuk rasa meluas ke seluruh negeri dimana seruan mogok dan pembangkangan nasional makin mendapat traksi (Sumber: AP Photo)

Duta Besar Indonesia untuk Myanmar, Iza Fadri, dalam pertemuan virtual dengan warga negara Indonesia Senin (08/02/2021) mengatakan, unjuk rasa yang telah terjadi dalam beberapa hari ini terdengar dari kantor kedutaan, dan ia mengimbau warga Indonesia untuk tidak keluar rumah.

Namun sejauh ini menurut Iza, unjuk rasa dalam tiga hari terakhir berjalan damai.

Perkembangan terakhir hari ini, unjuk rasa membesar di berbagai kota mengecam kudeta militer dan penangkapan Aung San Suu Kyi serta presiden dan pejabat negara serta anggota parlemen hasil pemilu November lalu.

Pengunjuk rasa juga menuntut pihak militer menghormati hasil pemilu bulan November tahun lalu.

Baca Juga: Pengunjuk Rasa Penentang Kudeta Myanmar Dihadang Polisi dengan Meriam Air

Polisi menembakkan meriam air ke arah pengunjuk rasa saat demonstrasi menentang kudeta militer. (Sumber: AP Photo)

Di ibu kota Myanmar, Naypyidaw, polisi menggunakan kanon air dalam menghadapi para buruh yang mogok. Sejumlah laporan menyebutkan ada beberapa yang terluka.

Saluran TV pemerintah Myanmar MRTV juga sudah menyiarkan peringatan akan ada tindakan yang diambil terhadap para pedemo anti-kudeta yang melanggar hukum.

Teks yang dibacakan penyiar MRTV milik pemerintah menyebut, ada pelanggaran hukum dan ancaman kekerasan oleh kelompok-kelompok yang menggunakan alasan demokrasi serta HAM.

"Tindakan harus diambil sesuai hukum dengan langkah efektif terhadap pelanggaran yang mengganggu, menghambat, dan merusak stabilitas negara, keamanan publik, serta supremasi hukum," kata pernyataan itu dikutip dari AFP yang dilansir Kompas.com

Baca Juga: Demo Kudeta, Mahasiswa Serukan Militer Myanmar Kembali ke Barak

Penulis : Edwin-Shri-Bimo

Sumber : Kompas TV


TERBARU