> >

Kenali Coronaphobia, Gangguan Kecemasan Berlebih Selama Pandemi Covid-19

Lifestyle | 16 Februari 2021, 13:34 WIB
Ilustrasi orang sedang cemas. (Sumber: Unsplash/Nik Shuliahin)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Pandemi Covid-19 telah membawa sejumlah istilah baru, salah satunya coronaphobia yang digunakan para peneliti untuk menyebutkan kecemasan jenis baru yang spesifik untuk Covid-19.

Dilansir dari Health, Selasa (16/2/2021), peneliti telah menganalisis hampir 500 penelitian yang membahas kekhawatiran dan kepanikan yang dirasakan orang selama pandemi.

Para peneliti pun mendefinisikan coronaphobia sebagai respons yang dipicu secara berlebihan atas ketakutan tertular virus Covid-19. Coronaphobia menyebabkan kekhawatiran berlebih yang disertai gejala fisiologis.

Coronaphobia juga membuat orang yang mengalaminya merasa stres, kehilangan pribadi dan pekerjaan, melakukan perilaku untuk mencari keselamatan dengan mengindari tempat-tempat umum, hingga menyebabkan gangguan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Juga: Kekinian, Jamu Ini Jadi Menu Andalan di Kafe Bandung

Peneliti juga mencatat sejumlah faktor yang menyebabkan coronaphobia, salah satunya banyaknya ketidakpastian yang menimpa selama pandemi, seperti misalnya apakah Anda terinfeksi Covid-19 atau akan ada pemotongan gaji, adanya praktik baru hingga melakukan perilaku penghindaran yang ektrem.

Kekhawatiran akan Covid-19 juga akan semakin meningkat saat mendengar kabar tokoh terkenal terinfeksi virus ini.

Profesor psikiatri di Johns Hopkins School of Medicine dan Direktur Program Gangguan Kecemasan, Una McCann, MD, mengatakan bahwa kecemasan merupakan reaksi yang normal.

“Kecemasan adalah reaksi normal dan sehat terhadap hal-hal yang berbahaya,” ujarnya.

Baca Juga: Tips Jitu Merawat Sepatu di Musim Hujan

Coronaphobia vs kecemasan biasa

Sementara itu, Direktur Center for the Treatment and Study of Anxiety di University of Pennysylvania, Lily Brown, PhD mengatakan bahwa untuk membedakan kecemasan biasa dengan Coronaphobia, seseorang bisa menggunakan perilaku pandemi sebagai penanda.

Gunakan sejumlah pertanyaan dasar untuk mengetahui seberapa besar kecemasan yang dialami.

“Pada dasarnya, apakah Anda dapat melakukan hal-hal yang perlu Anda lakukan untuk menjalani kehidupan yang relatif memuaskan? Apakah Anda dapat terhubung dengan orang lain? Apakah Anda dapat membeli bahan makanan untuk seminggu? Apakah Anda dapat memenuhi tugas pekerjaan jika Anda sudah bisa mempertahankan pekerjaan?," kata Brown.

Brown mengatakan bahwa gangguan kecemasan terjadi saat kecemasan tersebut mulai meluas hingga menghambat kehidupan sehari-hari dan menghambat pemenuhan kebutuhan harian.

Ia menegaskan bahwa di masa pandemi ini kebanyakan orang merasa cemas. Namun, jika Anda mulai mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban atau kebutuhan Anda karena takut tertular virus, hal tersebut mungkin merupakan indikasi dari coronaphobia.

Baca Juga: Viral Janda Cianjur Melahirkan Tanpa Hamil, Ini Penjelasan Medisnya

Siapa yang berisiko

Brown dalam penelitiannya mengatakan bahwa selama pandemi rata-rata wanita melaporkan lebih banyak kecemasan ketimbang pria. Selain itu, orang yang lebih muda juga cenderung mengalami peningkatan kecemasan karena pandemi yang membuat masa depan tidak pasti.

Brown mengatakan bahwa kelompok tersebut harus mulai waspada dengan coronaphobia.

“(Kelompok ini) secara khusus harus benar-benar waspada apakah mereka mulai mengalami salah satu gangguan fungsional,” ujar Brown.

Menurutnya, jika seseorang merasa terlalu cemas, segera cari dukungan tambahan atau pergi ke psikolog.

Agar tidak mudah terserang coronaphobia, menjaga kesehatan fisik selama pandemi mungkin bisa sedikit mengobati rasa cemas. Selain itu, mulailah menyisihkan waktu untuk bersantai, terhubung dengan orang lain juga bisa menjadi pilihan.

Penulis : Fiqih-Rahmawati

Sumber : Kompas TV


TERBARU