> >

OJK Dukung Revisi Qanun LKS Agar Bank Konvensional Bisa Masuk Aceh Lagi

Perbankan | 23 Mei 2023, 08:02 WIB
Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae mendukung rencana revisi Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Revisi Qanun LKS itu akan membuat bank konvensional bisa kembali beroperasi di Aceh. (Sumber: OJK)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae mendukung rencana revisi Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS). 

Revisi Qanun LKS itu akan membuat bank konvensional bisa kembali beroperasi di Aceh. 

Dian mengatakan, Indonesia menganut dual banking system di mana bank konvensional dan bank syariah berkembang secara berdampingan. 

Undang-undang juga tidak membatasi masyarakat di suatu daerah untuk menggunakan satu jenis bank saja.

“Biarkan masyarakat yang memilih untuk menggunakan bank konvensional atau bank syariah. Akan terasa aneh dalam suatu negara, apabila satu provinsi boleh melarang bank konvensional beroperasi, sementara ada provinsi lain yang melarang bank syariah beroperasi,” kata Dian dalam dalam keterangan resminya kepada media, Senin (22/5/2023).

Baca Juga: Pemprov Aceh Setuju Izinkan Bank Konvensional Beroperasi Lagi, Usulan Diserahkan ke DPRA

Tugas pemerintah, lanjutnya, adalah memastikan pilihan masyarakat tersedia. Serta memastikan pilihan tersebut bisa melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya.

“Tanpa kepastian hukum seperti itu, maka tidak mudah untuk menjamin bahwa revisi (Qanun) yang sedang dipertimbangkan saat ini tidak akan direvisi lagi di masa depan,” ujar mantan ketua PPATK ini. 

Dian menyampaikan, OJK saat ini terus mencermati rencana revisi Qanun Aceh tentang LKS. Sebelum aturan diberlakukan, OJK juga telah memaparkan sejumlah dampak yang mungkin muncul. 

“Sebenarnya pada saat penyusunan Qanun tersebut, OJK telah menyampaikan saran dan concern (kekhawatiran) terkait dampak pemberlakuan pengaturan tersebut terhadap kesejahteraan masyarakat, perekonomian, dan kesiapan perbankan syariah di Aceh,” tuturnya. 

Ia menekankan, perbankan adalah layanan yang sangat bersentuhan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Baik untuk modal usaha, transaksi sistem pembayaran, dan transaksi keuangan lainnya.

Baca Juga: Kemenkominfo hingga OJK Minta Penjelasan BSI soal Serangan Siber dan Keamanan Data Nasabah

“Layanan ini penting untuk mendukung perekonomian, termasuk di Aceh. Oleh karena itu, seharusnya peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, selalu memperhatikan hal tersebut agar tidak merugikan kepentingan masyarakat umum dan kemajuan perekonomian,” ujarnya. 

Diberitakan Kompas TV sebelumnya, Pemerintah Aceh membuka peluang untuk mengembalikan operasional bank konvensional ke Aceh. Salah satu caranya adalah dengan merevisi Qanun (peraturan daerah) Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS).

"Penyempurnaan qanun itu membuka kembali peluang bagi perbankan konvensional untuk kembali beroperasi di Aceh," kata Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA, seperti dikutip dari Antara, Senin (22/5/2023). 

Seperti diketahui, pasca pemberlakuan qanun LKS sejak 2018, semua bank konvensional keluar dari Aceh. Sehingga saat ini di Aceh hanya memiliki dua bank besar saja yakni Bank Aceh Syariah (BAS) dan Bank Syariah Indonesia (BSI). 

Ada juga BCA Syariah yang hanya berkantor di Kota Banda Aceh dan unit usaha syariah dari bank konvensional seperti BTN Syariah.

Baca Juga: Gara-gara Gangguan Layanan, Erick Thohir Rombak Komisaris hingga Jajaran Direksi BSI

Pj Gubernur Aceh juga telah menyerahkan rencana perubahan qanun LKS tersebut kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), untuk kemudian dapat dilakukan pembahasannya oleh parlemen Aceh.

 

MTA menjelaskan, pada dasarnya Pemerintah Aceh sepakat atas rencana revisi qanun LKS, dan secara khusus juga telah menyurati DPRA sejak Oktober 2022 lalu terkait peninjauan peraturan tersebut.

Berarti hal itu dilakukan, sebelum adanya gangguan layanan BSI sejak Senin (8/5) lalu. 

Wacana perubahan ini, kata MTA, merupakan aspirasi masyarakat terutama para pelaku dunia usaha. Sehingga perlu dikaji dan analisa kembali terhadap dinamika dan problematika dari pelaksanaan qanun LKS selama ini. 

MTA menuturkan, kasus yang menimpa BSI baru-baru ini dapat menjadi salah satu referensi bagi DPRA dalam menyempurnakan pelaksanaan dan penerapan qanun LKS.

Baca Juga: Terus Merugi, Toko Buku Gunung Agung Akan Tutup Seluruh Gerai Akhir 2023

"Termasuk mengkaji kompensasi dari setiap potensi yang merugikan nasabah yang mungkin abai dalam qanun tersebut, dan mengembalikan operasional bank konvensional," ujar MTA. 

MTA menuturkan, keinginan masyarakat agar bank konvensional masuk lagi ke Aceh, karena sampai saat ini infrastruktur perbankan syariah di Aceh belum bisa menjawab dinamika dan problematika sosial ekonomi. 

Terutama berkenaan dengan realitas transaksi keuangan berskala nasional dan internasional bagi pelaku usaha.

Ia menambahkan, sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang tentu mempunyai kegiatan ekonomi bertaraf nasional dan internasional, maka keberadaan perbankan konvensional sebenarnya bukan sesuatu yang mesti ditentang. 

"Namun, memperkuat perbankan syariah juga menjadi prioritas kita sebagai sebuah daerah atau kawasan yang memiliki kekhususan," sambungnya. 

Baca Juga: Netizen Sedih Toko Buku Langganan dari TK Mau Tutup, Ini Sejarah Gunung Agung

Menurut MTA, pemerintah Aceh pada Desember 2020 pernah menyampaikan rencana skema perpanjangan operasional bank konvensional hingga 2026. 

Hal itu didasari oleh rapat antara pelaku perbankan dengan pengusaha yang dihadiri Pemerintah Aceh pada 16 Desember 2020 di Banda Aceh. 

"Pro-kontra memang sesuatu yang lumrah, meski demikian mari kita beri waktu kepada DPRA sebagai representatif masyarakat Aceh untuk mengkaji dan menganalisa sebagai sebuah kebijakan evaluasi terhadap qanun LKS ini demi penyempurnaan yang lebih baik," tuturnya.

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber :


TERBARU