Kronologi Perseteruan Kemenpern vs Bea Cukai soal Isi 26.000 Kontainer Tertahan di Pelabuhan
Ekonomi dan bisnis | 8 Agustus 2024, 12:23 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Kementerian Perindustrian dan Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan tengah berseteru terkait isi 26.000 kontainer berisi barang impor yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
Kemenperin menuding Menkeu Sri Mulyani dan Bea Cukai tidak transparan terkait isi puluhan ribu kontainer tersebut.
"Menteri Keuangan belum transparan terkait isi 26.415 kontainer yang tertahan dan kemudian diloloskan dari pelabuhan pada bulan Mei 2024. Padahal Kemenperin membutuhkan informasi data tersebut secara detail untuk memitigasi dampak pelolosan 26.000 kontainer tertahan tersebut pada industri," kata Jubir Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangan resminya, Senin (5/8/2024).
Pernyataan itu dijawab oleh Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heriyanto. Ia mengaku bingung dengan pernyataan dari Kemenperin tersebut lantaran pihaknya sudah saling berkomunikasi melalui surat.
Nirwala bilang, apabila pihak Kemenperin merasa belum jelas dengan isi surat tersebut seharusnya bisa ditanyakan langsung ke pihak Bea Cukai.
Baca Juga: Tuding Sri Mulyani Tak Transparan, Kemenperin Akan Surati Lagi Bea Cukai soal Isi 26.000 Kontainer
“Katanya seakan-akan disembunyikan, enggak transparan yang mananya, silahkan ditanya. Saya juga bingung enggak transaparansinya di manannya? Masa berbalas pantun pantun di media, kan enggak lucu,” ujarnya di Cikarang, seperti dikutip dari Kompas.com, Selasa (6/8/2024).
Kronologi Kemenperin VS Bea Cukai soal Isi 26.000 Kontainer
Kisruh ini berawal saat Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8 tahun 2024 tentang relaksasi impor untuk sejumlah komoditas. Yaitu elektronik, alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, tas dan katup.
Sebelumnya dalam Permendag No 7 tahun 2024, perizinan impor atas barang-barang tersebut dikenakan pelarangan dan pembatasan (Lartas) serta dikenakan Pertimbangan Teknis (Pertek) oleh Kementerian Perindustrian.
Akibat penerapan lartas dan Pertek itu, terjadi penumpukan puluban ribu kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok.
"Hingga saat ini terdata sebanyak 17.304 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok dan sebanyak 9.111 kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak yang belum bisa mengajukan Dokumen Impor, karena belum terbitnya Persetujuan Impor dan Pertimbangan Teknis," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (17/5/2024).
Baca Juga: Pemerintah Lepas 30 Kontainer karena Relaksasi Impor, Masih ada 26.000 Kontainer Antre di Pelabuhan
"Kontainer tersebut terdiri dari komoditas besi baja, tekstil, produk tekstil, produk kimia, produk elektronik, dan sejumlah komoditi lainnya," ujarnya.
Selanjutnya dalam kronologi versi Kemenperin, pada 27 Juni 2024, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang sudah mengirimkan surat permohonan data muatan 26.415 kontainer yang tertahan di Pelabuhan pada Menteri Keuangan.
Lalu 17 Juli, Dirjen Bea dan Cukai menandatatangani surat balasan permohonan data Menteri Perindustrian. Pada 31 Juli 2024, Dirjen Bea dan Cukai menyampaikan ke media telah mengirimkan surat balasan permohonan data muatan 26.415 kontainer pada Menteri Perindustrian dan sebagian muatan kontainer telah dimusnahkan.
Di hari yang sama, Jubir Kemenperin Febri Hendri membantah pernyataan Dirjen Bea dan Cukai bahwa Kemenperin belum menerima surat Dirjen Bea dan Cukai tersebut.
Jubir Kemenperin juga menanyakan BAP (Berita Acara Pemusnahan) detail soal sebagian barang dari 26.415 kontainer yang dimusnahkan oleh Ditjen Bea dan Cukai terkait
Baca Juga: Kadin Minta Impor Bahan Baku Manufaktur Dimudahkan, kalau Bisa Bea Masuknya Rp0
Kemudian pada 2 Agustus 2024, Menteri Perindustrian telah menerima secara resmi surat balasan Dirjen Bea dan Cukai.
Permendag 8/2024 Dipertanyakan
Terhadap surat balasan tersebut, Kemenperin menilai jika sebagian besar kontainer yang menumpuk berisi bahan baku/bahan penolong (80,13 persen), lantas apa urgensi penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor untuk barang hilir (jadi)/barang konsumsi.
"Sedangkan kontainer dengan muatan barang hilir (jadi)/barang konsumsi jumlahnya jauh lebih kecil (12.7 persen)," ujar Febri Hendri.
Kemudian, data yang disampaikan dalam surat Dirjen Bea dan Cukai baru menjelaskan terkait muatan 12.994 kontainer atau 49,19 persen dari data total 26.415 kontainer. Sisanya, isi 13.421 kontainer tidak dijelaskan dengan baik.
"Hal ini aneh dan janggal, mengingat Dirjen Bea dan Cukai mengklaim telah meloloskan semua kontainer tersebut dari pelabuhan. Wajarnya, Dirjen Bea dan Cukai memiliki data tersebut pada sistem informasi digital 26.415 kontainer yang telah mereka loloskan tersebut dan mampu menyediakannya bagi Kemenperin dengan cepat," tuturnya.
Baca Juga: Menperin Minta Penegakan Hukum Impor Ilegal Jangan Hangat-Hangat Tahi Ayam
Selanjutnya, permohonan importasi dari Kemenperin didasarkan atas HS Code 8 digit dan terdapat dalam dokumen impor yang dipegang oleh Ditjen Bea dan Cukai. Sedangkan informasi yang disampaikan dalam surat balasan adalah HS Code 2 digit.
Oleh karena itu, tidak bisa diketahui barang sesungguhnya dalam bentuk bahan baku atau barang jadi. Kemenperin meminta Ditjen Bea dan Cukai untuk memberikan data detail barang importasi HS Code 8 digit dari 26.415 kontainer yang menumpuk di pelabuhan-pelabuhan tersebut.
Data importasi barang dengan HS Code 8 digit sangat diperlukan oleh Kemenperin, karena apabila terdapat produk yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri, maka akan berpengaruh kepada industri dalam negeri.
"Inilah pentingnya pengendalian importasi khususnya untuk produk-produk yang termasuk HS bahan baku," ucap Febri Hendri.
Ia menuturkan, pemusnahan sebagian barang dari 26.415 kontainer tersebut juga janggal, karena hal tersebut menandakan adanya isi kontainer yang merupakan barang dilarang masuk ke Indonesia, namun masuk dalam pengelompokan 26.415 kontainer.
Ditjen Bea dan Cukai perlu menyampaikan informasi mengenai kapan dan di mana barang-barang yang dimusnahkan tersebut masuk dan dibongkar di pelabuhan, serta jumlah kontainer serta HS Code-nya, juga Berita Acara Pemusnahannya.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber :