Pemungutan Suara Pilpres AS Selesai, Joe Biden Diprediksi Unggul dari Donald Trump
Kompas dunia | 4 November 2020, 05:05 WIBAMERIKA SERIKAT, KOMPAS TV - Warga Amerika Serikat melakukan pemungutan suara pemilu presiden dengan kandidat petahana Donald Trump dari Partai Republik berhadapan dengan mantan wakil presiden Joe Biden dari Partai Demokrat, Selasa pagi (03/11/2020) waktu setempat.
Pemungutan suara kali ini dihantui pandemi Covid-19. Data Senin (02/11/2020) tercatat lebih dari 84.000 kasus baru Covid-19 di AS.
Associated Press melaporkan, hampir 100 juta pemilih telah mengirimkan surat suara lewat pos atau memasukkan ke kotak suara yang tersedia di penjuru negara.
Baca Juga: Presiden Trump Kecam Penembakan di Wina
Diramalkan pemilu kali ini mencatat partisipasi pemilih tertinggi AS sepanjang sejarah negara tersebut. Dalam berbagai jajak pendapat Pilpres AS 2020 ini, Capres Joe Biden unggul atas rivalnya, Donald Trump.
Namun Trump masih memiliki peluang menang meski dianggap lebih kecil, karena jajak pendapat di berbagai negara bagian kunci menunjukkan selisih yang sangat tipis di antara dua kandidat.
Selain itu, Partai Demokrat tempat bernaung Joe Biden juga diproyeksi akan menyapu kursi di Senat serta DPR AS yang juga menjalani pemilu di hari yang sama.
Hasil penghitugan suara yang kredibel, baik resmi maupun tidak resmi, kemungkinan baru bisa muncul beberapa hari ke depan, mengingat sangat tingginya suara yang dikirimkan via pos dan dropbox.
Baca Juga: Lima Pertanyaan Penting Tentang Pilpres AS
Per hari ini, setidaknya 100 juta suara telah masuk lebih dulu menggunakan dua cara tersebut.
Situs FiveThirtyEight memproyeksikan Joe Biden akan memenangkan pemilu, sementara Donald Trump juga masih berpeluang menang, walau memiliki kans hanya 10 persen.
Secara umum, Partai Demokrat diprediksi akan menang besar dan menjadi mayoritas dalam pemilu kali ini. Mulai dari Presiden Senat hingga DPR.
Melalui 40 ribu kali simulasi computer menggunakan berbagai macam skenario pemilihan, 538 memprediksikan Biden memiliki 89 persen kans memenangkan pemilihan.
Baca Juga: Indonesia Lebih Untung jika Joe Biden Presiden Amerika Serikat
Sementara Trump hanya memiliki kans 11 persen. Sementara, negara bagian Pennsylvania, Michigan, Florida, Arizona dan Wisconsin diperkirakan menjadi negara bagian penentu kemenangan berdasarkan sistem Electoral College yang dianut AS.
Situs survei itu juga memprediksi Biden akan memperoleh maksimal 348 Electoral College dengan 53,4 persen suara, sementara Trump diprediksi hanya akan memperoleh 190 Electoral College dengan 45,4 persen suara pemilih.
FiveThirtyEight mengkompilasi dan menganalisis berbagai jajak pendapat di Amerika Serikat melalui metode sabermetrik, yaitu dengan menyeimbangkan berbagai hasil jajak pendapat dengan data demografi.
Analisa mereka memadukan rekam jejak serta integritas berbagai penyelenggara jajak pendapat, mempertimbangkan ukuran sampel jajak pendapat, dan kebaruan dari hasil jajak pendapat yang masuk ke dalam analisa mereka.
Baca Juga: Di Hari Pemilihan, Melania Tak Kenakan Masker, Donald Trump Sibuk Menelepon Para Pendukung Setia
Electoral College
Di Amerika Serikat, Electoral College adalah kelompok pemilih presiden atau Elektor yang dibentuk setiap empat tahun dengan tujuan tunggal memilih presiden dan wakil presiden AS.
Saat ini terdapat 538 Elektor, dan kandidat presiden harus meraih 270 elektor atau lebih untuk memenangkan pemilihan presiden.
Sebanyak 50 negara bagian di AS memiliki jumlah Elektor yang berbeda-beda. Dalam sistem Pemilu AS, kandidat presiden peraih suara terbanyak di sebuah negara bagian dapat mengklaim seluruh suara Elektor.
Sederhananya, kandidat presiden berlomba meraih suara terbanyak di negara-negara bagian yang memiliki jumlah elektor terbanyak untuk mendapat minimal 270 suara Elektor agar dapat memenangkan Pemilu.
Baca Juga: Penghitungan Suara Lebih Lama, Donald Trump: Itu Tandanya Ada Masalah!
Sistem ini membuat kandidat peraih suara pemilih terbanyak bisa jadi justru kalah karena tidak mendapat jumlah Electoral College yang cukup untuk memenangkan pemilu presiden.
Kerap terjadi kandidat yang meraih suara pemilih individu terbanyak, justru tidak terpilih menjadi presiden karena kalah jumlah elektor yang diperoleh.
Hal itu terjadi pada tahun 2016. Kala itu Donald J. Trump mengalahkan Hillary Clinton di Florida dengan selisih hanya 2,2 persen.
Trump dapat mengklaim seluruh 29 Elektor negara bagian Florida dan membuat pundi-pundi suara elektor secara nasional melebihi batas 270 untuk memenangkan jabatan Presiden.
Baca Juga: Trump Berusaha Menyelamatkan Suara di 48 Jam Terakhir Menuju Pemungutan Suara
Kemenangan suara di setiap negara bagian kunci, walaupun dengan selisih sangat tipis, sangat penting bagi kandidat presiden.
Terlepas dari perolehan suara nasional Clinton, Trump mampu meraih kemenangan di beberapa negara bagian dengan jumlah Elektor yang banyak, dan karenanya memenangkan lebih banyak suara electoral college.
Pertarungan menjadi menarik karena di beberapa negara bagian kunci seperti Pennsylvania (20), Michigan (16), Florida (29), North Carolina (15), Arizona (11) dan Wisconsin (10), Joe Biden dan Donald Trump hanya unggul tipis dalam jajak pendapat.
Baca Juga: Donald Trump Kecam Demonstrasi Antifa, Kembali Diikuti Ejekan Kepada Joe Biden
Sementara margin kesalahan jajak pendapat tidak cukup memenuhi selisih keunggulan dan negara bagian kunci tersebut pada pemilu sebelumnya meraih seluruh Electoral College walau dengan kemenangan suara sangat tipis. (Edwin S. Bimo)
Penulis : Johannes-Mangihot
Sumber : Kompas TV