Tebar Banyak Bansos, Fasial Basri Nilai Jokowi Justru Gagal Sejahterakan Rakyat
Ekonomi dan bisnis | 6 Februari 2024, 05:50 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Ekonom senior INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) Faisal Basri menilai banyaknya bantuan sosial (bansos) yang diberikan di era Presiden Joko Widodo atau Jokowi mencerminkan kegagalan dalam menyejahterakan rakyat Indonesia.
Menurut Faisal, bansos yang digelontorkan pemerintah saat ini kepada masyarakat, lebih banyak dari era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY dan juga masa pandemi Covid-19.
"Namanya bantuan sosial, artinya makin banyak orang yang bebannya berat. Jadi, Jokowi ternyata gagal menyejahterakan rakyat-rakyat Indonesia," kata Faisal dalam diskusi publik INDEF di Jakarta, Senin (5/2/2024).
Menurutnya, bansos juga belum dijadikan mekanisme terpadu di dalam pengelolaan ekonomi menjadi jaring pengaman sosial (social safety net).
Faisal berpendapat, dengan adanya peningkatan anggaran bansos, maka seharusnya dapat meningkatkan angka harapan hidup manusia di Indonesia. Namun yang terjadi saat ini angka harapan hidup orang Indonesia masih rendah.
Baca Juga: Berapa Kerugian Negara Akibat Bansos Salah Sasaran? Ini Catatan Stranas Pencegahan Korupsi 2021-2023
Ia melanjutkan, pembangunan yang dilakukan sebuah negara seharusnya tujuan akhirnya adalah meningkatkan kualitas manusia di negara tersebut. Bukan sekedar mengukurnya dengan berapa kilometer jalan yang dibangun.
“Pembangunan itu kan ujung-ujungnya adalah meningkatkan kualitas manusia, bukan berapa kilometer jalan yang dibangun, tapi manusianya itu berkualitas (atau) tidak,” ucapnya, dikutip dari Tribunnews.
Ia lalu mengutip data World Population Prospect yang dirilis Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dimana penduduk Indonesia memiliki angka harapan hidup selama 68,25 tahun pada 2022.
Jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, posisi Indonesia berada di peringkat kedua terbawah atau hanya lebih tinggi dari Myanmar yang sebesar 67,26 tahun.
Ia juga menyoroti banyaknya bansos yang disalurkan jelang Pemilu.
Baca Juga: Penyalahgunaan hingga Salah Sasaran Penerima, Apa Solusi Capres untuk Kelanjutan Program Bansos?
“Bansos itu tidak temporer, (bukan hanya saat) pemilu saja,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, setiap program bantuan sosial sudah direncanakan dan dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pernyataan itu untuk menjawab pertanyaan wartawan soal banyaknya bansos yang diberikan pemerintah jelang Pemilu 2024.
Terbaru, pemerintah menyiapkan dana Rp11,25 triliun untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) guna memitigasi risiko pangan.
BLT itu diberikan pada periode Januari-Maret 2024, dan akan dicairkan sekaligus pada Februari sebesar Rp600.000 untuk tiga bulan.
Baca Juga: Bantah Politisasi Bansos BLT Jelang Pilpres, Jokowi: Sudah Disetujui DPR
Pencairan BLT tersebut dilakukan pada bulan yang sama dengan jadwal pencoblosan Pilpres 2024.
“Bansos adalah instrumen dalam APBN, yang telah dibahas bersama DPR dan disahkan menjadi undang-undang (UU) sebagai instrumen negara,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang disiarkan secara virtual, Selasa (30/1).
Dia menjelaskan, dalam APBN, bansos termasuk dalam anggaran program perlindungan sosial (perlinsos) yang terdiri dari Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 9,9 juta keluarga penerima manfaat (KPM), Kartu Sembako untuk 18,7 juta KPM, serta bantuan langsung tunai (BLT) El Nino untuk 18,6 juta KPM.
Anggaran perlinsos juga disediakan untuk subsidi BBM, listrik, bunga kredit usaha rakyat (KUR), hingga bantuan pangan.
Penyaluran bansos, lanjutnya, dilakukan oleh Kementerian Sosial dengan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Ditambah data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Baca Juga: Pengumuman! Ada BLT Baru di Februari, Cairnya Sekaligus Rp600.000
“Jadi, eksekutor untuk program seperti PKH dan Kartu Sembako itu melalui Kementerian Sosial. Kalau bantuan pangan dalam bentuk beras eksekutornya itu adalah Badan Pangan Nasional (Bapanas),” ujar Sri Mulyani.
Ia mengakui memang ada kenaikan anggaran perlinsos di 2024. Dari sebesar Rp476 triliun pada 2023 menjadi Rp493,5 triliun pada 2024.
“Kenaikan itu dibahas oleh pemerintah bersama DPR dan ditetapkan dalam UU. Jadi, kalau pemerintah menggunakan APBN, itu adalah uang APBN di mana sumber dan penggunaannya dibahas dan disetujui oleh DPR,” tutur mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Penulis : Dina Karina Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV, Tribunnews