> >

The Dissident, Film Dokumenter Pembunuhan Keji Jurnalis Jamal Kashoggi

Film | 8 Januari 2021, 00:38 WIB
Jurnalis Jamal Kashoggi, yang tewas dibunuh dan dimutilasi di gedung konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki. (Sumber: hurriyetdailynews.com)

KOMPAS.TV – Sulit untuk menentukan adegan mana yang paling mengguncang dalam ‘The Dissident’ (=Sang Pembangkang), film dokumenter besutan sutradara Bryan Fogel tentang pembunuhan keji seorang kolumnis Arab Saudi, Jamal Kashoggi.

Tentu saja, ada sejumlah detil mengerikan tentang pembunuhan itu, yang dengan gamblang diceritakan melalui transkrip rekaman dari konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki, tempat Kashoggi dicekik hingga mati lemas dan dimutilasi dengan sebuah gergaji tulang. Ada beberapa detil keji lain: transkrip itu juga memperdengarkan suara tertawa para pembunuh Kashoggi saat mereka mengatur strategi untuk memutilasi jasad Kashoggi, di antaranya saat mempertimbangkan apakah pinggul Kashoggi akan muat dalam sebuah tas. Lalu, seorang pejabat Turki mengisahkan pada penonton, para pembunuh memesan 35 kilogram daging dari sebuah restoran terkenal di Istanbul, yang diduga untuk menyamarkan aroma jasad yang terbakar.

Lalu, ada pengungkapan secara rinci dari Omar Abdulaziz, rekan muda Kashoggi, tentang sejauh mana rezim Arab Saudi bertindak untuk membungkam kritik terhadap mereka, termasuk penyiksaan adik lelaki Kashoggi dan penangkapan lebih dari 20 teman Kashoggi di Arab Saudi. Lalu, ada pula penggambaran upaya peretasan pemerintah Arab Saudi yang ekstensif, termasuk penyadapan ponsel pendiri Amazon, Jeff Bezos.    

Baca Juga: Saat Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman Jalani Vaksinasi Covid-19 Pertamanya

Lalu, di bagian akhir film, ada pernyataan suram: “Hingga saat ini, tidak ada sanksi global maupun hukuman bagi Arab Saudi atas pembunuhan Jamal Kashoggi.”

Jika ‘The Dissident’ merupakan film thriller fiksi dan bukannya sebuah dokumenter, kita dapat membayangkan seorang kepala studio meminta para penulis skrip untuk, mungkin, mengurangi rincian mengerikan agar dapat lebih diterima audiens.  

Namun, semuanya terasa terlalu nyata, dan Fogel, yang telah memenangkan Oscar untuk film dokumenternya yang berjudul ‘Icarus’ – tentang penggunaan doping dalam olahraga di Rusia – tak ragu untuk tampil berani. Ini bukanlah film dokumenter yang membosankan: Fogel menambahkan ilustrasi musik yang menghentak pada adegan-adegan mencekam, dan menggunakan grafik yang hidup dan dramatis seperti pada pertempuran antara lalat dan lebah untuk menggambarkan perang propaganda Twitter. Dan hasilnya tidak terasa berlebihan. Malah, hasilnya terasa menggairahkan karena Fogel berdedikasi untuk memastikan dunia tetap terfokus pada kisah tentang Kashoggi.

Sayangnya, tugas Fogel ternyata lebih berat dari seharusnya. Meski menuai sambutan hangat di Festival Film Sundance, perusahaan layanan streaming utama tidak menjemput bola untuk meminang ‘The Dissident’, termasuk Netflix, yang sebelumnya menayangkan Icarus. ‘The Dissident’ akhirnya dipinang oleh distributorindependen Briarcliff Entertainment pada musim semi lalu, dan akan tersedia sesuai permintaan audiens pada pekan ini.

Baca Juga: Sutradara Hendak Ungkap Pembunuh Ibunya Lewat Serial Film Dokumenter

‘The Dissident’ berkisah lewat beberapa jalur penceritaan secara bersamaan seiring pengungkapan kisah tragis Kashoggi. Satu jalur mengikuti Abdulaziz, si pembangkang Arab Saudi muda yang hampir berperan sebagai narator – dan moral cerita – dalam cerita ini.

