> >

Modus Mafia Tanah yang Sering Digunakan dan Tips Menghindarinya

Ekonomi dan bisnis | 27 Juli 2022, 08:34 WIB
Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto menemui Kapolri Jenderal Listyo Sigit di Mabes Polri (16/6/2022). (Sumber: Dok. Kementerian ATR/BPN)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemberantasan mafia tanah menjadi salah satu prioritas Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto. Ia mengungkap ada sejumlah modus yang kerap digunakan mafia tanah dalam menjalankan aksinya.

Menurutnya, harus ada terobosan yang dilakukan untuk menindak mafia tanah, agar kasus penyerobotan tanah atau lahan masyarakat tidak terulang kembali.

"Terobosan-terobosan untuk melawan mafia tanah terus saya lakukan, banyak modus modus yang sudah ditemukan saat ini," kata Hadi dalam konferensi pers Rakernas Kementerian ATR/BPR di Hotel The Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta, Selasa (26/7/2022).

Baca Juga: Tak Hanya Ingin Aset Kembali, Keluarga Nirina Zubir Harap Pelaku Mafia Tanah Dihukum Berat

Ia menyebut, salah satu modus yang sering digunakan adalah bekerja sama dengan oknum. Mafia tanah menyerobot tanah kosong yang lama tidak terpakai, kemudian bekerja sama dengan pihak BPN untuk mengubah data di Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) ATR/BPN, hingga sertifikat tanah tersebut keluar atas nama sang mafia tanah.

Sehingga, akan ada dua sertifikat atau sertifikat ganda. Lalu saat pemilik sah mengecek melalui aplikasi Sentuh Tanahku, nama yang muncul bukanlah nama pemilik aslinya.

 

"Modus seperti itu sudah ada yang kita tangkap dan terus akan kita proses apabila ada oknum dari anggota BPN pasti akan kita proses dan terbukti tindak pidana pasti dipenjara," ujar Hadi.

Modus yang kedua, yaitu dengan cara mengubah data terkait tanah yang diincar. Baik data fisik maupun data linguistik dengan menghapus kemudian mengubah nama dan mengubah luas tanah.

Baca Juga: Peringatan Hadi Tjahjanto buat Jajaran Kementerian ATR/BPN : Lakukan Pungli, Tidak Ada Ampun!

Modus selanjutnya, adalah mafia tanah yang bisa mengakses Pusdatin ATR/BPN secara ilegal, kemudian mengubah sendiri data-data sertifikat tanah elektronik.

Guna mengatasinya, Hadi menyebut pihaknya kini tengah memperkuat sistem digital untuk mencegah pembobolan data oleh mafia tanah.

Lantas bagaimana masyarakat bisa terhindar dari mafia tanah saat akan membeli tanah? Beberapa waktu lalu, Kompas TV berkesempatan mewawancarai Kepala Biro Humas Kementerian ATR/BPN yang saat itu dijabat oleh Yulia Jaya Nirmawati.

Ia memaparkan, ada sejumlah hal yang perlu dilakukan calon pembeli atau pemilik tanah agar tidak terjebak sengketa tanah.

"Jika tanah/rumah sudah memiliki sertipikat, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) wajib mengecek sertipikat tersebut ke BPN. Hal itu dilakukan sebelum PPAT menandatangani akta jual beli," ucap Yulia.

Baca Juga: Ini Cara Buat Akta Perusahaan Secara Online dalam Waktu 12 Menit

Selanjutnya, calon pembeli juga harus memastikan PPAT nya tidak bodong/palsu, untuk itu dapat dicek di web bpn: www.atrbpn.go.id

Jika tanahnya belum terdaftar, tanyakan bukti kepemilikan lain yang dijadikan dasar untuk jual beli. Misalnya girik, kartu kavling, hibah, dsb.

Minta sejumlah dokumen, lanjut Yulia, dari kelurahan seperti riwayat kepemilikan, bukti bayar PBB, surat pernyataan penguasaan fisik, serta surat tidak sengketa yang diketahui lurah.

"Jangan lupa tanya ke tetangga sekitar terkait kepemilikan tanah," katanya.

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber :


TERBARU