ESDM Siapkan Insentif dan Bagi Hasil Kontraktor Migas Lebih dari 50 Persen untuk Genjot Produksi
Energi | 5 Agustus 2024, 08:43 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah tengah menyiapkan sejumlah langkah untuk mendongkrak kegiatan eksplorasi blok migas di Indonesia dan membuat investasi sektor migas kembali menarik. Beberapa kebijakan tengah mulai dirancang, salah satunya terkait bagi hasil migas lebih dari 50% untuk kontraktor.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan, untuk memenuhi makin tingginya kebutuhan migas, eksplorasi cengkungan terus ditingkatkan melalui optimalisasi cadangan migas di beberapa cekungan hidrokarbon.
Tercatat, dari 128 cekungan, 68 masih sepenuhnya belum dijelajahi. Oleh karena itu, mulai tahun 2024 ini, pemerintah Indonesia sedang menggalakkan penambahan baru wilayah kerja minyak dan gas setiap tahunnya.
Investor dapat berpartisipasi melalui proses penawaran untuk wilayah kerja atau bernegosiasi langsung dengan pemerintah.
"Pemerintah saat ini fokus di 5 area eksplorasi yaitu Buton, Warim, Timor, Seram dan Aru. Seluruhnya telah ada peminat dan sedang dilakukan Joint Study untuk penawaran langsung WK (wilayah kerja) Migas," kata Arifin dalam keterangan resminya, dikutip Senin (5/8/2024).
Baca Juga: Ini Daftar BBM Pertamina yang Naik Harga per Jumat 2 Agustus 2024
Ia mengungkapkan, saat ini banyak investor migas yang memilih negara-negara Afrika karena regulasinya sederhana dan mereka mendapat keuntungan lebih besar.
Arifin melanjutkan, pemerintah menyediakan beberapa pajak fasilitas dan insentif kegiatan usaha hulu agar memberikan daya tarik iklim investasi migas kepada para investor.
Fasilitas perpajakan tersebut mencakup beberapa pengecualian pajak tidak langsung yang telah ada diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2017 dan PP Nomor 53 Tahun 2017.
Sedangkan, Insentif Usaha Hulu Kegiatannya mencakup seluruh hal yang menjadi kewenangan kementerian sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 199 Tahun 2021.
Pemerintah juga akan mengoptimalkan pemanfaatan Migas Non Konvensional (MNK).
"Saat ini kami sedang dalam tahap akhir revisi Peraturan Pemerintah 27 dan 53 Tahun 2017. Revisi ini bertujuan untuk menyempurnakan kelayakan ekonomi proyek migas, termasuk juga untuk MNK," ujar Arifin.
Baca Juga: Pasca Kematian Ismail Haniyeh, Maskapai Eropa, AS, dan Asia Setop Penerbangan ke Israel dan Lebanon
Ia menerangkan, pemerintah juga akan menerbitkan mekanisme baru untuk skema Gross Split. Terobosan ini dilakukan demi menumbukan daya tarik Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Kementerian ESDM akan menyederhanakan komponen Gross Split sehingga dalam pelaksanaannya lebih implementatif.
Skema Gross Split adalah skema di mana perhitungan bagi hasil pengelolaan wilayah kerja migas antara pemerintah dan kontraktor migas di perhitungkan di muka.
"Kita akan memberikan insentif di kegiatan hulu migas dengan Keputusan Menteri untuk membuat keekonomian KKKS menarik. Kita juga memberikan insentif agar Internal Rate of Return (IRR) dan produk indeksnya bisa terjaga. Kemudian kita (ada skema) fleksibel. Bisa dari yang tadinya Gross Split ke Cost Recovery," ujarnya.
"Dulu kan kewajibannya harus gross split, tapi ternyata gross split itu resikonya banyak di KKKS," katanya.
Baca Juga: Otorita IKN Ungkap Investasi Swasta yang Dipakai Bangun Ibu Kota Baru Tahap Awal Capai Rp60 T
Arifin mengungkapkan ketika KKKS memilih skema Gross Split, terdapat persoalan mengenai penetapon harga.
"Saat anggarannya ditetapkan sendiri, ternyata ada eskalasi mengenai harga barang-barang. Mereka nunggu dulu sampai barang ini turun lagi. Ini kan barang turun, bisa naik, bisa turun. Jadi kalau misalnya gak turun-turun ya gak dikerjakan. Ini yang akan menjadi hambatan untuk berproduksi," kata Arifin.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber :