> >

Trump Tuduh Twitter sebagai Pendukung Sayap Kiri Radikal Seusai Akunnya Diblokir

Kompas dunia | 9 Januari 2021, 17:13 WIB
Petahana Presiden AS, Donald Trump. (Sumber: AP Photo)

WASHINGTON, KOMPAS.TV - Petahana Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump akhirnya buka suara setelah akunnya @realDonaldTrump diblokir Twitter.

Trump pun menuduh Twitter sebagai media sosial pendukung sayap kiri radikal yang tak mendukung kebebasan berbicara.

Selain itu dia mengungkapkan rencananya untuk membikin platform media sosial sendiri setelah akun miliknya diblokir Twitter.

Baca Juga: Rumah Sakit Kebakaran, 10 Bayi yang Baru Lahir Terbunuh

Trump mengungkapkan hal itu melalui akun Twitter resmi Presiden AS @Potus.

“Kami tengah mencari kemungkinan membangu platform sendiri di masa depan. Kami tak akan berhenti bersuara!” cuitnya seperti dilansir dari BBC.

“Twitter tak mendukung kebebasan berbicara. Mereka mempromosikan platform sayap kiri radikal, di mana sebagian besar orang berbahaya di dunia diperbolehkan bicara bebas,” lanjutnya.

Baca Juga: Kecuali AS Hentikan Permusuhan, Korea Utara Ancam Bikin Lebih Banyak Senjata Nuklir

Twitter memutuskan memblokir akun Twitter Tump, setelah sebelumnya melakukan review dalam sejumlah cuitan Trump dalam beberapa hari terakhir.

Ulasan tersebut termasuk melihat konteks, respons, serta penafsiran baik di dalam dan di luar Twitter.

Baca Juga: Twitter Blokir Permanen Akun Donald Trump, Ini Alasannya

Pihak Twitter mengungkapkan, cuitan Trump berisiko sebagai hasutan yang berujung pada kekerasan.

Apalagi, akun Twitter Trump diikuti oleh 88,7 juta pengguna sebelum akunnya dihentikan.

“Kami telah secara permanen menangguhkan akun tersebut karena risiko hasutan lebih lanjut untuk melakukan kekerasan,” bunyi pernyataan resmi Twitter.

Baca Juga: Kim Jong-Un Kobarkan Permusuhan dengan AS, Pernyataan Sikap pada Biden?

Kicauan yang dianggap melanggar kebijakan Twitter, adalah dua cuitan terakhir Trump pada Jumat (8/1/2021) waktu setempat.

Trump sempat mengungkapkan pada pendukungnya sebagai patriot, setelah terjadinya penyerbuan ke Gedung Capitol, Rabu (6/1/2021) waktu setempat.

Sedangkan yang kedua adalah rencana Trump untuk tak menghadiri pelantikan Joe Biden.

Penulis : Haryo-Jati

Sumber : Kompas TV


TERBARU