Audiens jadi tahu tak hanya tentang kampanye publik Abdulaziz yang riskan melawan rezim Arab Saudi dan dampak yang ia tanggung sebagai akibatnya, tapi juga tentang kolaborasi rahasianya bersama Kashoggi dan bagaimana kerja sama mereka berperan dalam nasib tragis Kashoggi. Audiens pun jadi mafhum bahwa beberapa hari sebelum pembunuhan itu terjadi, Abdulaziz dan Kashoggi tengah berkolaborasi dalam sebuah kampanye media sosial untuk melawan propaganda Arab Saudi.

Jalur penceritaan yang lain berkisah tentang pembunuhan itu sendiri, dimulai dengan cuplikan rekaman menggugah saat Kashoggi meninggalkan gedung apartemennya sembari bergandegan tangan dengan tunangannya, Hatice Cengiz, lalu menyetop taksi untuk pergi menuju konsulat. Audiens lalu melihat ia melangkah masuk ke gedung konsulat, dan sosoknya tak pernah terlihat lagi. Cuplikan adegan ini lalu disusul dengan transkrip rekaman suara para pembunuh yang keji.

Baca Juga: Paus Fransiskus Dukung Homoseksual dalam Film Dokumenter Francesco

Melalui ‘The Dissident’, Fogel menyampaikan beragam suara, dari rekan sesama jurnalis Kashoggi, teman-teman Kashoggi hingga para jaksa, pejabat intelijen dan ahli teknologi. Agnes Callamard, pelapor khusus PBB dalam kasus tersebut, tidak menyembunyikan keterkejutannya saat ia mendengarkan rekaman pembunuhan  Kashoggi. Callamard mendesak penyelidikan atas peran Putera Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman, pewaris tahta Arab Saudi, yang dituding berada di balik aksi pembunuhan itu, yang disangkalnya.  

Adegan paling emosional terjadi saat Cengiz menanti selama belasan jam di luar gedung konsulat pada hari naas itu. Ia membagi beragam rekaman suara dan swafoto tentang perjalanan cintanya dengan sang kolumnis The Washington Post. Saat kali pertama bertemu dengannya dalam sebuah konferensi pada Mei 2018, Kashoggi menyapanya dengan, “Betapa kesepiannya ia (Kashoggi).” Kashoggi sendiri, yang sebelumnya merupakan orang dalam di rezim pemerintahan Arab Saudi, terpaksa meninggalkan keluarga dan tanah airnya setelah ia menjadi target serangan rezim Arab Saudi.

Cengiz menunjukkan kursi malas La-Z-Boy yang dibeli Kashoggi untuk mempercantik rumah mereka, sebuah kursi yang membuat Kashoggi sangat bahagia memilikinya. Lalu, setelah Cengiz pulang ke apartemen mereka setelah kematian Kashoggi, ia hanya duduk terdiam di kursi itu sembari mengelus lengan kursi kesayangan Kashoggi. Cengiz sempat menanyakan pada polisi barang-barang yang terakhir kali dibawa Kashoggi. Polisi meminta maaf sembari mengatakan bahwa mereka membutuhkan barang-barang tersebut untuk penyelidikan kasus pembunuhan Kashoggi.

“Saya masih terus bertanya-tanya kapan semua ini akan berakhir, kapan saya akan menjadi manusia normal lagi,” ujar Cengiz. “Saya tak tahu.”

“Saya harap film ini akan membuat nama, hidup dan nilai-nilai Jamal abadi,” kata Cengiz.

Film dokumenter ‘The Dissident’ yang dirilis Briarcliff Entertainment, menuai rating PG-13 oleh Asosiasi Gambar Bergerak Amerika atas materi yang mengandung kekerasan. Berdurasi selama 117 menit, film ini menuai nilai 3,5 dari 4 bintang.

Penulis : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU