> >

YLKI Desak DPR Segera Bahas Amendemen UU Perlindungan Konsumen

Ekonomi dan bisnis | 20 Januari 2023, 17:34 WIB
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. (Sumber: Kompas TV/Nurul Fitriana)

 

JAKARTA, KOMPAS.TV –  Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak DPR segera membahas amendemen Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau UUPK.

 

Hal itu mengingat revisi UUPK telah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2023.

“Saat ini UUPK sudah masuk prolegnas, sehingga DPR perlu segera melakukan pembahasan amendemen UUPK untuk melindungi konsumen,” kata Ketua YLKI Tulus Abadi dalam Konferensi Pers Refleksi Pengaduan Konsumen secara daring, Jumat (20/1/2023).

YLKI pun mengusulkan sejumlah hal masuk dalam revisi UU Perlindungan Konsumen. Pertama, kelembagaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) menjadi bagian organ pemerintah kabupaten/kota.

Kedua, YLKI mengusulkan barang dan jasa diatur dalam pasal yang terpisah.

Anggota Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo menilai pengaturan terkait jasa mengarah pada penyedia layanan atau service provider. Sebab, service provider bisa dilakukan pelaku usaha maupun pihak profesional.

Baca Juga: YLKI: Tren Pengaduan Konsumen Individu Cenderung Meningkat, Positif agar Makin Berdaya

Ketiga, terkait klausul baku. Saat ini pengaturan tersebut terdapat dalam pasal 18 UU Perlindungan Konsumen.

Sudaryatmo mengatakan, pengaturan klausul baku terkait isu legal yang mestinya ditangani Kementerian Hukum dan HAM.

“Jadi ini harus ada ketegasan terkait dengan apakah UU Perlindungan Konsumen didekati dengan isu trade, isu legal atau cross isu sehingga ada lintas kementerian,” ujar Sudaryatmo dalam kesempatan yang sama.

Keempat, mesti ada perlindungan konsumen di era ekonomi digital.

Kelima, penguatan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM).

Pengaduan Refund

Adapun menurut laporan YLKI, pengaduan seputar refund menempati posisi pertama pada aduan terkait permasalahan belanja online.

Sebanyak 32 persen dari konsumen belanja online mengeluhkan proses refund yang lama dan melebihi tenggat waktu yang dijanjikan.

Persoalan terkait refund juga mendominasi aduan pada permasalahan perumahan dengan persentase 27 persen.

Konsumen kerap kali mengadukan agen perumahan yang tidak mengembalikan down payment (DP) karena gagal melewati BI checking. Padahal sebelumnya dijanjikan DP akan kembali jika tidak lolos BI checking.

“Permasalahan refund dalam bertransaksi masih menjadi soal di berbagai sektor seperti uang tidak dikembalikan, uang dipotong, refund tidak jelas. Padahal secara regulasi refund merupakan hak konsumen yang dijamin oleh UUPK,” ujar Tulus.

Selain mengenai refund, YLKI juga menilai UUPK yang akan diamendemen harus memberikan perlindungan pada produk adiktif. Baik yang terkait dengan iklan, marketing, dan hal hal yang terkait produk adiktif.

“Itu menjadi urgent untuk penguatan perlindungan konsumen untuk diakomodir dalam UU perlindungan konsumen,” imbuhnya.

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU