Sambil Menanti Putusan MA, Dirut Sritex Iwan Lukminto: PHK adalah Kata yang Haram dalam Usaha Kami
Ekonomi dan bisnis | 29 Oktober 2024, 04:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk. Iwan Kurniawan Lukminto menegaskan, operasional perusahaan saat ini tetap berjalan seperti biasa.
Ia mengatakan, pihaknya akan menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK).
"PHK itu adalah kata-kata yang sangat tabu, haram di dalam pelaksanaan usaha kami. Maka dari itu kami ingin meyakinkan juga kepada seluruh karyawan/karyawati bahwa usaha Sritex saat ini tetap normal," kata Iwan Lukminto usai bertemu dengan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, di pabrik Sritex, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Senin (28/10/2024).
Ia menjelaskan, perusahaan saat ini berusaha keras untuk naik banding ke Mahkamah Agung agar membatalkan keputusan Pengadilan Negeri Semarang tanggal 21 Oktober lalu.
Baca Juga: Menperin Minta Komisaris Utama Sritex Buat Strategi Besar Keluar dari Pailit
Sambil menanti putusan Mahkamah Agung, pihaknya juga berkonsolidasi secara internal dan eksternal agar operasiobal Sritex tetap berjalan normal.
"Di dalam proses menunggu keputusan Mahkamah Agung ini, kami akan dihadapkan oleh kendala-kendala teknis yang akan terus kami antisipasi untuk menormalisasi kegiatan usaha Sritex," ujarnya seperti dikutip dari Antara.
Ia menjelaskan, putusan pailit terhadap Sritex dimulai pada tahun 2022 saat Sritex memasuki fase PKPU atau penundaan pembayaran utang.
"Di situ kami melalui proses yang cukup panjang, utang-utang yang perusahaan kami punya ini mempunyai satu kesepakatan yaitu perjanjian homologasi atau perjanjian pembayaran utang. Istilahnya kalau yang utang misalnya 5 tahun, lalu diperpanjang menjadi 7 tahun, yang utangnya 6 tahun diperpanjang menjadi 9 tahun. Jadi bayarnya diberikan kesempatan waktu," tuturnya.
Baca Juga: Presiden Prabowo Perintahkan 4 Kementerian untuk Selamatkan Karyawan Sritex dari PHK
Iwan bilang, awalnya semua berjalan sesuai aturan. Namun kemudian ada salah satu pihak yang menuntut pembatalan perjanjian homologasi tersebut. Tuntutan itu lantas dikabulkan oleh PN Niaga Semarang.
"Sehingga perusahaan kami dibilang perusahaan yang pailit," ucapnya.
Selain operasional berjalan seperti biasa, ia mengklaim, pembayaran kewajiban perusahaan terhadap karyawan tidak mengalami keterlambatan.
Namun tak dipungkiri, memang ada efisiensi yang dilakukan perusahaan.
"Namun putusan efisiensi semuanya berdasarkan keputusan bisnis. Di mana semua itu diputuskan karena kami memang tidak bisa atau market masih belum ada pembelinya. Makanya dilaksanakan efisiensi, bukan karena kebangkrutan kami," tuturnya.
Penulis : Dina Karina Editor : Deni-Muliya
Sumber : Antara