Punya Industri Farmasi Besar, India Jadi 'Apotek Dunia Ketiga', Kini Terancam gegara Kasus Gambia
Ekonomi dan bisnis | 24 Oktober 2022, 14:39 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengakui, awalnya sempat kebingungan dengan melonjaknya kasus gagal ginjal akut yang menyerang anak-anak di Indonesia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pihaknya sudah mulai menyelidiki kasus tersebut sejak Agustus 2022.
Setelah melakukan uji patologi terhadap para pasien, Kemenkes tidak menemukan adanya patogen berupa virus, bakteri, ataupun parasit di ginjal mereka.
"Baru setelah ada kasus di Gambia, kami baru terbuka bahwa ada kemungkinan itu. Kami pun melakukan uji toksikologi dan ternyata ditemukan cemaran senyawa kimia," kata Budi dalam konferensi pers akhir pekan lalu.
Budi menyampaikan, pihaknya pun telah berkomunikasi dengan otoritas Gambia, Afrika Barat, terkait temuan Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif (GgGAPA).
"Jadi, begitu kita tahu, tim medis kita kontak mereka (otoritas Gambia). Itu sebabnya kenapa kita lebih pasti," ujarnya.
Baca Juga: Dugaan Kesalahan Produksi dan Pergantian Bahan Baku Obat Sirup di Kasus Gagal Ginjal Akut
Ia memastikan bahwa sumber obat yang dikonsumsi para pasien di Indonesia dan Gambia berbeda. Lantaran obat produksi India yang dikonsumsi di Gambia, tidak beredar di Indonesia.
Menurut Budi, penyebab serupa adalah sumber senyawa yang terkandung di dalam obat, yaitu ethylene glycol atau etilen glikol (EG) dan diethylene glycol atau dietilen glikol (DEG).
"Jadi jawabannya iya. Sumber obatnya enggak sama, tapi sumber senyawa kimianya yang sama, yaitu EG dan DEG," ucapnya.
Keempat produk obat yang diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited, India, berupa obat sirop untuk anak, yakni Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup.
Selain menghubungi Gambia, Budi juga melaporkan kasus ini ke Badan Kesehatan Dunia (WHO). Ia menyebut penyakit gagal ginjal akut ini juga pernah terjadi di negara-negara berkembang lain, seperti Bangladesh dan India.
Dikutip dari Antara, otoritas kesehatan India sudah menangguhkan semua produksi Maiden Pharmaceuticals pada Rabu (19/10) lalu. Otoritas India juga memeriksa pabrik utama Maiden di negara bagian Haryana empat kali pada bulan ini.
Baca Juga: Ini Daftar 23 Obat Sirup yang Aman Tanpa Kandungan Etilen Glikol
Mereka mengatakan semua kegiatan pabrik itu ditangguhkan karena perusahaan melanggar aturan dalam produksi dan pengujian obat.
"Mengingat seriusnya pelanggaran yang ditemukan selama investigasi dan potensi risiko terhadap kualitas, keselamatan dan kemanjuran obat yang diproduksi, semua kegiatan produksi perusahaan itu dihentikan seketika," tulis perintah yang dikeluarkan regulator obat federal dan negara bagian Haryana, dikutip dari Antara, Senin (24/10).
Sebenarnya, ada beberapa zat pelarut yang biasa digunakan dalam obat sirop. Salah satu yang banyak digunakan di Indonesia adalah propilen glikol atau gliserin. Namun, dietilen glikol dan etilen glikol juga mulai banyak digunakan karena lebih murah dari gliserin.
Kematian 69 anak di Gambia diprediksi akan memukul industri farmasi India. Selama ini, India dikenal sebagai salah satu produsen obat terbesar di dunia.
Pemerintah India menyebut negaranya sebagai produsen farmasi terbesar ketiga di dunia berdasarkan volume dan nomor 14 berdasarkan nilai.
India bahkan memasok 45 persen kebutuhan obat generik Afrika. Selama periode 2011-2021, ekspor farmasi India telah naik lebih dari 2 kali lipat dibanding periode 2001-2011.
Untuk tahun 2021, India telah mengekspor obat mencapai 24,5 miliar dolar AS (sekitar Rp381,2 triliun).
Baca Juga: Obat Gagal Ginjal Bantuan Australia-Singapura Sudah Sampai di RI, Harganya Rp16 Juta untuk 1 Orang
Maiden Pharmaceuticals sendiri dalam laman resminya menyatakan kapasitas produksi tahunan obat sirop mereka mencapai 2,2 juta botol.
Dalam setahun, Maiden juga mampu memproduksi 600 juta kapsul, 18 juta zat injeksi, 300.000 tabung salep, dan 1,2 miliar tablet dari tiga anak perusahaan yang dimilikinya.
Selain untuk kebutuhan dalam negeri India, produk Maiden juga diekspor ke Afrika, Amerika Latin, dan Asia. Meski begitu, India mengeklaim obat batuk sirop yang bermasalah itu hanya diekspor ke Gambia.
Sedangkan secara keseluruhan, seperti dilansir Nikkei Asia, ekspor terbesar produk farmasi India pada 2020 adalah ke Amerika Utara (AS dan Kanada), disusul ke Afrika, Eropa, Amerika Latin, dan terakhir ke ASEAN.
"Tentu saja, ini dapat memengaruhi citra India, karena berita bahwa sirop obat batuk dibuat di negara ini telah menyebar ke mana-mana," kata dokter anak dan presiden Dewan Medis Delhi Arun Gupta kepada Nikkei Asia.
"Apa yang salah dan benar, dan siapa yang bertanggung jawab [atas tragedi Gambia] akan keluar hanya setelah penyelidikan, tetapi ini berfungsi sebagai panggilan untuk membangun kontrol kualitas yang ketat di negara ini," sambungnya.
Baca Juga: Kasus Gagal Ginjal Akut Anak Capai 245 Kasus, Dicky Budiman: Kita Kecolongan, Deteksi Awal Penting
Kasus Gambia mengancam reputasi India yang membuat produk farmasi berkualitas baik tapi dengan harga bersaing. India menyumbang 60 persen dari vaksin dunia dan 20 persen dari obat generik dunia.
"Industri farmasi [India] sebagian besar telah menyangkal kekhawatiran terkait kualitas yang diungkapkan oleh pengamat nasional dan internasional," kata surat kabar Indian Express dalam editorialnya.
"Badan-badan industri perlu berbuat lebih banyak, termasuk menyiapkan mekanisme kerja sama pengendalian kualitas di antara perusahaan-perusahaan."
Archana Jyoti, kolumnis kesehatan yang berbasis di New Delhi mengatakan, laporan buruk tentang obat-obatan India, seperti yang berasal dari Gambia, dapat merusak reputasi baik negara itu sebagai "apotek Dunia Ketiga".
Jyoti menekankan bahwa industri India relatif kuat, karena telah menunjukkan selama bertahun-tahun bahwa India dapat memasok obat generik yang terjangkau dan efektif di seluruh dunia, terutama ke negara-negara berpenghasilan rendah.
Baca Juga: Industri Farmasi Diminta Lakukan Pengujian Buntut Kasus Ginjal Anak, BPOM Siapkan Sanksi Cabut Izin
"Masalah saat ini bisa jadi merupakan penyimpangan, tetapi gambaran yang lebih jelas akan muncul hanya setelah panel penyelidikan yang dibentuk oleh pemerintah menyajikan laporannya," katanya kepada Nikkei Asia.
Jyoti menambahkan, pemerintah harus memastikan pemantauan secara berkala agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari.
Penulis : Dina Karina Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV, Antara