> >

2023 Dunia Resesi, Indonesia Terbantu Belanja Kampanye Parpol di Tahun Politik

Ekonomi dan bisnis | 13 Oktober 2022, 11:20 WIB
Ekonom Senior Chatib Basri mengatakan, kampanye pada tahun politik di 2023 akan berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia. (Sumber: Bank Mandiri )

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ekonom Chatib Basri mengatakan, kampanye pada tahun politik di 2023 akan berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia. Lantaran parpol sudah banyak mengeluarkan biaya kampanye sehingga mendorong peredaran uang di tengah masyarakat, meski masa kampanye resmi belum dimulai.

“Sepanjang pengalaman melalui pemilu langsung, jelang tahun pemilu, spending akan naik. Karena misalnya spending untuk peralatan kampanye saja sudah berapa,” kata Chatib seperti dikutip dari Antara, Rabu (12/10/2022).

Peralatan kampanye misalnya spanduk, baliho, bendera parpol, kaos parpol, dan lainnya. Chatib memprediksi, politisi juga akan mulai melakukan perjalanan untuk menggalang dukungan sehingga beberapa sektor seperti transportasi akan diuntungkan.

"Demand untuk transport luar biasa pada saat itu. Pesawat, mobil, kemudian peralatan kampanye itu uangnya riil. Spending-nya beneran. Jadi efek kepada konsumsi relatif lumayan," ucapnya.

Baca Juga: Begini Dampak Resesi Dunia ke RI: Tak Masuk Jurang Resesi tapi Pemasukan Negara Turun

Selain itu, kampanye yang dilakukan melalui berbagai acara, dari mulai pagelaran musik dan pembagian pakaian yang biasanya disertai pembagian makanan juga akan mendorong masyarakat melakukan konsumsi.

Namun, belanja untuk kampanye tersebut tidak lantas dapat meredam dampak resesi global terhadap perekonomian nasional. Menurutnya Indonesia memang tidak akan mengalami resesi sebagaimana Amerika Serikat dan Eropa, tetapi perekonomian Indonesia akan mengalami pelemahan.

Di sisi lain, Meskipun kampanye politik dapat mendorong peredaran uang, tetapi menurutnya masyarakat juga akan mengalami kekhawatiran terhadap ketidakpastian terhadap kebijakan.

“Tapi itu akan membantu transmisi uang terhadap belanja masyarakat dalam negeri,” ujar mantan Menteri Keuangan RI periode 2013-2014 itu.

Baca Juga: Jelang Tahun Politik 2024, Makin Banyak Politisi yang Sewa Jet Pribadi

“Kekhawatiran orang pada tahun politik biasanya terhadap kebijakan yang menyebabkan ketidakpastian, apakah akan ada reformasi atau tidak,” ujarnya.

Diberitakan Kompas TV sebelumnya, Chatib Basri memastikan Indonesia tidak termasuk negara yang masuk dalam jurang resesi. Meskipun Indonesia tetap akan terkena dampak berupa perlambatan pertumbuhan ekonomi.

"Kalau ditanya apakah Indonesia akan resesi atau tidak, jawaban saya tidak," ujar Chatib usai acara Investor Daily Summit 2022, seperti dikutip dari Kompas.com, Rabu (12/10/2022).

Ia menjelaskan, dampak negatif dari pelemahan ekonomi global akan lebih dirasakan pada negara-negara yang kontribusi ekspor ke PDB besar. Chatib mencontohkan Singapura, yang nilai ekspornya berkontribusi ke PDB lebih dari 200 persen.

Baca Juga: Tangkal Hoaks di Pemilu 2024, Kemkominfo Bangun Digital Culture untuk Jaga Demokrasi

Hal itu akan membuat ekonomi Singapura terpengaruh saat ekonomi global. Sedangkan Indonesia, kontribusi ekspor ke PDB masih minim, yaitu sekitar 25 persen sehingga meski ekonomi dunia melemah, tidak berpengaruh banyak terhadap perekonomian Indonesia.

"Porsi ekspor kita terhadap PDB relatif kecil dibandingkan dengan negara seperti Singapura atau Malaysia. Saya bisa membayangkan bahwa goncangan global akan berdampak negatif ke negara yang terkena dampak signifikan," ujarnya.

Chatib memproyeksi, pelambatan ekonomi Indonesia kemungkinan mulai terjadi di awal 2023. Penyebabnya karena pendapatan pemerintah akan berkurang akibat pelambatan ekonomi global dan penurunan harga komoditas.

Baca Juga: PPATK Punya Data Jutaan Politikus, Pergerakan Dana Kampanye untuk Pemilu 2024 Bakal Dipantau

Ia menyebut  ekonomi Indonesia di 2023 hanya dapat tumbuh sedikit di bawah 5 persen.

"Situasinya tantangannya berat, tetapi bukan berarti kita akan mengalami pertumbuhan ekonomi negatif, makanya yang terjadi perlambatan, kalau kita biasa tumbuh di 5,2 persen mungkin di 2023 kita akan tumbuh sedikit di bawah 5 persen," ujarnya.

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Antara


TERBARU